2. Mati Dicambuk Restu

128K 7K 104
                                    

Bagian Dua

Semuanya tampak sempurna, lampu-lampu kecil berbentuk cinta yang dibentuk menggelilingi keduanya. Balon-balon berwarna keemasan yang dipasang di sekitar serta sebuah lilin yang berada di tengah meja makan.

Keduanya beradu pandang setelah menyelesaikan makan malam berdua. Laki-laki itu ikut tersenyum begitu lebar ketika ia melihat senyum dari bibir gadis di hadapannya. "Aku sangat mencintai kamu, Brenda."

Brenda Dewi, gadis yang dicintai oleh laki-laki itu tersenyum malu. Tangannya mencengkram jemari laki-laki yang berada di hadapannya. "Aku juga, Farel," balasnya masih saja dengan senyum yang melekat.

Farel Guntoro meremas balik pergelangan tangan pacarnya itu, mengisyaratakan bahwa apa yang ia katakan bukan hanya bualan. "Terima kasih untuk tiga tahun ini," ungkapnya mendalam. Brenda mengangguk.

"Thank you for you too, terima kasih sudah selalu setia di samping aku," balas Brenda.

Mereka diam, hanya saling beradu pandang dengan tersenyum. Malam yang begitu sempurna bagi keduanya, perayaan tiga tahun berpacaran dengan sebuah makan malam berdua.

Rencana makan malam berdua romantis yang sudah direncanaka Farel dari jauh hari, bahkan Farel rela memesan satu restoran untuk tutup mala mini, khusus mereka berdua saja. Ah, betapa beruntungnya Brenda.

"Harapan aku, ke depannya kita akan terus sama-sama," ucap Farel. Brenda mengaminkan dalam hati ucapan Farel, lalu membalas perkataan Farel.

"Harapan aku, semoga keluarga kamu bisa menerima aku. Tiga tahun itu lama Rel dan aku belum bisa dapat restu dari keluarga kamu." Senyum Farel luntur, mendadak hatinya seperti disiram air soda mendengar pernyataan dari Brenda.

"Bren," potong Farel.

"Ini sulit, kita sudah dewasa Rel. Sebentar lagi kamu masuk 25 tahun dan aku masuk 27 tahun, apa kamu nggak kepikiran untuk serius dengan aku, Rel? Farel bungkam.

Brenda terus memancing, "Kadang seorang perempuan itu butuh kepastian, Rel."

"Brenda, aku serius sama kamu," balas Farel langsung. Tangannya mencengkram kuat jari jemari Brenda.

"Aku tahu kamu serius, tapi kita berdua nggak bisa stuck di sini terus. Setiap hubungan itu punya tujuan, kita nggak mungkin selamanya begini. Kamu tahu itu Rel," kata Brenda memandang Farel dalam.

Farel menarik nafas dalam. "Aku janji, kita bakal nikah secepatnya. Aku bakal terus usaha bujuk keluarga aku, terutama mama. Aku janji," ucap Farel.

Brenda mencoba melepas tangan Farel yang mencengkram jemarinya. "Jangan mengucap janji kalau kamu belum yakin bisa menepati, kamu pernah bicara yang sama beberapa bulan yang lalu. Lalu, beberapa minggu yang lalu dan kemarin kamu juga mengatakan hal yang sama."

Farel mencoba meraih kembali pergelangan tangan Brenda tapi Brenda sudah dahulu menjauhkan.

Brenda berdiri dan menatap Farel serius, "Aku pulang dulu. Kita berdua perlu waktu untuk berpikir. Kamu perlu berpikir bagaimana cara agar keluarga kamu nerima aku dan aku juga harus berpikir untuk terus percaya bahwa janji kamu itu nggak uma bualan," ucap Brenda.

Brenda lalu melangkah mendekat ke arah Farel, menepuk pundak Farel sebelum bergerak pergi. Farel mencengah dengan mencengkram lengan Brenda, menghalanginya untuk pergi.

"Brenda," cegah Farel.

Brenda tersenyum kecil, "Kita perlu waktu."

Dan Brenda segera melepas tangan Farel untuk pergi. Farel terus memandang punggung Brenda yang terus menjauh, tangannya terkepal.

FallWhere stories live. Discover now