WRATH OF THE GIANT HEAD

5 0 0
                                    

Genre : Fiksi, Legenda

"Kakak, boleh ceritakan padaku kisah itu lagi." tubuh kecilku saat ini tengah berada diatas kasur. Saat ini sudah malam dan seperti malam yang sudah-sudah, saatnya kakak membacakan dongeng sebelum tidur untukku.


"Sepertinya kau tertarik dengan cerita ini." ujar kakakku tersenyum sembari menyiapkan buku cerita bergambar itu. Melihat diriku yang sudah terbungkus selimut sembari mengemut dot berisi susu cokelat, kakakku berbaring disisiku, memulai ceritanya.


"Dikisahkan dahulu ada monster yang berlaku tidak adil pada manusia. Baik manusia maupun dewa, semua membenci perilaku sombongnya. Monster itu tinggal di ujung surga dan dikucilkan disana oleh para dewa atas sifat buruknya. Suatu hari dewa tertinggi disana membagikan semacam air suci kepada beberapa dewa lainnya. Setetes air suci tersebut mampu membuat siapapun yang meminumnya menjadi sangat kuat dan tak terkalahkan. Si monster pun datang dan berhasil merebut jatah air tersebut lalu menenggaknya."


"Salah satu dewa yang melihat si monster menenggak air itu lantas menebas lehernya hingga terputus. Tubuhnya terhempas jatuh ke bumi, namun kepalanya masih utuh karena dia sempat meminum air itu. Merasa kesal, ia melampiaskan emosinya dengan terbang ke pusat tata surya untuk menelan bola matahari. Seketika siang hari menjadi gelap dan dari bawah bumi terlihat matahari berubah warna menjadi hitam."


"Para dewa disana kebingungan melihat umat manusia di bumi yang dilanda kepanikan masal akibat matahari yang semakin menghitam. Karena itu, si dewa tertinggi mengajarkan umat manusia cara agar si raksasa memuntahkan kembali matahari yang ditelannya, yaitu dengan memukul lesung kayu berkali-kali. Dengan begitu, dia akan terganggu dan akhirnya menyerah lalu memuntahkan kembali matahari yang ditelannya. Akhirnya kepala si monster berhasil dikalahkan dan dia kembali ke ujung surga untuk menyembunyikan rasa malunya karena dikalahkan oleh manusia... Selesai."


Kakakku mencium keningku penuh kasih sayang setelah dilihatnya sepasang mataku yang telah menutup. Sebelum sempat tertidur, aku merasakan firasat aneh. Tidak ada bagian dalam cerita itu yang menyebutkan kalau si kepala monster berhasil dibunuh. apa iya dia masih hidup di ujung surga sana?

***

Aku terbangun dari tidur karena dikejutkan oleh suara berisik diluar rumah. Kuperhatikan diluar jendela, orang-orang termasuk kakakku tengah sibuk memukul-mukul lesung kayu dengan ekspresi muka setengah panik. Aku pun keluar rumah, bingung dengan apa yang mereka lakukan gelap-gelap begini.


"Kalian sedang apa?" yang ditanya malah terus memukul lesung kayu itu berkali-kali sembari sesekali menatap kearah langit. Kulihat diatas sana, bola matahari berubah warna menjadi hitam, menyisakan cahaya-nya saja yang mengelilinginya. Mengubah pagi hari cerah menjadi seperti malam kelam.


Kusadari sesuatu, dia memang masih hidup dan terus melakukannya pada sang dewa surya setiap tiga ratus tahun sekali.


Dengan sigap, aku ikut membantu memukul lesung kayu itu. Suaranya cukup nyaring membuat telingaku berdengung. Aku mulai putus asa karena sudah sepuluh menit dan diatas langit sana masih gelap. Saat kami sudah mulai kelelahan, seberkas cahaya terang mulai muncul menyorot dari balik bola hitam itu. Kami bersuka cita karena dia kembali memuntahkan matahari yang ditelannya.


Tertegun diantara orang-orang yang masih terus bersyukur pada para dewa, kurasakan ada yang aneh diatas langit sana. Setitik cahaya gelap disisi matahari, terlihat semakin lama semakin menghitam. Mereka yang tadinya bernafas lega kini dilanda kecemasan ketika titik hitam itu semakin membesar -atau lebih tepatnya semakin mendekat-, membuat suasana terasa semakin gelap, bahkan lebih gelap dari sebelumnya. Semakin terasa horror ketika kami mendengar suara geraman yang menggema diatas langit sana.


Dugaanku semakin menguat ketika kulihat sepasang mata merah menghiasi ekspresi wajah penuh amarah itu dari atas langit. Perlahan mendekat dan semakin mendekati bumi sembari memperlihatkan gigi-gigi tajamnya diantara mulutnya yang lebar menganga. Para warga lari tunggang langgang ketika rongga mulut menganga dari kepala monster itu terlihat jelas menyelimuti langit bumi.


Jika matahari yang sangat besar saja mampu ditelannya, bagaimana dengan bumi yang ukurannya jauh lebih kecil? Aku baru menyadarinya sekarang, namun sepertinya sudah terlambat untuk itu.


-Terinspirasi dari Legenda Batara Kala dan Gerhana Matahari-


Ditulis pada tanggal: 9 Maret 2016

CLEMENTINE'S ONE SHORT STORYWhere stories live. Discover now