---08---

445 112 11
                                    

Author's POV

<♡>

Mata Farrel memperhatikan pintu ruang ganti yang tertutup. Senyum yang awalnya ada di wajahnya mendadak memudar. Tanpa sadar, tangannya terkepal marah.

Dengan langkah yang terkesan tergesa-gesa, ia berjalan menuju kelasnya. Dan setelah sampai, ia mendobrak pintu kelas yang membuat siswa-siswi di dalamnya kaget. Suasana yang awalnya ramai menjadi hening. Semua mata menatap ke arah Farrel yang sudah siap untuk mengeluarkan kemarahannya.

Kaki Farrel melangkah, menghampiri Vira yang sedang mengobrol dengan Aza, seolah tidak memperdulikan hal-hal yang ada di sekitarnya.

"Vir," panggil Farrel berusaha tenang. Ia masih mengingat bahwa yang ia hadapi adalah seorang perempuan.

"Ya?" Vira menoleh ke arah Farrel tanpa rasa bersalah. Ia tersenyum dengan senyuman yang selalu ia tunjukkan untuk Farrel.

"Gue mau nanya satu hal. Tolong jawab jujur," ujar Farrel. Ia menarik napas panjang. "Lo yang ngebuat jebakan di pintu?"

Mata Vira melebar. Tapi, ia langsung mengubah ekspresinya menjadi normal. "B-bukan. Bukan gue," jawabnya gugup.

Farrel memincingkan matanya. Ia menangkap ketidak jujuran atas jawaban Vira barusan. "Jangan bohong, Vir. Gue tau, ya lo bohong atau enggak," ujar Farrel dengan tetap mempertahankan volume suaranya agar terdengar tenang.

"Bukan gue!" elak Vira. Ia langsung memalingkan wajahnya, tidak berani menatap mata Farrel yang tampak mengintimidasi.

Farrel tersenyum sinis. "Lo bohong," ujarnya. "Tolong jawab jujur, Alvira!"

Vira memainkan ujung dasinya gugup. "Gue nggak bohong!" elaknya lagi. "Gue udah jujur, Farrel!"

Farrel tertawa sinis. "Gue bisa baca pikiran lo dan gue tau lo bohong," ucap Farrel santai. "Lo tau, kan balasan buat orang yang bohong?"

Vira tampak menggigit bibir bawahnya. "Oke! Jebakan itu gue yang pasang," ujar Vira pada akhirnya. "Terus lo mau apa? Inget. Gue cewek, Rel. Sedangkan lo cowok. Mau ngelawan gue? Pengecut!"

Farrel bersidekap. "Gue nggak mau ngelawan lo karena gue tau batasan-batasan antar lawan jenis," balas Farrel santai. "Gue cuma mau lo minta maaf sama Gita. Akui kesalahan lo di depan dia."

Vira menggeleng cepat. "Enggak! Gue nggak akan pernah minta maaf sama cewek itu sekalipun!"

Sontak saja, rahang Farrel mengeras. Amarah mulai memuncak di dalam hatinya. "Dia sahabat lo sendiri, Alvira! Kenapa lo tega ngelakuin hal itu?"

Vira memalingkan wajahnya sekali lagi. Kedua lengannya ia lipat di depan dada. "Karena dia ngerebut lo dari gue!" balas Vira sengit. "Dia ngerebut semua yang gue mau! Termasuk elo!"

"Ngerebut gue dari elo?!" bentak Farrel. Ia benar-benar tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Sejak kapan gue jadi milik lo?!"

Mata Vira mulai berkaca-kaca. Ia menatap mata Farrel yang memancarkan amarah. "Lo putusin gue gitu aja gara-gara dia. Apa itu bukan ngerebut namanya?" balas Vira. Air matanya mulai mengalir dari sudut matanya.

"Gue mutusin lo karena gue nggak cinta sama lo!" ucap Farrel. Jarinya menunjuk Vira penuh emosi.

"Dia nggak cinta sama lo. Kenapa lo masih ngejar dia?" balas Vira telak.

Farrel tertegun sesaat. Ia mengepalkan kedua tangannya di samping tubuhnya. Amarahnya hampir meredup.

"Karena kodrat gue sebagai cowok itu mengejar. Bukan dikejar," balas Farrel lirih. Ia membalikkan tubuhnya, kemudian duduk di bangkunya dan menelungkupkan kepalanya di atas meja.

The RegretWhere stories live. Discover now