13. How To Say Yes (II)

36 5 1
                                    

Adimas dan Kirana selalu bersama-sama sejak lahir.

Sedari kecil, Kirana selalu menjadi cewek pemberani. Ia tak gentar mengacungkan tinju melawan anak-anak lelaki yang sewaktu itu mengejek Adimas dengan sebutan 'si pipi bakpau' hingga cowok itu menangis.

Suatu hari saat kelas tiga SD, Kirana pernah tak sengaja mengompol di kelas. Dan Adimas yang memang selalu menjadi teman sekelasnya, mau tak mau menemani Kirana berjalan kaki pulang ke rumah. Gadis itu tidak menangis, tapi ia terus membujuk Adimas di sepanjang jalan supaya pindah ke sekolah lain mulai besok.

Hubungan keduanya sangat dekat bagaikan saudara. Sampai suatu ketika, Adimas mulai merasa ia tidak akan bisa lagi menganggap Kirana sebagai adiknya.

"Apapun keputusanmu, Mas cuma bisa mendoakan yang terbaik," Mas Raka memungkas percakapan di telepon. "Mas mau siap-siap kuliah. Kamu cepat istirahat. Jangan lupa, minta pertolongan sama Allah tiap salatmu!"

"Baik, Mas..." jawab Adimas, singkat.

Walaupun ia yakin tidak akan bisa tidur. Terlalu banyak hal berpusar dalam benaknya. Sembari berbaring, ia menyangga kepala dengan sebelah lengan dan menatap langit-langit. Mencerna perkataan kakaknya baik-baik.

Banyak orang berkata, perasaan itu berpusat dari hati.

Di masa lalu, Adimas menentangnya. Menurutnya, otaklah yang memegang peranan. Bukan karena ia anak jurusan sains. Sederhana saja. Perasaan benci, kagum, sedih, marah dapat muncul karena indera kita mendapat rangsangan yang menjadi pemicu otak untuk mengirimkan sinyal bagi hormon tertentu.

Mustahil kita akan menyukai sesuatu yang tidak menyenangkan.

Tetapi prinsip itu bubar jalan saat Adimas memasuki masa pubertas. Tak tahu apa sebabnya, debaran kencang timbul setiap kali berada di dekat Kirana, juga mata yang tanpa bosannya mengekor kemanapun gadis itu melangkah.

Mulanya sulit sekali bagi Adimas mengakui, bahwa di dalam tubuhnya, senyawa dopamine, adrenaline dan serotonin telah bersekutu merundung pertahanannya.

Sama sekali tidak terdefiniskan logika.

Adimas tidak mengerti. Dari semua objek menyenangkan, kenapa otaknya memilih Kirana?

Orang lain bisa saja menganggap Kirana cantik dan menggemaskan. Tapi apa mereka tahu kalau Kirana itu sangat annoying? Sudah manja, seenaknya, pemalas lagi. Ternyata rasionalitas tak berlaku kalau kita jatuh cinta.

Adimas memejamkan mata, bibirnya mengulas senyum. Sebuah selimut ditarik hingga menutup lehernya. Perasaannya berangsur tenang karena sudah menemukan jawaban. Benar kata Mas Raka. Kesempatan mungkin tidak akan datang dua kali.

***

Perasaan Kirana sangat buruk.

Dua hari lagi, pameran seni akan resmi di selenggarakan selama satu minggu. Ragam karya yang ditampilkan terbagi dua, yaitu studi intermedia dan studi dwimatra.

Seni rupa intermedia merupakan perpaduan aneka seni termasuk teknologi digital. Misalnya, melukis cahaya menggunakan kamera canon 600D atau melukis binatang menggunakan aplikasi 3Dmax. Sementara studi dwimatra berarti seni menggunakan media bidang datar yang mempunyai ukuran panjang dan lebar.

Selain pembukaan, rencananya hari pertama pameran diikuti tour bersama oleh tim kuratorial dan masyarakat sekitar.

Seharusnya Kirana hadir di kampus sejak minggu lalu, membantu rekan sejurusannya menata galeri pameran. Tapi gadis itu belum siap bertemu sang mantan. Lagipula, kalau memang ia harus pindah, lebih baik tidak usah bertemu Bobby lagi untuk selamanya. Lebih aman bagi kesehatan jantungnya.

"Ki, bajumu semuanya udah Mami masukan koper. Jangan sampai dibongkar lagi nanti ribet! Mami sudah siapin baju ganti dua biji di lemari. Kamu pakai aja itu!"

Duduk di balkon, Kirana memanyunkan bibir mendengar seruan mami. Sejak ba'da subuh, ibunya itu sibuk memasukkan satu persatu barang yang ada di kamarnya ke dalam kardus dan koper.

Mereka akan segera pindah esok lusa.

Rasanya masih sulit dipercaya ia akan meninggalkan tempat kelahirannya begitu saja.

Helaan napas berat terdengar. Di depan Kirana, sebuah kanvas yang masih didominasi latar putih, seakan menjadi saksi kesedihan. Cairan bening memberati mata lalu mengalir di pipi. Kirana menyusutnya perlahan menggunakan lengan piyama.

"Ki, kamu belum makan juga? Sarapan nggak. Makan siang nggak. Nggak usah sok mogok makan atuh, kita tetep bakalan pindah!" seru mami lagi, beberapa jam kemudian. Uh, si mami! Di atas kursi ayunan rotan yang menggantung, Kirana memeluk dua kakinya.

Bersamaan dengan itu, Adimas setengah berlarian menghambur ke balkon rumahnya, tanpa sempat melepas ransel di punggung.

Menurut informasi bunda, Kirana beberapa hari ini sedang melakukan unjuk rasa alias mogok mandi dan menolak pergi kemana-mana.

Napas Adimas masih kembang kempis ketika ia tiba di tembok pembatas dan melongok ke balkon sebelah. Dilihatnya Kirana sedang melamun sendirian. Wajahnya nampak sangat kuyu sekaligus lusuh.

Adimas merasa hatinya jatuh ke lantai. Ia sedih melihat Kirana tak berdaya. Dari dalam ransel, ia merobek kertas di bagian tengah bukunya asal-asalan kemudian menuliskan sesuatu, sebelum melipatnya menjadi pesawat mainan.

Dalam sekali bidikan, pesawat kertas itu pun terbang dan membentur jidat Kirana. Membuatnya tersentak kaget. Ia langsung celingukan melihat siapa pelakunya dan menemukan Adimas tengah melambaikan tangan dari balik tembok. Suasana hatinya yang sejak tadi muram, mendadak sedikit lebih baik.

"Buka..." Adimas menunjuk pesawat kertas yang terjatuh ke lantai itu.

Masih dengan kening berkerut, Kirana memungut kertas itu lalu membuka lipatannya.

Hanya ada satu kata tertulis di sana.

"Yes."

"Apa maksudnya, nih?" tanya Kirana, bolak balik menatap Adimas dan kertas di tangannya, tak mengerti.

Adimas berdehem. Rasa panas yang samar menjalar naik ke wajah. Cepat-cepat dipalingkannya pandangan ke arah lain. "Bukannya kamu ngajakin aku nikah? Itu jawabannya."

Kirana melongo. Menyaksikan raut wajah Adimas yang biasanya selalu datar itu kini terlihat mengguratkan rasa malu, benar-benar mengejutkannya.

Adimas tersipu, oh my God!

Kirana yakin matahari pasti sedang terbit dari barat. Senyum Kirana terukir sangat lebar. Dengan berseri-seri, ia mengepalkan dua tangannya ke udara lalu bersorak nyaring.

"Yes! He said yes!"

Adakah prosesi lamaran yang seaneh ini? Orang lain pasti akan bilang mereka crossgender alias gender yang tertukar.

***

Just Friend's Scenario (Mulai Revisi - On Going)Where stories live. Discover now