Ketika Kuchisake Onna Jatuh Cinta [ Part A ]

8 0 0
                                    

Genre : Creepypasta Character, Romance

Kau tahu Kuchisake Onna kan? Si psikopat gila yang selalu lalu lalang di setiap jalan yang dilaluinya dengan membawa sebilah sabit did alam tas jinjingnya. Ia menelusuri jalan sepi di kompleks-kompleks perumahan hanya untuk menanyai setiap pria yang dilewatinya dengan satu pertanyaan yang sama: 


"Apakah aku terlihat cantik bagimu? Sekalipun seperti ini?" (sembari membuka masker yang menutupi wajahnya dan memperlihatkan luka robek di pipinya)


Menurutku itu tindakan yang bertele-tele. Maksudku, kenapa tidak langsung bunuh mereka saja dari awal? Siapa yang tahu? namanya juga psikopat.


Banyak spekulasi yang bermunculan seputar bekas luka robek di wajahnya. Ada yang bilang kalau luka itu akibat bekas penyiksaan dari pacarnya karena ia dituduh selingkuh. Ada pula yang bilang kalau dia itu korban pemerkosaan yang dirobek mulutnya oleh si pemerkosa. Ada juga yang bilang kalau itu akibat malpraktek saat ia menjalani operasi plastik untuk kecantikan. Namun yang pasti seputar dirinya ialah dua hal. Pertama, ia pernah mengalami perlakuan buruk di masa lalu. Dan kedua, kelemahan terbesarnya ialah anak-anak yang datang bergerombol.


Tapi pernahkah terbersit di pikiranmu bahwa psikopat sesinting Kuchisake juga ternyata bisa jatuh cinta pada seseorang. Bahkan, orang yang dicintainya itulah yang telah mengembalikannya menjadi sosok yang baik hati dan selalu ceria. Sifat aslinya sebelum ia menjadi wanita ber-aura gelap.


***


Saat itu langit diselimuti awan kelabu, karena sesaat sebelumnya memang hujan turun dengan lebatnya. Gerimis lembut pun masih berjatuhan dari atas langit. Seperti kebiasaan tak wajarnya yang sudah-sudah, Kuchisake (disini aku lebih suka memberinya nickname CHISA) mengayunkan kakinya menyusuri jalanan yang masih lembab. Entah sudah berapa orang yang dibantainya bulan ini karena pertanyaan konyolnya itu. Namun ia takkan pernah berpikir bahwa pria muda berjaket putih di ujung jalan yang ia incar kali ini adalah orang yang berbeda. Benar-benar sangat berbeda.


"Apakah aku cantik?" tanyanya pada pria itu.


"Tentu kau cantik, memangnya kenapa?" Dia balik bertanya dengan nada suara yang lembut.


"Sekalipun seperti ini?" kali ini ia membuka maskernya.


Setiap pria yang melihat bekas luka robek itu pasti akan terperanjat. Namun, pria yang satu ini malah makin mendekatinya. Tanpa diduga, pria itu menyentuh pipi kanan Chisa dan menatapnya dengan tatapan penuh kehangatan.


"Seperti yang kubilang tadi, kau sangat cantik." ujarnya sambil mengedipkan mata sebelum berlalu meninggalkannya.


Selama delapan detik ia masih menatap Chisa dengan senyuman ramah sebelum berlalu meninggalkannya, memudar diantara rintik-rintik gerimis. Terasa ada sensasi lembut yang mengusap hangat hati Chisa saat itu. Pria berjaket putih itu adalah orang pertama yang benar-benar mengatakan cantik walaupun ia membuka maskernya, mempertontonkan luka robek itu.

Hari berikutnya, Chisa masih melintasi jalan yang sama, langit mendung yang sama, rintik hujan yang sama dan bertemu dengan pria dengan jaket putih yang sama. Masih dengan pertanyaan yang sama dan menerima jawaban yang sama.

Entah hanya perasaannya saja atau apa, tapi sepertinya langit mendung di atas sana terlihat kian terang dan cerah, secerah hatinya yang menerima jawaban 'cantik' untuk kedua kalinya dari pria itu.


Selama lima hari berturut-turut ia menerima jawaban dari pria itu, namun di hari keenam ini si pria tidak lantas berlalu meninggalkannya.


"Ngomong-ngomong kau mau kemana?" Pria berjaket putih mencoba basa-basi padanya. Membuat Chisa sedikit gelagapan ditanyai seperti itu.


"Em ... a-anu ... aku mau ... me-mencari taksi ... iya, mencari taksi," ujarnya berbohong pada pria itu.


Ini pertama kalinya Chisa merasakan kegugupan yang luar biasa. Entah bagaimana, keberadaan pria yang dipandangnya cukup menarik dengan wajah babyface menggemaskan itu malah membuatnya sedikit salah tingkah.

"Di jalan besar ada banyak taksi yang lewat. Dan kebetulan aku juga mau kesana. Jadi, bagaimana kalau kita jalan bersama?" lagi-lagi tak disangka, pria itu mengajak Chisa untuk berjalan bersama menuju jalan raya.


"Oh ... E-emmm," jawab Chisa sembari mengangguk.


Sepanjang jalan mereka melangkah bersebelahan, namun keduanya tidak berbicara sedikitpun. Itu karena keduanya sama-sama canggung untuk memulai pembicaraan.


Sebenarnya pria berjaket putih ingin sekali menanyakan kenapa Chisa selalu bertanya 'apakah aku cantik'. Namun ia takut Chisa akan menjawab 'bukan urusanmu' dengan ketus.

"Kau habis dari mana? pulang dari kantor ya?" tanyanya pada Chisa. Yang ditanya malah tak bergeming sedikitpun. Ekspresi sedikit kecewa tercetak jelas dari wajah pria itu.


"Kau sendiri mau kemana?" Chisa balik menanyainya tanpa berani menatap wajahnya.


"Emh ... he he ..., sebenarnya aku dari pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa keperluan, tapi aku mencoba keliling daerah sini untuk melihat-lihat. Soalnya aku orang baru di kota ini," jawab pria itu.


Tak beberapa lama, mereka pun tiba di pinggir jalan yang dilalui oleh banyaknya pejalan kaki. Padahal Chisa sendiri biasanya berusaha untuk menjauhi area yang terlalu ramai. Namun ajakan baik pria ini membuatnya tak bisa berbuat banyak.


"Aku biasanya menunggu di halte ini tiap kali pulang dari pusat perbelanjaan. Sebab aku lebih suka naik bus ketimbang membawa kendaraan sendiri. Ya, sekalian agar bisa lebih membaur dengan orang-orang di kota," ujar si jaket putih ketika mereka tiba di sebuah halte yang saat itu tengah ramai. Chisa pun menemaninya duduk disana dengan sabar hingga bus datang.


Tak sampai dua menit menunggu di halte sembari duduk berdekatan di bangku halte, bus yang ditunggu pun tiba. Semua orang di halte termasuk pria berjaket putih itu pun bersiap-siap, terkecuali Chisa yang masih terpaku di bangkunya.


"Kau tidak ingin naik bus bersamaku?" pria ini mencoba menawarkan lagi ajakan untuk pulang bersama.


"Emmm," jawab Chisa sembari menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi pria itu merasa kecewa. Padahal dia berusaha untuk lebih akrab dengannya.


"Sayang sekali, baiklah semoga taksi yang kau tunggu segera tiba. Senang bertemu denganmu, nona cantik." Pria itu langsung naik bus dengan terburu-buru, sementara Chisa melambaikan tangan padanya sebelum bus itu berlalu meninggalkan halte.


-Senang bertemu denganmu, nona cantik.- kalimat itu menggema berkali-kali di kepala Chisa. Entah apa dia memang tulus mengucapkannya atau itu hanya gaya sok akrab yang dibuat-buat.


BERSAMBUNG KE PART B


CLEMENTINE'S ONE SHORT STORYWhere stories live. Discover now