PART 14

74.1K 6.4K 336
                                    

14

Pria suruhan Daren berhenti di depan pintu vila yang tertutup. Pintu itu itu tidak terkunci sehingga dia memutuskan untuk segera memasukinya. Dia tak menemukan apa pun selain ruang demi ruang yang ditinggalkan tanpa jejak berantakan.

Satu hal yang dia ketahui bahwa tempat itu memang baru saja ditinggalkan oleh orang lain. Keran di wastafel tidak tertutup rapat sehingga akan ada tetes air yang jatuh tiap beberapa detik.

Dia menelepon Daren. "Halo, Bos. Sepertinya, mereka baru saja pergi."

***

Mobil Dean sudah berhenti agak jauh dari rumah Lucy. Malam itu mereka baru tiba setelah perjalanan jauh dan juga beberapa kali berhenti untuk istirahat dan makan. Dean bersikeras untuk menemui papanya meski Lucy sudah memperingati tidak mungkin akan berjalan lancar. Lucy sudah menghilang beberapa minggu. Pergi tanpa kabar dan Lucy pun tak yakin Zeline dan yang lain tak akan mencurigai Dean lah pelaku di balik semua ini.

Lucy khawatir akan terjadi sesuatu kepada Dean. Tidak mungkin juga Dean bisa lolos dari tangan papanya Lucy jika mereka bertemu. Dean hanya ingin minta maaf, tetapi maaf saja tak cukup untuk membuat kedua orangtua Lucy melupakan semuanya.

Dean sudah siap menerima risiko sebesar apa pun itu. Maka Lucy memutuskan untuk menuruti keinginan Dean. Lucy membuka pintu yang tak terkunci sementara Dean masih berdiri di ambang pintu sedang mengamati rumah Lucy yang masih terjangkau matanya.

Lucy memanggil mama dan papanya. Tak lama mamanya muncul sambil menutup mulut saking terkejutnya. Lucy segera menghambur ke pelukan mamanya.

"Maaf udah bikin Mama khawatir," bisik Lucy sambil menangis, rindu.

Mamanya tak bergerak. Tatapannya hanya memandang Dean lurus-lurus. Tatapan marah dilemparkannya kepada Dean. Dia tidak melakukan apa-apa selain berdiri di tempatnya dan masih dipeluk oleh Lucy.

"Lucy, kamu pikir Mama akan luluh dengan menangis seperti itu?" Mama tersenyum sedih. "Kamu udah bikin Mama dan Papa khawatir, tapi kenapa kamu bawa orang itu ke sini?"

Lucy merenggangkan pelukannya dan memandang mamanya dengan sendu. "Mama, Dean mau minta maaf."

"Minta maaf?" tanya mama tanpa suara. Diperhatikannya Dean yang menunduk, lalu berjalan mendekat. Mama duduk di kursi memijit pelipisnya sambil menangis. Dia tidak ingin melihat pelaku penculikan anaknya. "Pergi kamu dari sini! Setelah apa yang kamu perbuat ke anak saya, nggak sepantasnya kamu muncul. Terus apa itu? Minta maaf?"

"Mama...." Lucy berlutut di hadapan mamanya dan menggenggam kedua tangannya. Dia tidak tega melihat Dean kini hanya diam. Padahal cowok itu sangat bertekad untuk meminta maaf. "Dean cuma minta maaf, Ma. Dean ngaku salah."

"Otak kamu habis dicuci, ya, sama dia?" tanya mama tak habis pikir.

Lucy menggeleng-geleng sambil menangis. "Mama jangan nangis."

Dean hanya diam. Saat berdiri di hadapan mamanya Lucy langsung dan ingin meminta maaf, lidahnya justru kelu. Dia mundur ke ambang pintu dan saat itu juga bajunya ditarik dari belakang. Dean tersungkur ke lantai, diikuti pukulan bertubi-tubi yang mengenai wajahnya.

"Kamu! Berani-beraninya kamu muncul di hadapan saya, Bajingan!"

"Papa!" Lucy menangis melihat Dean dipukuli tanpa bisa melawan. Cewek itu berlari menghampiri papanya dan berusaha menjauhkannya dari Dean, tetapi tenaganya tak kuat. Dia mendekati Dean dan memeluk kepala Dean yang penuh darah karena darah yang keluar dari hidungnya.

"Papa jangan pukul Dean. Dean nggak salah!" teriak Lucy dan membuat papanya berdiri kaku menatap anak perempuannya yang justru membela penyebab dirinya dan istrinya frustrasi selama berminggu-minggu.

"Apa ... katamu?" tanya papanya tak habis pikir. Melihat Lucy menangis semakin membuat papanya terkejut.

"Dean udah niat minta maaf!" Lucy terisak. "Dean juga nggak sepenuhnya salah. Aku yang mutusin buat pergi bareng Dean. Aku yang mutusin buat nggak balik-balik ke sini. Aku yang bahkan mutusin sendiri buat terus bareng Dean."

"Lucy ... kamu...." Papa tak bisa berkata-kata dan memegang kepalanya yang terasa berdenyit-denyut. Dia mendekati dua remaja itu dan menarik Dean, memisahkannya dari Lucy yang menangis tak ingin dipisahkan.

"Mama, bawa Lucy ke kamarnya!" seru papa sambil memaksa Dean keluar dari rumah itu dan kembali memberikannya pelajaran.

Papa mendorong Dean ke tanah. Dia tak peduli lagi dengan omongan-omongan tetangga esok hari. Semua juga sudah tahu bahwa Lucy hilang karena pergi bersama seorang cowok. Entah bagaimana mereka semua tahu. Sudah pasti karena ada yang melihat hari terakhir sebelum Lucy dinyatakan menghilang.

"Kamu apakan anak saya sampai dia jadi seperti itu?" tanya papa sambil menarik kerah kaos Dean.

"Kalau saya terus dipukuli, apa Om akan memaafkan saya?" tanya Dean polos.

"Berani-beraninya kamu...." Papa menampar keras pipi Dean. Lagi, di tempat yang sama sementara Dean tidak melawan. Dean membiarkan dirinya dipukuli, membiarkan wajahnya tidak mulus lagi. Baginya itu adalah hukuman setimpal dan Dean mengharapkan sesuatu yang mustahil; setelah ini papanya Lucy akan memaafkannya.

Seperti apa yang selama ini Daren lakukan kepadanya; memberikannya siksaan sebagai bentuk penerimaan kata maaf dari Dean.

"Itu nggak bakalan mungkin terjadi. Mulai hari ini, pergi dari hidup Lucy. Saya nggak akan membiarkan kamu muncul di hidupnya lagi. Sampai kapan pun itu."

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Deal with A Possessive BoyfriendWhere stories live. Discover now