Chapter 4: Short Message

450 98 24
                                    

Pagi-pagi sekali, Rayyan datang ke rumahku. Aku hanya bisa tersipu melihat betapa semangatnya dia usai aku terima tawarannya untuk mengantar jemput aku ke kantor setiap harinya. Waktu bahkan baru menunjukkan pukul setengah enam saat mobilnya terparkir di car port rumahku.

"Morning!" sapa lelaki itu dengan senyum cerahnya. "Kamu belum siap berangkat kan Ya?"

"Ini bahkan belum jam enam pagi, Rayyan," sahutku menggeleng. "Kamu nggak harus datang sepagi ini buat jemput aku."

"Nggak apa-apa, dong. Biar kamu nggak terlambat masuk kantor."

"Kamu sendiri nggak ke ngantor?"

"WFH aja," jawabnya mantap. "Oh iya, Ya, gimana kalau kita antar Kahlia ke sekolah dulu, baru habis itu nganterin kamu ke kantor? Kita bisa ajak Keenan dan Mbak Desi sekalian. Pulang antar kamu, aku bisa drop mereka di rumah Mama Sofi."

Aku meringis. "Duh, repot banget sih, Yan?"

"Nggak repot. Seriusan!"

"Tapi, Yan—"

"Aku malah senang, Katja. Biar aku terbiasa sama ritme kehidupan berkeluarga."

Sahutan santai Rayyan membuatku terkekeh sambil tersipu. "Terserah kamu, deh."

"Kahlia dan Keenan belum bangun?"

"Kahlia lagi siap-siap di kamar, dibantu sama Mbak Desi, Keenan sih belum dibangunin. Dia pasti tantrum kalau lihat aku, nanti minta gelendotan dan aku nggak bisa siap-siap berangkat."

"Mulai hari ini, Keenan nggak bakal begitu."

"Eh?"

"Kan ada aku. Aku bakal coba ngomong sama Keenan. Boys talk, only both of us," kata Rayyan.

Semangat yang terpancar di binar matanya bikin aku terkekeh. "Let's see. Semoga aja, boys talk-nya ngaruh buat Keenan."

"Oh iya, Mama Sofi bilang, beliau suka kirim sopir buat jemut Keenan dan Mbak Desi, ya? Berarti hari ini, harus bilang ke Mama Sofi biar nggak usah kirim sopir ke sini."

"Kamu serius, Yan? Aku nggak mau kalau kamu sampai repot banget gara-gara Keenan."

"Serius, Katja. Lagian nge-drop Keenan dan Mbak Desi sih gampang, rumah Mama Sofi dan rumahku satu arah."

Kemantapan Rayyan seketika mengusir keraguanku. "Oke, kalau gitu aku bakal bilang ke Mama Sofi," kataku. "Duduk dulu, Yan, aku mau siap-siap. Kamu mau aku bikinin minuman?"

"Nggak usah. I'm fine."

Aku meninggalkan Rayyan di ruang TV dan pamit untuk siap-siap. Lelaki itu mengiakan dan memilih berkutat dengan tablet pintar selagi menungguku. Usai mengirim pesan ke Tante Sofi, aku beralih ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap. Butuh waktu yang tidak sebentar buatku sampai siap ke kantor, karena aku harus berdandan dan menata rambut.

Keluar dari kamar, aku sudah tampil dengan setelan ala wanita kantoran. Aku minta Mbak Desi untuk membangunkan Keenan dan benar saja, dia langsung tantrum melihatku.

"Keenan, ada Om Rayyan, lhooo!" seru Rayyan sambil menghampiri Keenan yang mulai meraung di lantai.

Tangisan Keenan terjeda karena keheranan melihat Rayyan, tapi tak lama kemudian, Keenan kembali menangis kencang. Bocah itu berteriak dan melarangku untuk berangkat kerja.

"Gitu lah Keenan setiap harinya, Yan," kataku. "Nggak selucu kalau dia lagi happy dan main sama kamu, kan?"

"Memang enggak, tapi it's not a problem buat aku. Aku pasti bisa nenangin Keenan," sahut Rayyan dengan percaya dirinya.

Private MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang