Part 4. Erina's Heroes

442 81 3
                                    

______________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

______________________

Dada kembang kempis, mulut menganga, dan pandangan melebar adalah reaksi tubuh Erina detik ini. Otaknya pun roaming memproses apa yang baru saja Arga lakukan padanya. Ia terdiam seperti itu untuk sesaat hingga suara menggelegar Raka menyambar indra pendengaran. Menarik kesadarannya kembali ke tanah.

"Arga!"

Sejurus kemudian, kepala Erina bergerak ke arah dua lelaki dekat meja makan. Ia dapat melihat wajah tegang Raka meskipun dari sisi samping. Kakak angkat pertamanya itu mengambil lima langkah lebar mendekati Arga. Arga sendiri tersenyum sinis sebelum meliriknya.

"Apa?" tantangnya.

"Minta maaf," sahut Raka dingin.

"Ke dia?" Telunjuk dan mata Arga mengarah ke Erina, lalu kembali menatap Raka dan berkata, "Ogah!"

Erina menangkap gerakan bibir Raka yang tertahan karena melihat Arga beranjak segera.

"Diam di situ!" cegah Raka saat kaki Erina akan bergerak.

Saat lelaki itu berlari kecil ke arah pintu belakang, Erina mengayunkan kaki untuk pergi. Namun, ia terpeleset dan jatuh terduduk. Jeritan spontannya membuat Raka mengambil langkah kaki cepat mendekatinya.

"Ya, ampun, Erina!" seru lelaki itu saat melihatnya meringis sambil sedikit memiringkan tubuh. Lengan kanannya ia gunakan untuk menahan beban tubuh.

Erina mendongak, memberikan tatapan melas ke lelaki berwajah agak bulat itu. "Sakiit," rengeknya, lalu kembali mendesis sembari mengusap-usap pantat menggunakan tangan kiri. Sepertinya, ia kuwalat karena tidak menuruti ucapan Raka tadi.

"Kamu!" Raka membalas tatapan Erina dengan sorot gemas.

"Tolong ...!" Erina mengulurkan kedua tangan ke atas. Persis seperti anak kecil meminta gendong papanya.

Erina cemberut saat Raka justru menurunkan kedua lengannya. Ia sudah berpikir jika kakak tersayangnya itu menolak untuk membantunya berdiri. Bersamaan dengan isi pikiran itu, Raka mengusap kedua sisi wajahnya yang masih basah menggunakan sebuah handuk kecil. Gerakan itu berlanjut ke dahi, lalu berakhir di atas kepalanya.

"Pelan-pelan." Raka menarik tangan kiri Erina untuk mengalung ke lehernya setelah meletakkan handuk kecil di atas kepala gadis itu.

"Nggak bisa bangun sendiri?" Tiba-tiba muncul sindiran dari perempuan berkacamata yang membingkai netra tuanya. Membuat kepala Erina maupun Raka menoleh.

Erina langsung mendorong tubuh Raka menjauh, lalu berusaha berdiri sendiri. Sesekali dirinya meringis karena pantatnya masih nyut-nyutan. Pergelangan kaki kirinya juga terasa nyeri, terutama saat untuk menapak lantai. Waah! Pasti kakinya sungguhan terkilir.

Ya, Tuhan ... cobaan apa lagi ini? Padahal nanti pukul 10.00 WIB dirinya harus sudah siap untuk diskusi pleno.

Seolah dapat membaca pikiran, Raka bertutur, "Ganti baju, terus Mas antar."

Thank You, Erina!Where stories live. Discover now