PART 25

64.5K 5.2K 587
                                    

25

"Lucy.... Lucy!" Dean terus memanggil Lucy yang mengamuk. "Lucy jangan gini!"

"Pergi! Pergi! Menjauh dari aku, pembunuh!" Lucy terus memberontak dan membuat Dean semakin bingung.

Tiba-tiba saja Lucy terisak saat bangun membuat Dean juga terbangun dari tidurnya dan saat Dean bertanya kenapa, Lucy terus memukuli dada Dean sambil sesenggukan menganggapnya pembunuh.

Lucy baru saja mimpi buruk.

Dan Dean semakin khawatir dengan itu.

"Lucy...." Dean menahan kedua pergelangan tangan Lucy, tetapi kedua kaki Lucy terus menendang. Dean terpaksa mengambil tali pinggangnya yang berada tak jauh darinya dan mengikat kaki Lucy. Kemudian dipeluknya Lucy agar tak banyak bergerak lagi dan hanya akan melukai dirinya sendiri dan bayi mereka.

"Pergi! Kamu nggak boleh nyakitin mereka. Kamu nggak boleh nyakitin anak-anakku. Kamu nggak boleh!" Lucy terisak di pelukan Dean. Suaranya memelan bersamaan dengan gerakannya yang melemah. "Jangan sakitin mereka. Hiks...."

"Lucy.... Lucy, ini aku." Dean mendorong Lucy pelan dan mengarahkan wajah Lucy agar memandangnya. "Aku nggak ngapa-ngapain mereka. Lihat, kan? Mereka baik-baik saja. Kamu baru saja mimpi buruk, ya?"

Lucy menunduk dan memegang perutnya sambil sesenggukan. "Belum, kan? Iya, kan?" gumam Lucy parau.

Dean menarik selimut untuk menyelimuti Lucy, lalu membawa Lucy ke pelukannya. Lucy sudah tidak memberontak seperti tadi, tetapi dia masih menangis.

Dean tidak mengerti kenapa Lucy sebenci itu kepadanya. Padahal Dean sudah tidak pernah menyenggol sahabat-sahabat Lucy lagi. Padahal hari saat dia menggendong Lucy karena keguguran, Lucy masih mengutarakan cinta kepadanya. Saat itu juga Dean berjanji untuk tidak menyentuh teman-teman Lucy lagi.

Hari terakhir dia melihat Lucy sebelum dia ke Jepang, Lucy juga menangis mengejarnya. Seolah-olah Lucy sangat ingin bertemu dengannya karena rindu dan tidak ingin berpisah lagi.

Jika saja hari itu Dean ingin menyingkirkan Haikal, maka Dean akan berani melakukan itu. Namun, dia sadar Lucy akan sangat membencinya jika itu sampai terjadi.

Dean memang bisa menyanggupi untuk tidak menyentuh teman-teman Lucy, tetapi untuk melepaskan Lucy begitu saja Dean tidak akan melakukan itu.

Karena Dean sangat menyayanginya.

Lucy masih terisak di pelukan Dean tanpa bicara apa pun lagi. Dean mencium puncak kepala Lucy, lalu menghela napas panjang.

"Kalau kita nggak ditakdirkan buat bersama, kenapa waktu itu kita ketemu?" bisik Dean dan tak ada balasan apa pun dari Lucy. Dean bicara sendiri. "Aku cuma tahu kalau kamu adalah seseorang yang tepat untukku sampai kita tua."

"Aku bahkan sudah menerima anak-anak kita dan ingin merasakan bagaimana definisi bahagia dari adanya keluarga kecil seperti yang kamu katakan selama ini." Suara Dean serak. "Aku ... mau merasakan menjadi suami dan seorang ayah seutuhnya."

***

Dean hanya bisa merenung menatap Lucy dari jauh. Kata dokter, Lucy banyak pikiran dan agak terganggu dengan sesuatu sampai membuatnya stres.

"Jaga aja jangan sampai ke depannya makin drop," kata dokter pagi tadi. "Kemungkinan juga dia terlalu memikirkan sesuatu yang berat sampai membuatnya seperti ini. Mentalnya harus diperhatikan baik-baik jangan sampai berdampak ke janinnya juga."

Dean mengingat perkataan dokter dan memikirkan seberapa besar kesalahan yang dilakukannya selama ini kepada Lucy.

Selama ini Dean tidak membiarkan Lucy keluar dari kamar karena khawatir Lucy akan kabur. Selain itu, Dean juga takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkannya di luar sana. Yang Dean pikirkan hanyalah keselamatan Lucy untuk selalu ada di sisinya. Kamar ini lah satu-satunya tempat yang bagi Dean adalah tempat teraman bagi Lucy.

Deal with A Possessive BoyfriendWhere stories live. Discover now