---07---

480 121 22
                                    

Aku baru saja membuka mataku saat mendengar deringan handphone-ku di atas nakas. Dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, aku mengambil benda itu kemudian melihat notification bar.

Farrel Reyhan : gue udah on the way rumah lo, nih. Siap-siap, ya.

Spontan, aku membelalakkan mataku. Segera aku bangkit dari tempat tidurku kemudian berlari ke kamar mandi yang ada di kamarku.

Tapi, belum juga aku menutup pintu kamar mandi, suara Kak Derin sudah terdengar di telingaku.

"Dek! Farrel udah sampai, nih!"

*****

Aku duduk di meja makan. Di depanku, Farrel juga ikut duduk sambil menopangkan dagunya. Matanya menatap tepat ke arahku yang membuatku risih setengah mati.

"Lo bilang on the way rumah gue. Tapi kenapa udah sampai, sih?" gerutuku setelah meneguk susu vanila milikku.

Farrel tertawa pelan, kemudian melipat kedua lengannya di atas meja. "Yah. Gue, kan nggak mau ngebuat lo nunggu lama-lama," jawab Farrel.

Aku memutar bola mataku, lalu kembali menyantap roti isi keju di hadapanku.

"Lo lucu, ya kalau lagi makan. Ngegemesin," ujar Farrel lagi. Ia mengerlingkan sebelah matanya ke arahku.

Lagi-lagi, aku hanya memutar bola mataku yang langsung membuat Farrel terkekeh.

"Respon lo jangan cuma muter mata, dong," pintanya. "Sekali-kali bales, 'iya, Rel. Lo juga lucu', gitu, kek. Buat gue seneng sekali boleh kali, Git."

"Pengen banget lo?" balasku jutek.

Farrel menggeleng perlahan. "Enggak, kok. Cuma dengan ngeliat lo aja gue juga udah seneng," ucapnya dengan wajah tak berdosa.

"Gombal banget, sih lo," celetuk Kak Derin tiba-tiba yang datang dari dapur. "Lo seriusan mau sama adek gue? Begajulan gini, kok bisa lo sukain?"

Sontak saja, aku menatap Kak Derin tajam sementara ia hanya mengendikkan bahunya, kemudian kembali berjalan ke dapur. Entah apa yang ia lakukan di sana.

"Yah. Kalau udah cinta gimana, De," jawab Farrel. "Mau dia begajulan, abnormal, cerewet, ngeselin, atau apapun itu, tapi kalau gue cinta gimana? Hati nggak ada yang tau."

"Gue baru tau seorang Farrel bisa ngomong begitu," sindir Kak Derin. "Kesambet apaan lo semenjak pindah ke Indonesia jadi gini?"

"Kesambet cintanya Agita, De," balas Farrel santai. Aku menatapnya tajam, tapi ia hanya membalasnya dengan mengerlingkan sebelah matanya ke arahku. Lagi.

Kesal. Aku bangkit dari kursi. Aku mengambil tasku yang tergeletak di samping kursi yang aku gunakan barusan, kemudian berjalan ke teras.

"Cepetan, Farrel! Nanti kita telat!" teriakku dari teras.

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Aku bersidekap saat melihat Farrel berjalan ke arahku sambil menyisir rambut coklatnya dengan jarinya.

Entah kenapa, aku membeku saat melihatnya melakukan hal itu. Seperti ada sesuatu yang membuatku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.

"Udah puas ngeliatinnya?" tanya Farrel tiba-tiba. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali sebelum akhirnya melihat Farrel sedang terkekeh pelan.

"Gue tau gue emang ganteng. Tapi ngeliatinnya biasa aja, Agit. Gue jadi deg-degan, nih." Farrel menyentuh dada kirinya, tempat di mana jantungnya berdetak.

"Tuh, kan gue deg-degan," ujarnya. "Kenapa, sih lo selalu bikin gue deg-degan gini? Pengen banget gue kena penyakit jantung, ya."

Apa hubungannya coba? Nggak jelas banget, sih ini anak, batinku sambil berjalan ke mobilnya.

The RegretWhere stories live. Discover now