Ketika Kuchisake Onna Jatuh Cinta [ Part B ]

9 0 0
                                    

Hari berikutnya pun tiba dengan cuaca cerah tanpa mendung, walaupun awan masih berarak dengan tebalnya di atas sana. Siluet wajah pria tampan itu terpampang jelas dalam ingatannya. Menghipnotis pikirannya, dan membuatnya melangkah menuju halte yang kemarin tanpa disadarinya, persis pada pukul setengah lima sore, seperti kemarin.

Dugaannya benar, pria tampan itu benar-benar ada disana. Masih dengan jaket putihnya, ia duduk di bangku tunggu sembari membaca sebuah buku komik. Chisa menatap dalam-dalam setiap jengkal tubuh dan pakaian pria itu hingga tiba-tiba ... .

"Ah nona cantik? hallo lagi," ujarnya sembari melambai ke arahnya. Dia pun menepuk kursi disebelahnya, bermaksud mengajak Chisa duduk disana.

Tidak mungkin bagi Chisa untuk membuat alasan berpura-pura menunggu taksi lagi. Karena itu mau tak mau, ia pun mendekatinya dan duduk di sisi pria itu. Padahal ia sebenarnya memang mau mendekatinya walaupun nyalinya masih sekecil biji jagung.

"Kau habis dari mana?" tanyanya pada Chisa.

"Aku habis pulang kerja, kali ini mau pulang ke Koshikawa," jawabnya berbohong.

"Wah aku malah mau ke Hongo, sepertinya kita searah. Bagaimana kalau kita naik bus sama-sama?"

Deg, jantung Chisa mulai berdenyut tak karuan. Kalau ia bilang pulang kerja dan pulang ke Koshikawa, otomatis ia harus selalu seperti ini --duduk di halte bersama pria berjaket putih agar dia tidak tahu kalau Chisa berbohong. Ia tak pernah berpikir kalau akan jadi seperti ini. Harus satu bus dengan pria ini bukanlah idenya, ia hanya ingin duduk bersama selama beberapa saat di sisinya.

Namun karena sudah kepalang, ia pun mengangguk pelan.

"Wah bagus, oh iya busnya sudah datang." Mereka pun naik ke dalam bus bersama para penumpang lainnya. Chisa berniat duduk di pojok belakang dan pria berjaket putih pun duduk di sebelahnya.

Sepanjang perjalanan, mereka membicarakan seputar kota ini. Terlihat bahwa pria ini semakin antusias untuk berteman akrab dengan Chisa, yang dianggapnya sudah tahu persis seluk beluk kota ini. Sementara Chisa sendiri sebenarnya mengalami semacam cinta monyet dengannya, namun masih ragu-ragu dengan perasaannya sendiri. Ditambah lagi, pria ini masih belum tahu siapa dia sebenarnya. Si pembunuh gila, atau mungkin 'mantan pembunuh gila', entahlah.

Tak beberapa lama, bus pun tiba di wilayah Hongo. Pria itu pun pamit pada Chisa dan tak lupa dia ... mencium lembut tangan Chisa?! ia tak percaya pria ini bisa seromantis ini bahkan pada gadis bermulut robek seperti dirinya, lagipula mereka belum lama saling kenal. Terlihat wajah pucat Chisa menyembulkan rona merah dibalik maskernya.

***

Sudah dua minggu berlalu dan Chisa masih seperti kemarin-kemarin. Berpura-pura naik bus agar bisa lebih dekat dengan pria itu, padahal separuh hatinya melarang agar pria itu tidak tahu lebih banyak seputar dirinya. Walaupun banyak hal yang mereka jadikan bahan obrolan ringan, namun ia cukup beruntung karena obrolan mereka tidak sampai mengarah ke sesuatu yang bisa membuat pria itu curiga padanya.

Meski pada akhirnya ia tak ambil pusing, karena ia percaya pria ini bukan tipe posesif yang akan bertanya seolah menginterogasi.

Bunga-bunga cinta mulai bermekaran di hatinya. Menunggu saat dimana ia akan memetiknya dan menikmati aroma harumnya. Dan setelah dua minggu naik bus bersama-sama, hari ini, pria itu menawarkannya sesuatu sebelum dia turun dari bus.

"Kebetulan besok hari minggu, bagaimana kalau kita jalan-jalan ke karnaval?"

Seumur hidupnya, Chisa belum pernah sekalipun ke karnaval. Apalagi yang mengajaknya ialah pria tampan yang sudah mencuri hatinya. Tanpa pikir panjang, ia pun mengangguk.

CLEMENTINE'S ONE SHORT STORYWhere stories live. Discover now