15. Dari Sekian Banyak

28 7 3
                                    

Memosisikan diri bukan sebagai tokoh utama tidaklah sulit, jangan berpikir bahwa dirimu tokoh utamanya.

***

"Mengapa Anda ke sini?" tanya Nantha dengan nada dingin.

Terlonjak, pria itu segera berdiri menghadap Nantha, ia menatap seragam Nantha dari atas sampai bawah, terlihat menilai.

Nantha mendengkus.

Tangan berjam tangan mahal itu mematikan ponsel.

"Di mana Mama?" tanya Nantha lagi.

"Kei, Papa ke sini nggak disambut dengan baik?" Sosok yang mengaku sebagai papa Nantha itu mendekatinya, merentangkan tangan.

Nantha mundur, masih enggan berhadapan dengan pria itu. "Maaf, Anda berhak pergi dari rumah ini!" tegas Nantha.

"Keinantha, Papa baru saja sampai dari Singapura, kamu nggak nanya bagaimana kabar Papa?" Nantha jelas mengingat terakhir kali bertemu dengan papanya.

Membuang napas lagi, Nantha berlari melewati Ditya. Ia menuju kamar Wati, mamanya, lalu membukanya. Barangkali wanita itu ada di dalam.

"Keinantha!" seru Ditya dari tempatnya berdiri tadi dengan suara naik satu oktaf. Pria berpakaian jas dengan dasi yang dilonggarkan itu menatap tajam Nantha. Ia mendekati Nantha yang mematung di tembok.

Ditya mencengkeram tangan Nantha sampai gadis itu menangis.

"Sakit ...," rintih Nantha. Disakiti lewat kata-kata saja sudah membuat gadis itu menangis, apalagi dengan kekerasan fisik seperti ini. "Sakit ...."

"Kamu harus ikut saya!" tegas Ditya. Membawa paksa Nantha ke mobilnya.

"Nggak mau! Saya nggak akan pernah mau ikut sama Anda!" teriak Nantha berusaha melepas cengkeraman tangan besar itu. Namun, karena belum makan, dayanya tak mampu melakukan hal itu.

"Shut your mouth up!" Bahkan, seruan Ditya terdengar rendah penuh penekanan.

Saat Nantha hendak keluar dari mobil, pria itu sudah mengunci pintu, lalu melajukan mobilnya. Yang dilakukan Nantha adalah menangis. Ia tidak kuat harus menahan rasa sakit yang ia alami selama ini.

"Nggak usah nangis! Kamu nggak pantas hidup bersama tunawisma seperti mereka!"

Nantha meradang, mama serta kakaknya disebut tunawisma teramatlah menyebalkan. "He—"

"Kamu harusnya bersyukur Papa masih sayang sama kamu! Kamu akan tinggal bersama Papa dan Mama baru kamu, nggak di sini. Lalu menikah dengan laki-laki pilihan Papa yang cocok dengan kamu."

"A—"

"Dan kamu nggak boleh menolak!"

Air mata mengucur deras dari mata Nantha. Tidak bisa ditahan lagi karena semua kekesalannya memuncak. Mama tersayangnya harus ditinggalkan, bahkan sebelum ia menemuinya.

Tepat saat mereka baru saja pergi dari rumah itu, sosok Genta muncul dengan ngos-ngosan. Laki-laki itu mengepalkan tangan samapai buku-buku jarinya memutih. Sebisa mungkin menahan amarah dan rasa tak nyaman.

Ineffable [END]Where stories live. Discover now