33. Angsa Putih

83.2K 6.4K 470
                                    

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Bolak-balik Lahya melirik jam dinding di rumahnya, ia juga memperhatikan kondisi rumahnya yang sudah sangat rapi dan bersih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Bolak-balik Lahya melirik jam dinding di rumahnya, ia juga memperhatikan kondisi rumahnya yang sudah sangat rapi dan bersih. Sekarang masih pukul 2 siang. Ia pulang sesuai jam sekolah, meski seharusnya pulang sore nanti karena latihan. Akan tetapi, bapak memintanya izin ke coach untuk melanjutkan latihan malam nanti.

Lahya tahu maksud terselubung bapaknya. Hari ini, hari dimana Gus polisi akan melamarnya seperti kata Ummi Intan. Tapi yang aneh, bapaknya masih terlihat santai memegang remot TV sambil sandar di kursi.

"Aneh!" gumam Lahya beranjak dari ambang pintu kamarnya setelah mandi dan memakai gamis baru yang dibelikan Gian.

Ini juga pasti rencana mereka tiba-tiba meminta Lahya menggunakan gamis di rumah. Dengan dalih, jika dibelikan barang orang itu langsung dipakai sebagai tanda terima kasih. Mereka seperti tidak tahu Lahya lebih nyaman memakai kaos lengan panjang dan rok dirumah, ketimbang gamis.

Ngomong-ngomong gamis bercorak bunga kecil-kecil yang dibeli Gian cantik juga. Tunggu, jadi Gian juga tahu? Apa jangan-jangan pamannya itu datang dari Solo ke Semarang karena ini? Meski sering datang ke rumah, tapi Mas Gian jarang menginap sampai berhari-hari lamanya.

"Ndok?!"

Lahya menoleh saat bapak beranjak menghampiri. "Kenapa Pak?"

"Sarung Bapak robek lagi, bisa jahitin sebentar?" tanya Pak Yasin melempas sarung yang ia pakai.

"Bapak sayang banget sama sarung satu ini. Apa gak mau diganti sama yang baru dilemari, Pak?"

"Hm!" dehem Ghani sebagai bentuk teguran pada keponakannya itu.

Lahya menghela nafas. "Sebentar Lahya cari benang sama jarumnya dulu," ujar Lahya pada akhirnya tidak mau dimarahi Gian.

Lahya membuka laci meja tv. Ia mencari benang coklat yang digunakannya kemarin untuk menjahit sarung bapak juga. Ia sampai lupa sudah berapa kali menjahit sarung antik kesayangan bapak ini. Sebenarnya sarung bapak yang baru dan jauh lebih bagus banyak dilemari, semua itu hasil THR tiap tahunnya.

Bapaknya memang tipe laki-laki yang setia, sangat setia. Sarung, motor, sandal, ditambah ayam jago kesayangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ikut antik juga. Lahya berdoa semoga bisa mendapat pasangan sesetia bapaknya ini, tapi setia pada hal yang wajar-wajar saja.

"Pak, benangnya kemana? Kemarin Lahya sudah balikin ke laci, tapi ini cuma ada jarum," tutur Lahya sedikit meninggikan suaranya karena bapak di teras rumah.

"Yo beli toh, Ndok."

Lahya menghampiri bapak yang bersandar di daun pintu. "Nanti sore boleh, kan, Pak? Ini habis hujan, becek. Nanti gamis baru yang dibeliin Mas Gian kotor lagi."

ALIFWhere stories live. Discover now