Part 7. Work Hard Play Harder

360 69 1
                                    

kanaya55

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kanaya55

___________

Hentakan musik electronic membuat seluruh indera Arga santai seketika. Konon katanya music berjenis trance ink berkemban di akhir tahun 1980-an sebagai salah satu cabang dari music dansa elektronik atau EDM. 

Suasana remang-remang di sofa tempatnya duduk, membuatnya mudah mengawasi lantai dansa. Para lelaki dan perempuan berbaur dan bergesekan terhanyut dalam irama musik yang menghentak dan menghipnotis ini. Kakinya menghentak-hentak tak sabar untuk ikut turun bergabung bersama di lantai dansa. Belum sempat dirinya bergerak, ia sudah dikejutkan oleh seseorang. 

"Arga sayang," sapa seorang perempuan berpakaian seksi dengan belahan dada rendah yang langsung menghambur ke pangkuan Arga membuatnya kaget. 

"Halo, A, beautiful as always," kata Arga sambil memeluk tubuh perempuan dihadapannya dan menyurukkan hidungnya yang mancung ke leher wanita itu. "You smell good," gumamnya dengan bibir masih menempel di kulit mulus wanita yang disebut A itu. 

"Kamu bisa aja," kata perempuan itu lagi sambil terkikik geli. Ia kemudian menyibakkan rambut panjangnya lalu memegang dagu Arga dengan jemari lentiknya. "Kamu kemana aja sih, kangen tau." 

"Sibuk, Anya sayang. Di kantor lagi banyak kerjaan." Arga berkata lagi sambil menjawil hidung mancung perempuan yang ternyata bernama Anya tersebut. 

Anya kemudian berdiri dari pangkuan Arga, membuat dirinya harus mendongak untuk memandang keseluruhan penampilan perempuan yang cantik bak dewi itu. Dalam balutan mini dress yang gemerlap, yang hanya ditahan oleh tali yang sangat tipis di bahu yang kemudian terikat menjadi sebuah simpul di punggung. Anya memang seksi luar biasa. Perempuan itu kemudian mengulurkan tangan untuk mengajak dirinya berdansa, yang langsung disambut Arga dengan cepat. Ia kemudian mendaratkan ciuman di telapak tangan gadis itu, sebelum mengikutinya ke lantai dansa. 

Pembahasan mengenai rencana ekspansi Etoile Cafe di Bali sungguh membuat kepalanya serasa mau pecah. Walaupun sudah lima tahun bekerja, divisi R&D adalah divisi paling lama yang ditempatinya. Poernomo, papanya memerintahkan ia untuk mempelajari semua divisi secara langsung, karena dahulu sang kakak juga melakukan hal yang sama. Bedanya kalau Raka melakukannya dari level staf, sedangkan Arga langsung melakukannya pada tahap manajerial. Tentunya hal tersebut atas andil sang nenek yang tak rela cucu kesayangannya itu harus bekerja meniti karir dari bawah, sehingga Arga bisa tetap hidup enak sampai saat ini. 

Sejak kesalahan yang dilakukannya sewaktu menjabat sebagai manajer operasional yang menyebabkan keluarganya dan Board Of Directors kebakaran jenggot, Arga sekarang dalam pengawasan khusus. 

Mata elangnya mengawasi liukan pinggul Anya di hadapannya. Gila, gila, gila, bagian belakangnya perempuan itu seperti dengan sengaja sekilas menempel di pahanya. Arga suka perempuan seperti ini, sexy as a goddess, but wild as an animal. Tak seperti yang di rumah, rata depan belakang. Dahi Arga langsung berkerut mengingat Erina. 

Si Melarat itu punya julukan yang aneh buatnya, tukang mabok cap capung, how silly is that. Kalau tidak mengenal siapa yang memberi julukan itu, tentu Arga akan mengira kalau sebutan itu diberikan oleh anak sekolah dasar, bukannya mahasiswi kedokteran. Tadi pagi Erina bahkan berhasil memperalat seluruh keluarganya untuk mendesaknya mengantar gadis itu tadi pagi, sehingga ia harus mengebut untuk menurunkan gadis itu di kampus, kemudian berputar lagi agar bisa mencapai kantornya tepat waktu. Kalau gadis itu berpikir ia akan menjemputnya sepulang kuliah, tentu saja ia harus kecewa, karena Arga tak akan menjemputnya. 

Ia memilih mengabaikan sepuluh panggilan gadis itu di ponselnya, dan pergi bersama teman-temannya untuk bersenang-senang di sini, di Hell's hole. Tentu lebih menyenangkan menghabiskan malam bersama Anya yang rupawan dan seksi, daripada bersama Erina yang ceriwis setengah mati. 

Anya kemudian mengalungkan lengannya ke leher Arga. "Kok ngelamun sih," katanya sedikit keras untuk mengalahkan bisingnya musik EDM yang berdentam. 

Ah, bodohnya Arga sempat-sempatnya memikirkan Erina di kala ada bidadari yang meliuk-liuk manja di hadapannya. Ia tersenyum dan ikut berdansa bersama  Sang Ratu Pesta di hadapannya. 

*

Si melarat itu belum tidur ketika Arga tiba di rumah pukul dua dini hari. Arga bisa melihat kalau gadis itu buru-buru turun ke bawah. Mungkin Erina mengira akan menemukan dirinya pulang sambil mabuk lagi. Mengenakan kaus lengan pendek kedodoran dan celana piyama warna putih yang sudah tidak putih lagi, rambutnya yang diikat asal-asalan menggunakan ikat rambut, membuatnya terlihat sangat tidak menarik.

“Tumben, nggak mabok, Mas?” sindirnya ketika mata mereka bertemu.

Suasana hati Arga sedang sangat baik setelah bertemu Anya, jadi ia sama sekali tidak bernafsu untuk meladeni Erina. Alih-alih tersinggung dengan ucapan Erina, ia memilih untuk menggoda gadis itu.

“Kenapa? Kamu turun buru-buru ke bawah mau bantu aku ke kamar ya?”  Arga menatap gadis di hadapannya. 

Malam ini dirinya sengaja tidak minum terlalu banyak, masih ada kesibukan kantor yang harus dikerjakan terkait Etoile Cafe. Ia bertekad kalau proyek ini harus sukses. Arga harus membuktikan diri kepada Papa dan Erina, bahwa ia mampu dalam mengerjakan tugasnya dan bisa dipercaya dalam memegang tampuk pimpinan.

Erina berdecih. “Aku tuh cuma ngebantuin Mas Arga karena kasihan sama Mama. Kalau nggak gara-gara permintaan Mama, mana mau aku ngerepotin diriku sendiri.” Ia mengomel sambil meletakkan tangan di pinggang.

Arga yang masih sangat bahagia, apalagi semalam habis bertemu dengan Anya yang cantik jelita tetap tidak terpancing dengan kata-kata Erina. Ia masih bisa merasakan lembutnya pinggul Anya yang menggoda ketika dipeluk olehnya. Satu-satunya yang membuat dirinya menyesal adalah ia harus menolak ajakan gadis bertubuh sintal tersebut untuk menghabiskan malam hingga pagi bersama. Arga tidak ingin muncul ke kantor dan menjadi perbincangan di kalangan pegawai karena mengenakan baju yang sama dua kali, seolah reputasinya belum cukup buruk saja.

Anya bukan kekasih Arga, setidaknya belum. Saat ini mereka sedang dalam tahap saling menggoda untuk tahu siapa yang kalah, dan siapa yang menang lebih dulu. Lelaki seperti Arga tentu suka sekali dengan permainan yang menantang seperti ini, menaklukkan sang ratu pesta di pelukannya. Lagi-lagi ia tersenyum mengingat  apa yang telah mereka berdua lakukan di sofa Hell’s Hole tadi malam. Sebentar lagi gadis berbibir indah itu akan menjadi miliknya, kalau ia beruntung. 

“Mas Arga habis minum sesuatu ya? Dari tadi senyum-senyum sendiri.” Erina memandang lelaki di hadapannya itu dengan ngeri. 

Tanpa menghiraukan Erina yang sedang menatapnya dengan pandangan menyelidik. Arga berjalan ke dapur kemudian meletakkan tas ransel dan jasnya begitu saja di konter meja dapur, lalu tangannya bergerak mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih dari dispenser. Lelaki itu kemudian menyandarkan tubuh tingginya itu di konter dan meminum sedikit isinya, lalu menatap Erina yang rupanya masih mengikutinya. 

Gadis itu kemudian berjalan mendekat ke Arga dan memajukan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa centi dari lelaki itu untuk melihat apakah pupil mata Arga melebar. 

Arga yang biasa tentu akan marah-marah kalau dituduh macam-macam, tapi Arga yang sedang bahagia ini berbeda. Ia menunduk hingga membuat gadis itu mundur sedikit kemudian memegang dagu Erina dan berbisik di bibirnya. "Kamu cantik," bisiknya. Matanya menatap langsung ke netra , lalu bibirnya bergeser ke telinga Erina. "Sayang, kerempeng." Tentu saja, sesudah mengatakan hal tersebut Arga menegakkan tubuhnya dan tertawa terbahak-bahak. 

Hari ini ia sungguh bahagia sekali. 

***&***
October, 30 2020; 02.33 p.m

Jinsimuru gomawooo,
Fii

Thank You, Erina!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang