4. Makan Malam

2.5K 219 2
                                    

4. Makan Malam

"Semua tentang Mentari selalu terlihat penting bagi Semesta."

***

Semesta menghela napasnya sabar. Daripada perdebatannya dengan Mentari berujung masalah yang lebih besar, lagi-lagi Semesta harus mengesampingkan egonya. Semesta memilih meminta maaf pada Mentari dan tidak memperpanjang perdebatan mereka di dapur beberapa menit lalu perihal siapa cowok asing yang ikut pulang bersama Mentari.

Kini semua orang, termasuk cowok asing itu duduk melingkar di depan meja makan. Di sana ada Mama dan juga Ayah Mentari yang baru saja pulang dinas dari luar kota. Juga Semesta dan Mentari yang duduk bersebelahan. Sementara cowok asing itu, ia duduk di antara Kinan dan Mentari. Mereka akan makan malam bersama dengan nasi goreng udang buatan Semesta.

Ya, tadi Semesta tetap melanjutkan masakannya dibantu oleh Mentari. Meskipun sebenarnya Mentari tidak benar-benar membantu Semesta. Hanya sibuk mengomeli Semesta karena cowok itu datang ke rumahnya tanpa bilang-bilang ke dirinya terlebih dahulu.

Jujur, dari lubuk hatinya yang paling dalam, Semesta tidak rela jika cowok asing itu ikut memakan masakannya, akan tetapi, mau bagaimana lagi? Semesta tidak ingin egois. Semua ini ia lakukan demi Mentari. Agar mendapatkan maaf dari Mentari karena tadi pagi ia tidak bisa mengantarnya ke lokasi pemotretan. Agar Mentari juga tidak marah-marah perihal perdebatan mereka saat di dapur tadi.

"Wah, nasi goreng buatan kamu enak, Ta," puji Bagas, Ayah Mentari.

Di sampingnya, Kinan ikut tertawa kecil. "Ayah kayak baru tahu aja. Dari dulu masakan Esta memang nggak pernah gagal."

Bagas mengangguk setuju. Memang itu faktanya. Semesta pintar memasak dan masakannya selalu membuat semua orang ketagihan. "Iya. Selalu enak. Sampai kalau Ayah dinas ke luar kota, malah masakan Esta yang bikin Ayah kangen. Bukan masakan Mama, haha."

"Ayah lebay," cibir Mentari. Cewek yang terlihat lahap memakan sepiring nasi goreng di hadapannya itu memutar bola matanya malas. Entah kenapa ia tidak suka saja jika Ayahnya memuji Semesta dengan kata-kata yang menurutnya terlalu berlebihan. "Padahal biasa aja."

"Mentari," peringat Kinan membuat Mentari menghela napasnya kasar. Selalu seperti ini. Selalu Semesta yang Mamanya bela. Sebenarnya yang anak mereka ini dirinya? Atau Semesta?

"Tapi beneran enak loh masakan cowok lo, Tar. Gue sebagai sesama cowok merasa insecure. Jangankan masak masakan yang enak. Masak nasi di magicom aja gue gagal," kekeh cowok asing yang bernama Astley itu. "Bukannya jadi nasi. Malah jadi bubur karena kebanyakan air."

"Sama kayak Mentari," sahut Kinan dengan tawa meledek sang putri. Mentari memang tidak memasak. Ah, lebih tepatnya malas belajar memasak. "Pernah Tante suruh masak nasi. Malah gosong karena nggak dikasih air. Nggak lagi-lagi deh Tante nyuruh Mentari."

"Mama ih!"

Mentari berdecak kesal seraya merotasikan kedua matanya. Itu karena dulu Mentari memang belum tahu kalau masak nasi harus memakai air juga. Ia kira masak nasi ya hanya beras saja yang dimasukkan ke dalam magicom. Tidak perlu memakai air segala. Salahkan saja Mamanya yang tidak memberitahu terlebih dahulu waktu itu.

Sementara itu Semesta memperingati tanggapan Mentari ke Mamanya dengan menyenggol pelan lengan cewek itu.

"Apa sih?!" Mentari menatap Semesta kesal.

"Nggak boleh gitu sama Mama, Mentari," tutur Semesta lembut. "Nggak boleh galak-galak sama Mama."

"Siapa juga yang galak?! Biasa aja. Lebay banget kamu," dengus Mentari tak suka. "Sama saja kayak Ayah."

PELUK UNTUK SEMESTA (PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang