Ketika Kuchisake Onna Jatuh Cinta [ Part D ]

4 0 0
                                    


Hari itu adalah hari pertama hidup baru bagi Chisa. Kini ia berusaha tampil normal dengan membiasakan dirinya untuk memperindah rambutnya. Ia pun memakai kontak lens lagi berwarna gelap untuk menutupi warna matanya yang putih pucat menyeramkan, ia berusaha tampil ceria, menarik dan menyenangkan dibalik masker tebal barunya yang tak pernah ia lepas.

Ia pun berusaha melakukan kebaikan pada siapapun. Seperti membantu kakek-kakek cacat berkursi roda untuk menyebrang jalan, membantu anak tersesat yang terpisah dari orang tuanya, juga membantu seorang gadis kecil yang kucingnya terjebak diatas pohon. Hari itu untuk pertama kalinya Chisa merasakan cahaya di hatinya yang sudah lama tak pernah berpendar.

Ia pun kini bekerja sebagai penjaga sebuah toko buku kecil di pinggir jalan. Sembari bekerja, ia menikmati waktu istirahatnya dengan membaca salah satu seri novel berjudul 'when the demons become an angels'. Pernah suatu hari bosnya bertanya kenapa Chisa selalu memakai masker saat minggu pertama Chisa bekerja.

"Saya mengalami kecelakaan minggu lalu hingga pipi saya robek. Saya harus selalu memakai masker agar orang-orang tidak terganggu dengan penampilan saya selama masa pemulihan," jawab Chisa.

"Baiklah saya mengerti, karena itu sebaiknya jangan terlalu memaksakan diri selama bekerja disini ya." Si bos muda yang bernama Satoshi berujar dengan ekspresi menyenangkan. Tanda bahwa ia bisa memahami kekurangan Chisa saat ini. Si bos pun bahagia bisa mempekerjakan Chisa karena ia karyawati yang rajin dan ramah pada para pengunjung, sekalipun belum pernah ada yang melihat sesuatu yang tersembunyi di balik masker tebal itu.

Di tempat ia bekerja, Chisa sudah memiliki dua teman baru sesama pegawai di toko buku itu, yaitu Kyoko dan Miku. Mereka sering bermain bersama sepulang kerja, entah itu di kafe, ataupun di taman. Mereka bahkan sering main di pusat perbelanjaan setiap akhir pekan.

"Chisa-chan, hari ini menyenangkan ya," ujar Miku. Saat itu mereka bertiga baru saja pulang dari Akihabara membeli handphone baru.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau hari ini tidak membeli sesuatu?" tanya Kyoko pada Chisa.

"Emmm aku sedang ingin menyimpan uangku, ada hal lain yang ingin kubeli nanti," jawabnya.

"Ya sudah kalau begitu, paling tidak kau kan tidak seboros Miku-chan," ledek Kyoko.

"Huft, apa sih? aku kan hanya membeli HP. Lagipula HP lamaku sudah rusak," balas Miku mencoba beralasan.

"Kau memang tidak pernah awet ya tiap kali memakai sesuatu," ledek Kyoko lagi.

"Berisik!" bentak Miku cemberut. Chisa hanya menahan tawa melihat tingkah lucu kedua sahabatnya itu.

Dalam hatinya Chisa bersyukur. Ia masih diberi kesempatan untuk menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan bersama orang-orang terdekatnya. Sesuatu yang jarang sekali dirasakannya sejak kecil bahkan sebelum peristiwa buruk yang membuat wajahnya menjadi seperti ini.


***

Suatu hari si bos sedang keluar kota selama dua minggu, sehingga di toko buku itu hanya ada Chisa dan dua karyawati lainnya. Saat Chisa tengah bersih-bersih di luar toko, ia mendengar suara seorang wanita menjerit. Ternyata ada sebuah kereta bayi meluncur ke tengah jalan ketika sebuah truk melaju kencang kearahnya.

Dengan sigap, Chisa berlari menyambar kereta bayi itu. Tepat sepersekian detik sebelum truk itu menghantam mereka berdua. Si bayi selamat, namun Chisa jatuh terpeleset. Selama beberapa saat, ia tak sadarkan diri. Namun akhirnya ia mencoba berdiri untuk memastikan si bayi baik-baik saja.

Namun saat ia menggendong si bayi, masker yang ia kenakan terlepas. Membuat orang-orang bisa melihat jelas bekas luka robek mengerikan itu di kedua pipinya.

"Bayiku! Bayiku!" ujar si ibu bayi sembari mengambil bayinya dari gendongan Chisa secara paksa.

"Kembalikan bayinya, jelek!" ujar beberapa pria di kerumunan itu.

"Ak-aku-aku hanya mencoba membantu," ujar Chisa gelagapan. Kerumunan itu semakin riuh dengan caci maki yang ditujukan pada Chisa.

"Hiii ada si buruk rupa."

"Coba lihat wajahnya, mengerikan sekali."

"Pergi dari sini, monster!"

Dan masih banyak kata-kata tidak mengenakkan lainnya dari orang-orang yang tidak punya hati itu. Bahkan salah satu dari mereka sempat mendorong Chisa hingga ia terkapar lagi. Kembali, Chisa berurai air mata tatkala ia mendengar kata-kata pedas dari mereka yang mencibir kekurangannya. Dan saat Chisa mencoba berdiri kembali, ia merasakan seperti ada yang memeluknya dari belakang dan mencoba membantunya berdiri.

"Memangnya apa yang salah dengannya?! apa kalian kira bekas luka kecil itu adalah masalah besar?! dia hanya mencoba untuk hidup seperti kalian, membaur seperti kalian, merasakan keceriaan seperti kalian, bebas dari cibiran seperti kalian. Dia berhak ituk itu. Bagaimana perasaan kalian jika kalian berada di posisinya?!"

Pria yang membantu Chisa berdiri membentak kearah kerumunan yang mengejek Chisa. Chisa mengenal suara itu, suara yang sudah lama ia rindukan sejak empat bulan lalu. Suara dari pria yang dulu pernah mengisi kekosongan hatinya. Chisa mulai menutup bibirnya, tangisannya semakin pecah ketika menyadari, orang yang berusaha ia lupakan kini muncul kembali.

Si pria tampan misterius berjaket putih.

Seketika kerumunan itu terdiam, tertunduk sesaat sebelum akhirnya membubarkan diri. Begitu pula dengan ibu dari si bayi, rasa bersalah tercetak jelas pada ekspresi wajahnya. Keadaan di jalan itu perlahan kembali seperti semula. Sementara si jaket putih masih membantu Chisa.

"Nona cantik, kau baik-baik saja?" yang ditanya malah mendorong pria itu dan berlari masuk ke dalam toko buku. Lalu sesaat kemudian ia pergi membawa tas dan jaket biru mudanya. Ia berlari meninggalkan tempat itu dengan masih berurai air mata.

"Chisa-chan! kau mau kemana? Chisa-chan!"

Tidak digubrisnya panggilan Kyoko dan Miku. Hari itu Chisa pulang lebih awal untuk meredakan sakit hatinya meninggalkan kedua sahabatnya, juga si pria berjaket putih.


BERSAMBUNG KE PART E

CLEMENTINE'S ONE SHORT STORYWhere stories live. Discover now