24. Katanya Teman

23 4 4
                                    

Jangan mengetuk, kalau nggak punya keinginan buat masuk.

***

Nantha sengaja menjauh dari orang-orang yang mendorong mobil. Karena ia tahu, mendapat kode seperti ini tandanya ia harus pergi saat itu. Mungkin Genta yang hendak menyelamatkannya. Pikiran positifnya terus menyelimuti diri. Ia terus mundur, tetapi bukan mendekati perkumpulan tadi.

"Emang bermanfaat banget gangguin orang kek gini. Live gue langsung banyak viewer-nya. Wah, seneng bat gue." Salah satu laki-laki dapat Nantha dengar suaranya dari sana. Tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

Ia semakin mundur, merapat ke samping kiri pos kamling tempat kumpulnya anak-anak laki-laki itu dengan pelan. Berusaha tidak mengeluarkan suara sekecil pun. Karena perkumpulan itu tidak berada di pos kamling, melainkan semuanya berjajar dengan motornya di pinggir jalan.

"Halah, lo, mah, pikirannya followers mulu. Kek gue dong, nggak perlu live udah dapat banyak followers." Salah satu lainnya—yang memakai topi warna merah—menimpali. Menunjukkan ponsel ke hadapan yang berbicara tadi. "Soalnya wajah gue GDL."

Tentu saja Nantha tahu, karena dapat ia lihat dari tempatnya ini. Jelas dan terlihat seperti teman-temannya dahulu, tingkah lakunya. Ia juga memerhatikan mereka barangkali ada yang mengetahui keberadaannya. Takutnya malah ia yang disandera.

"Hilih, followers lebih satu dari punya gue aja bangga!" Yang lainnya lagi menunjukkan ponselnya sambil menyesap rokok di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. "GDL apaan?"

"Iya, dong, lebih dari punya lo," timpal si laki-laki bertopi merah itu. "Ganteng Dari Lahir."

Suara tawa menggema di telinga Nantha. Mata gadis itu terus mengawasi sosok yang ia kenal di antara mereka semua. Tidak ada, nihil sekali. Seperti bukan sebuah petunjuk dan kode dari Genta.

Semakin panik dan takut, Nantha hendak menangis saja rasanya. Lalu, ia melihat lagi ke arah Ditya dan yang lain tadi. Mereka segera menyadari menghilangnya Nantha. Itu membuat Nantha semakin panik. Mengapa Genta tak ada muncul juga? Apakah ia salah tangkap maksudnya? Bukan Genta yang merencanakan ini? Hanya feeling tak penting? Bagaimana jika yang muncul malah perkumpulan itu dan menghabisinya sekarang juga?

Tiba-tiba sebuah tangan menyekap mulut Nantha. Tidak ada obat biusnya, tetapi bisa meredakan teriakan refleks gadis itu. Kedua tangannya dipegang erat agar tak bisa berulah. Mungkinkah ini Genta yang menyelamatkannya?

Namun, mengapa wangi parfumnya beda?

Ia diseret menuju sebuah mobil dan didudukkan di belakang. Gadis itu kelimpungan. Mengapa di sebuah mobil? Mobil siapa? Genta tidak mempunyai mobil dan jelas saja ini bukan gaya atau parfum Genta.

Benarkah Nantha benar diculik oleh geng itu?

***

Beginilah jadinya kalau Nantha tidak ia izinkan membawa ponsel. Sebenarnya, ia punya alat untuk mendeteksi di mana keberadaan Nantha saat ini. Namun, karena tadi sedang panik dan yang dilindungi Ditya malah istrinya.

Sedangkan orang yang selama ini ia susah dapatkan malah teledor. Harusnya kalau ia selalu memasangkan alat itu di baju yang dikenakan oleh Nantha, ia bisa menemukan gadis itu, tentu saja.

Pencarian semalam tak membuahkan hasil. Hari berganti pagi membuat mereka harus kehilangan jadwal keberangkatan pesawat. Keberangkatan ditunda dulu sampai nanti Nantha ditemukan.

Pria itu sudah mengerahkan seluruh bantuan dari agen dan seluruh orang kepercayaannya untuk mencari ke mana Nantha pergi. Di lokasi kejadian juga sudah dicari sampai sawah-sawah luas juga diinjaki. Demi menemukan sesosok gadis manja menyusahkan itu.

Ineffable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang