PART 8

101K 9.5K 658
                                    

8

Hujan deras mengguyur bumi secara rutin selama beberapa malam ini dan setiap malam itu juga Dean selalu datang, lewat jendela Lucy disaat orang-orang sedang terlelap. Lucy masih ketakutan dengan kejadian di sekolahnya baru-baru ini. Setiap kali melihat Dean dia akan membayangkan bahwa Dean lah pelakunya.

Di tempat tidur itu Dean menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Sementara Lucy duduk di pangkuan Dean, menyandarkan kepalanya di dada Dean, membaca majalah minggu ini dengan perasaan tak tenang, dan mendengar degup jantung Dean yang sangat normal. Berbeda dengan degupan jantungnya. Setiap seruan yang Dean lontarkan tak bisa dia tolak. Meski cowok itu tak punya pikiran untuk memaksa, tetapi bagi Lucy setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah sebuah paksaan yang jika tak Lucy turuti akan berakibat fatal kepadanya.

"Kenapa lo selalu takut sama gue?" tanya Dean.

Lucy menjatuhkan majalah yang dia baca. Pada akhirnya dia tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Dean. "Karena lo nyeremin."

Satu detik setelah mengatakan itu, Dean langsung menarik rahangnya. Wajah Lucy menghadap ke Dean dalam jarak dekat. "Bilang sekali lagi." Dean melihat mata Lucy yang berkaca-kaca. "Gue ... kenapa?"

"Maaf." Lucy memeluk Dean berharap dengan begitu Dean tak akan memarahinya.

"Nggak nyeremin versi lo kayak gimana?"

Lucy menggeleng-geleng di bahu cowok itu. "Menurut gue aja. Pikiran gue selalu tersugesti kalau lo itu orang yang nggak boleh dianggap sepele."

"Apa karena kesan pertemuan pertama?"

"Y—ya."

"Kalau gitu, gimana caranya?"

Kepala Lucy mundur dan memandang mata Dean yang dingin. "Cara apa?"

Dean menghela napas. "Supaya lo nggak ngelihat gue kayak monster lagi?"

"Jangan suka ngancem." Bibir Lucy bergetar. "Jangan suka natap gue kayak ... sekarang." Lucy menunduk dengan senyum paksa. "Nggak bisa kan? Tatapan lo udah dari sananya. Nggak bisa diubah, ya?" Lucy meremas kaos Dean tanpa sadar, mencari pelampiasan agar dia bisa menahan tangis. "Dan... please berhenti datang ke kamar gue. Gue khawatir suatu hari nanti mama papa gue tahu dan itu bukan hal baik. Bisa-bisa— jadi bencana buat kita."

Dean tidak mengatakan apa pun. Hanya embusan napasnya yang terasa di wajah Lucy karena posisi mereka yang dekat. Lucy semakin takut jika Dean sudah tidak mengucapkan satu kata pun.

"Dan... gue mau tanya sekali lagi." Lucy menggeleng, berusaha menghentikan dirinya sendiri untuk tidak meneruskan kalimatnya. "Gue inget cowok itu sering ganggu gue. Ma... maksud gue. Kalau mayatnya diperkirakan udah meninggal beberapa hari yang lalu, itu artinya...." Lucy menangis. "Itu...."

"Apa?"

"Apa bukan lo...." Lucy berusaha menutup bibirnya. "Apa bukan lo yang berantem sama dia?"

"Nuduh gue?" tanya Dean, membuat tubuh Lucy merinding ditambah tatapan itu. Lucy menunduk dengan bibir bergetar hebat.

"Enggak. Cuma...."

"Nuduh gue, kan?" tanya Dean sekali lagi. Cowok itu menarik kepala Lucy, menyandarkannya di dada, lalu mengusap rambutnya dengan gerakan lembut. "Gue emang berantem sama dia di belakang sekolah, tapi gue nggak tahu gue ninggalin dia dalam keadaan udah nggak bernyawa."

Lucy menahan isakan.

"Itu hukuman buat siapa pun yang ganggu milik gue." Dean mengangkat wajah Lucy menghadapnya dan menghapus air mata Lucy di pipinya. "Satu lagi. Bukan salah gue kalau dia mati. Dia mati karena udah waktunya, kan?"

Lucy semakin menangis.

Bagaimana bisa Dean mengatakan semua kalimat itu tanpa merasa bersalah?

"Jadi, nggak perlu takut. Gue nggak semenyeramkan itu," tambah Dean sembari menatap jendela berkaca kamar Lucy. "Bentar lagi hujannya reda." Tatapannya beralih ke Lucy yang masih menangis kecil. "Tapi gue nggak akan mau pergi kalau lo nggak berhenti nangis juga."

"Gue udah nggak nangis." Lucy menggeleng-geleng.

"Masih."

"Ini sisa air mata ta... tadi."

"Bukan."

Lucy menunduk. "I... iya, kok."

Baru saja bunyi jam dinding menandakan sudah tepat pukul jam 12 malam. Hujan belum berhenti, tetapi masih ada gerimis.

"Gue bakalan pulang jam 4 subuh," kata Dean dan Lucy tak bisa membantah.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Deal with A Possessive BoyfriendWhere stories live. Discover now