27. Drama di Pagi Hari (II)

27 6 0
                                    

Boleh dibilang, lantai dua merupakan kontrakan terpisah. Terlebih, sudah ada pintu yang memisahkan akses dengan lantai bawah.

Kirana menjelajahi satu persatu ruangannya.

Terdapat ruangan TV cukup luas yang berada di tengah-tengah dua kamar. Catnya memang sudah pudar, tapi masih terlihat layak dihuni setelah dibersihkan.

Kamar Medi dialihfungsikan menjadi dapur sementara. Hanya ada peralatan masak sederhana berupa kompor gas yang langsung ditaruh di atas lantai, serta panci dan wajan yang ditaruh di atas dinding.

"Dim, tiap habis makan harus langsung dicuci biar nggak numpuk. Nggak ada sink, jadi pasti nyuci segala macem bakal di kamar mandi, kan? Ingat, lantainya harus sering disikat, supaya nggak licin. "

Bunda berpesan, sambil mengeluarkan peralatan makan dari tas jinjingnya. Piring, mangkok dan gelas couple masing-masing sepasang. Berwarna pink dan dipenuhi ornamen love.

"Kapan Bunda nyiapin gituan?" Adimas mengernyit.

"Bareng Mami kemaren-kemaren," sahut bunda sambil lalu.

Sebuah gelengan Adimas lakukan, menatapi pernak-pernik lucu itu. Yang pengantin barunya siapa, yang excited nya siapa.

"Lucu banget, Bun!" puji Kirana, bersinar-sinar menyoroti hadiah peralatan makan barunya.

Adimas langsung mendengus. "Dasar cewek." Namun, walaupun mulut mengomel, ia terus mengamati pergerakan Kirana yang kini membuka pintu kamar mandi dan melongok, melihat isinya.

"Aduh...." Bahu Kirana melesak lemas.

"Kenapa?" Kuatir, Adimas segera mendekat dan masuk ke dalam kamar mandi. Meneliti sekelilingnya.

Tepat di sebelah dapur, ada kamar mandi kecil yang dindingnya sudah gompal di sana-sini. Penerangannya sangat minim, hingga rasanya kalau ada cacing ngumpet di situ, sampai beranak pinak pun sepertinya tak bakal ketahuan.

"Dim, kalo aku nggak mandi-mandi, boleh, nggak? Ini mah bisa-bisa aku keburu pingsan duluan, nggak bakalan jadi kebeletnya." Kirana merengek, wajahnya dibuat sememelas mungkin. "Lihat, coba. Ini toilet apa tempat uji nyali?"

"Nanti aku cat ulang. Terus aku ganti lampunya sama yang watt nya gede," Adimas menepuk-nepuk puncak kepala Kirana. "Sabar, ya. Lagian bukannya kamu mesti ke kampus buat ngurusin pameran? Dari sini ke kampus deket. Jalan kaki juga bisa."

Kirana melenguh sedih. Bunda yang merasa penasaran, turut melongok dari balik bahu sang menantu.

"Bener kata Kiki, Dim, ini urgent. Tolong diduluin, beresin toiletnya, " Nada bunda menyuarakan kecemasan.

"Siap, Bun," Adimas lalu berbalik arah dan menuruni tangga. "Aku mau bantuin angkut-angkut dulu ke bawah."

Proses bongkar-bongkar barang ternyata lumayan menyita waktu. Padahal, seingat Adimas, tidak terlalu banyak yang ia bawa dari rumah. Barang-barang yang berukuran besar seperti kasur dan lemari sudah ada di ruko. Tapi ternyata printilan yang diperlukan sebuah keluarga kecil, tidak sedikit.

Adimas terpaksa bolak-balik menemani dua wanita terdekatnya berbelanja ke toko. Membeli rak piring, tempat sampah, keset, dan banyak lagi barang-barang kecil lainnya yang sebelumnya tidak terpikirkan harus ada.

Alhasil, menjelang magrib, mereka semua baru bisa beristirahat. Spesial di hari itu, bunda yang menyiapkan makan malam untuk seisi ruko, termasuk Medi dan Yasser. Sembari duduk lesehan di atas lantai, membentuk lingkaran kecil, mereka menyantap beberapa menu hasil olahan bunda dengan lahap.

"Masya Allah, nikmat mana lagi yang kita dustakan. Tante, nikmat banget makanannya. Sering-sering aja nengokin anak kosan kayak kita-kita, Tan..." Medi mengucapkan banyak terima kasih dengan mulut sibuk mengunyah.

Bunda tertawa-tawa mendengarnya. " Insya Allah..."

"Alhamdulillah, makasih banyak loh, Tante, " Yasser menambahkan.

Sementara itu, Adimas menyempatkan bertukar obrolan dengan Kirana, mengingat besok ia akan mulai sibuk membuka stand di depan pameran kampus sambil melakukan promosi toko onlinenya.

"Grand Openingnya kan besok pagi. Yasser dan Medi kebagian jaga toko di sini. Aku dan Kang Fajri bakal stay di kampus. Bunda juga mau pulang dulu ke rumah, beresin pesenan kue. Nah, kamu jangan keluyuran kemana-mana. Diem aja di atas. Jangan lupa kunci pintu. Kalau mau makan, go food aja." Adimas mencerocos panjang lebar, yang direspon muka tak percaya dari Kirana.

"Ribet amat, sih, Pak, " gumamnya.

Ting! Notifikasi pesan masuk terdengar di ponsel Kirana. Di sela suapannya, ia menyempatkan melirik dan membaca isi pesannya. Lalu mendadak, ia terbatuk-batuk dengan hebohnya.

Ki, besok kamu wajib ke kampus. Bakal ada prof Smith. Aku tunggu.

-Bobby-

***







Just Friend's Scenario (Mulai Revisi - On Going)Where stories live. Discover now