5. Sebuah Permintaan

2.5K 223 1
                                    


5. Sebuah Permintaan

"Selagi bisa, Semesta akan usahakan segalanya untuk Mentari."

***

"Nggak semua hal yang kamu mau bisa kamu dapetin, Sem."

Cowok dengan wajah pasrah yang berdiri di hadapan Mentari itu menghela napasnya pelan. Bukan itu maksudnya. Semesta tidak bermaksud menuntut Mentari untuk selalu mengutamakan dirinya atau bahkan selalu menemaninya setiap saat. Semesta juga tahu betul bahwa di hidup Mentari ada banyak sekali hal-hal lainnya yang lebih penting dari dirinya. Salah satunya adalah karir cewek itu di dunia modeling.

Jadi, Semesta sangat menyadari jika hidup Mentari memang tidak hanya tentang dirinya saja. Namun, kali ini Semesta hanya ingin ditemani oleh Mentari saat manggung di acara kampus nanti malam. Semesta hanya ingin dilihat dan disemangati secara langsung oleh pacarnya sendiri saat berada di atas panggung. Apakah itu permintaan yang salah dan berlebihan? Lagipula ini adalah pertama kalinya Semesta meminta hal tersebut kepada Mentari. Mengingat betapa sibuknya cewek itu dengan berbagai macam kegiatannya, Semesta tidak pernah menuntut banyak hal. Bahkan hanya untuk sekedar mengajak seperti ini saja, Semesta harus berpikir berulang kali. Meyakinkan dirinya bahwa permintaannya tidak terlalu menuntut dan masih dalam batas wajar.

Ya, sehati-hati itu Semesta pada Mentari saking tidak maunya membuat Mentari tidak nyaman dengan dirinya dan hubungan mereka saat ini. Dari sini, kalian bisa menilai sendiri, kan? Secinta apa Semesta pada Mentari-nya.

"Bukan gitu maksud aku, sayang," ucap Semesta mencoba meluruskan sembari mengulurkan tangan kanannya ke kepala Mentari. Memberi usapan lembut di kepala cewek yang menatapnya tidak bersahabat itu. Sayangnya detik berikutnya dengan cepat Mentari justru langsung menepis tangan besar Semesta dan membuat cowok itu lagi-lagi hanya menghela napasnya. Mengalah.

Mentari berdecak pelan. Ia berkata sedikit berbisik akan tetapi sarat akan penegasan di setiap katanya. "Ini di depan kelas, Sem. Bisa nggak sih nggak usah pegang-pegang dulu?"

Menghela napas kasar, Mentari menatap sekelilingnya. Mereka berdua memang masih berdiri di depan ruang kelas terakhir mereka sore ini. Di dalam ruangan memang sudah tidak ada orang, tetapi sedari tadi banyak sekali mahasiswa mahasiswi berseliweran di depan mereka melewati koridor. Apalagi posisi mereka saat ini berdiri di ambang pintu. Lebih tepatnya Semesta menghalangi Mentari yang ingin cepat-cepat pergi. Sementara Semesta sendiri tidak mau pergi sebelum Mentari menyetujui permintaannya. Kali ini saja, Semesta ingin egois.

"Kenapa nggak boleh pegang kamu?" Satu alis Semesta terangkat heran. "Kamu malu kalau aku pegang-pegang kepala kamu? Kamu malu kelihatan sama orang lain kalau kita punya hubungan?"

"Ck! Jangan mulai deh, Semesta!"

Jujur, sebenarnya Semesta masih ingin meladeni respon Mentari barusan. Semesta merasa aneh. Padahal ia hanya memegang dan memberi usapan sayang di kepala Mentari. Bukan melakukan adegan tidak senonoh lainnya yang tidak patut dipertontonkan di muka umum. Lantas, kenapa Mentari terlihat begitu tidak suka dan tidak mau ia sentuh? Setakut itukah Mentari pada penilaian orang yang melihat mereka? Atau... Mentari malu? Malu menjadi pacarnya?

Semesta merasa... memang dirinya setidak pantas itu ya untuk Mentari?

Pasalnya dulu Mentari tidak seperti ini. Dua bulan awal mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, hubungan mereka benar-benar baik selayaknya pasangan kekasih pada umumnya. Sikap Mentari benar-benar baik dan lembut. Bahkan Bunda Semesta juga langsung menyukai dan bisa akrab dengan Mentari. Sayangnya masuk bulan ketiga, bertepatan dengan kepergian kedua orang tua Semesta, perlahan sikap Mentari berubah dan akhirnya sikap itu bertahan hingga sekarang.

PELUK UNTUK SEMESTA (PRE ORDER)Where stories live. Discover now