30. Unperfect Rhyme

39 2 0
                                    

"Tunggu di bawah sebentar, Yang. Aku mau tutup acara."

Kirana membeku. Muncul lipatan-lipatan kecil di keningnya. Suara rendah dan dalam lelaki itu biasanya mampu menyemai kupu-kupu di perutnya, tapi kali ini berbeda. Sebuah delikan tajam ia alamatkan pada Bobby, meski bibirnya tak mengatakan apa-apa. Tangannya yang menggenggam buket bunga sedikit bergetar.

Kirana menunduk lalu berbalik, menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Sorak sorai para penonton yang menyaksikan bagaimana Bobby mendekat dan membisikkan kalimat-kalimat rahasia di telinga Kirana, hanya membuat gadis itu bertambah murka. Perasaannya seperti sedang dipermainkan. 

Sesampainya di bawah, Kirana tidak menggubris tepukan teman-teman yang bersarang di bahu sebagai bentuk support, termasuk suara Debby yang memanggilnya. 

"Eh, Kiki, mau ngelayap kemana lagi, lo?!"

Kirana terus melangkah cepat keluar aula, seiring suara Bobby menutup jalannya acara. "See you in the next event!"

"Dia pikir, dia siapa!" dumel Kirana, berusaha keras tidak mengerjapkan mata supaya cairan bening yang menggenang di sana tidak luruh. Namun, ternyata usahanya gagal. Satu persatu, air matanya menderas laksana gerimis. Segera, ia mengusapnya dengan punggung tangan. Emosi terasa melesak di dada, tak terkendali. 

Saking galaunya, Kirana tidak menyadari sudah melewati stand  dimana Adimas sedang duduk termenung sendirian di kursi bakso dengan kepala mengarah pada bumi. Kang Fajri masih belum kembali dari istirahat makan siangnya. Diam-diam, Adimas setengah berharap, mudah-mudahan Kang Fajri akan lebih lama kembali. Sungguh, ia masih ingin sendiri. 

Sekitar beberapa belas meter dari tempat Adimas berada, tepat di belokan, Bobby berhasil meraih satu tangan Kirana dari belakang. Rupanya ia datang berlarian.

"Yang, kamu masih marah?" Mengabaikan napasnya yang tersengal, Bobby bertanya sembari menunduk menatap lekat gadis berhijab di hadapan. Lalu, ia terkesiap mengetahui wajah Kirana sudah basah. Hatinya serasa diremas-remas."Loh, kamu nangis? Maaf, aku minta maaf!" serunya, lalu menyusut cairan bening di pipi si gadis, selembut mungkin.

"Andai aku tahu kamu bakal semarah ini, pasti aku bakal langsung cari kamu kemarin-kemarin. Peduli amat sama event. Maaf, Yang, maafin aku...!" Seraya meremas erat bahu Kirana, sorot mata Bobby terlihat dipenuhi penyesalan.

Kirana mengangkat wajah dan balas menatap Bobby. Segala perhatian dan tindak-tanduk pria itu entah kenapa malah membuat sedu sedannya makin mengencang. Hatinya sakit sekali. 

Kirana bahkan tak sempat mengelak waktu Bobby membenamkan kepalanya dalam pelukan. Terbawa suasana, Kirana meluapkan segala kesedihannya. Meski sedang memegang buket, dua tangannya tanpa sadar balas mencengkram kuat-kuat bagian belakang jas cowok itu. Semua kenangan manis selama tiga tahun ke belakang, berkelebatan. Susul menyusul dalam ingatan.

Ya...tiga tahun. Mereka sudah bersama selama itu.

"Maaf..." bisik Bobby berulang-ulang. Tangannya mengusap lembut bagian belakang kepala Kirana. "Aku nyesel, Yang..."

Selama beberapa lama, kecuali isak lirih Kirana, tidak ada yang mengatakan apa-apa. Seolah keduanya fokus menyelami perasaan masing-masing.

"Udah nggak sedih lagi, kan?" Bobby tersenyum manis, sengaja memundurkan wajahnya untuk menatap Kirana yang tangisannya kini sudah reda sepenuhnya.

"By the way... i have something for you."

Usai bicara begitu, Bobby meraih buket bunga Kirana kemudian mengeluarkan sesuatu dari bagian tengah kumpulan bunga primrose. Sebuah kotak beludru kecil pun muncul  ke permukaan. 

Just Friend's Scenario (Mulai Revisi - On Going)Where stories live. Discover now