2. Aspire dan Mentari

4.3K 344 25
                                    

2. Aspire dan Mentari

“Setiap pilihan yang kita ambil adalah sebuah tanggung jawab yang harus kita jalani.”

***

Punya gue🖤

Ya udah terserah. Pilih nemenin aku pemotretan atau latihan band sama temen-temen kamu. 

Satu notifikasi muncul di layar ponsel Semesta. Semesta membuang napasnya kasar. Bingung harus berbuat apa sekarang. Ia juga tidak bisa menyalahkan Mentari untuk hal ini. Karena memang dirinyalah yang bersalah. Membuat janji pada Mentari padahal ia ada jadwal latihan band bersama anak Aspire. Semesta lupa. 

Baru juga hubungan mereka membaik setelah kejadian satu bulan lalu di mana Mentari minta putus di hari anniversary dan akhirnya mereka balikan lagi karena suatu hal tertentu. Dan sekarang, apa hubungan mereka harus memburuk lagi?

“Kenapa gue bisa lupa sih kalau besok ada jadwal latihan band?!” Semesta mengusap wajahnya kasar sebelum memejamkan matanya sejenak. Mencoba mendinginkan kepalanya agar bisa berpikir jauh lebih jernih dan menemukan jalan keluar yang tepat untuk masalahnya kali ini. 

Karena pikirannya tetap buntu, akhirnya Semesta mengambil gitar di sebelahnya dan mulai memainkannya sambil bersenandung pelan. Ini adalah salah satu kebiasaan yang ia lakukan untuk menenangkan isi kepalanya yang terlalu berisik, selain melihat senja. 

“Gimana, Ta?”

Semesta tersentak kaget. 

Begitu duduk di samping Semesta, Atlas, cowok yang mengenakan kaos polos berwarna coklat dengan celana jeans biru itu langsung bertanya dan menepuk pundak Semesta. 

“Ngagetin aja lo.”

Semesta berdecak kasar. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Atlas muncul di rumahnya dengan wajah menyebabkan. Ditambah langsung menghampirinya yang sedang duduk di ruang tengah. Semesta menghentikan kegiatannya dan meletakkan gitar kesayangannya di sofa sebelah tempatnya duduk. 

“Apanya yang gimana?” tanya Semesta tidak paham. Datang-datang sahabat yang juga menyandang status sebagai sepupunya itu tak hanya mengagetkan dirinya tapi juga langsung memberinya pertanyaan yang tidak jelas. 

Atlas tertawa kecil. Tak merasa bersalah sedikitpun atas apa yang ia lakukan. Memang inilah hobinya sebagai jomblo di hari weekend. Kalau tidak mengganggu Jemisha, sepupu perempuan mereka, ya mengganggu Semesta. 

Satu alis Atlas terangkat dengan ekspresi wajah menebak-nebak. “Lo lagi berantem sama Mentari, ya?”

Kebingungan Semesta semakin bertambah. Kenapa tiba-tiba Atlas bertanya seperti itu? Dari mana cowok itu tahu? 

Semesta menggeleng cepat. “Nggak. Kenapa lo nanya gitu?”

Atlas melipat kedua tangannya sembari membuang napasnya kasar. Mengenal Semesta sejak kecil, membuat Atlas tahu kapan Semesta baik-baik saja dan kapan Semesta tidak baik-baik saja hanya melalui ekspresi wajah cowok itu. Ya, meskipun Semesta itu tipe orang yang paling pintar menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, akan tetapi untuk orang-orang terdekat dan tertentu seperti Atlas, mereka pasti akan tetap bisa mengetahuinya. 

“Nanya doang. Soalnya lo kelihatan galau gitu. Kata Kakek, lo juga nggak makan dari pagi.”

Mendengar kata ‘kakek’ yang Atlas sebutkan membuat Semesta mendengus kasar. Semesta teringat kejadian tadi pagi, di mana ia berdebat dengan kakeknya hanya karena masalah sepele. Ya, seperti itulah hubungannya dengan kakeknya sejak beberapa waktu lalu. Apalagi semenjak semesta gabung di Aspire. Dibilang akur, ya mereka akur. Dibilang tidak akur, ya benar juga, karena mereka sering memperdebatkan masalah kecil. 

PELUK UNTUK SEMESTA (PRE ORDER)Where stories live. Discover now