7. Kembali Bersama

74.4K 5.4K 39
                                    

Bagian Tujuh

Pikirannya benar-benar kalut setelah mendapat kabar bahwa hotel tempat penggalangan dana dimana ia tadi mengantar mamanya ke sana kebakaran. Farel berlarian dengan gusar di rumah sakit menuju kamar rawat mamanya. Saking gusarnya beberapa kali Farel menabrak orang-orang yang berlalu lalang di lorong rumah sakit.

Segera setelah menemukan tempat kamar mamanya di rawat, Farel masuk ke dalamnya. Ia berjalan dengan langkah lamban menuju mamanya yang tengah terbaring tidak berdaya di ranjang rumah sakit, Farel segera menghampirinya. Tangannya terulur menyentuh tangan mamanya.

"Ma, please jangan tinggalin Farel," ungkap Farel. Air matanya jatuh setelah tidak mendenar balasan apa-apa dari mamanya tersebut hanya bunyi detak dari layar petak penunjuk detak jantung saja yang membalas ungakapannya tadi dan hal tersebut menambah rasa bersalah di dalam hati Farel. Jelas ia bertanggung jawab dalam kejadian tersebut, seandainya saja ia tidak mengantar mamanya ke hotel itu. kejadian seperti ini tidak perlu terjadi.

Tidak lama setelah Farel datang, kakak-kakak dan istri kakak-kakaknya berdatangan. Mereka semua telah mendapat kabar dari Farel bahwa mamanya menjadi korban dalam kebakaran di hotel tempat penggalangan dana.

Fabian, Fatir, dan juga Feno langsung menghampiri Farel yang terisak. Fabian tampak duluan mengusap bahu Farel. Kakak pertamanya itu memang paling dewasa dalam hal seperti ini, ia berusaha menyemangati Farel. Di antara mereka berempat memang Farel yang paling dekat dengan Fenita, terlebih Farel adalah bungsu dan sekarang masih tinggal bersama Fenita yang telah menjanda kurang dari dua tahun yang lalu karena papanya telah meninggal. Jelas Farel belum sanggup kalau Fenita harus pergi pula meninggalkan dia, ia belum sempat mewujudkan mimpi terakhir Fenita melihat dirinya menikah.

"Ma, jangan tinggalin Farel." Isak Farel sekali lagi kali ini menimbulkan keheningan dalam ruangan tersebut, bahkan keponakan Farel yang biasanya selalu ribut kali ini nampak diam dan ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Farel.

-Fall-

Harti masih terisak di samping tubuh Frella yang terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit, wajah gadis kecilnya yang sudah beranjak dewasa itu. Mahendra yang berada di samping Harti tampak mengusap bahu Harti.

"Sabar ma,"ungkap Mahendra sembari tangannya terus mengusap bahu istrinya tersebut. Tatapannya berlahir kepada frella, anak pertamanya yang selalu saja tegar dalam menjalani hidup. Sulit dipercaya ketika dirinya mendapat kabar bahwa hotel tempat Frella datang sebagai tamu perwakilan dokter Rumah Sakit untuk penggalangan dana kanker malah berujung tragis dengan sebuah musibah ebakaran yang teradi di hote tersebut.

Dokter sudah memerika anaknya, bagian tulang belakang adalah yang terparah. Dokter mengatakan kemungkinan punggungnya ditimpa beban berat sehingga mengakibatkan luka lebam yang cukup serius. Mengingat itu tanpa sadar Mahendra meringis sendiri jika mengingat apa yang terjadi dengan anaknya itu.

Diam-diam sambil mendengar isak tangis Harti tentang kondisi Frella, Mahendra berdoa kepada Tuhan meminta kesembuhan anaknya tersebut. Ia tidak sanggup kehilangan anak perempuan satu-satunya itu. Terlebih Mahendra terlalu menyanyangi Frella.

-Fall-

Dalam hening malam, Farel duduk di samping mamanya yang belum juga sadar. Kakak-kakaknya sudah pulang semua, sengaja ia menyuruh mereka untuk pulang karena Farel mengerti bahwa ketiga kakaknya tersebut telah memiliki keluarga sendiri sedangkan dirinya belum. Maka untuk itu Farel yang mengambil tanggung jawab untuk merawat mamanya itu.

Kadang Farel merasa cemburu kepada ketiga kakaknya, di saat kondisi seperti ini ketiga kakaknya telah mempunyai seseorang yang mampu memberikan semangat sedangkan dirinya... Farel tersenyum miris. Mendadak ia teringat dengan Brenda, senyum Farel naik. Ini waktu yang pas bagi Brenda untuk lebih dekat dengan Fenita.

Farel lantas merogoh handphonenya yang berada di saku celananya dengan segera ia menekan nomor telepon yang sudah sangat ia hapal tersebut, handphone tersbut Farel taruh di dekat telingganya, ia menunggu Brenda menerima teleponnya. Lama sekali, sampai akhirnya panggilan beralih ke pesan suara. Farel tidak menyerah, ia pikir mungkin saat ini Brenda sedang sibuk dengan jadwalnya sebagai model.

Kembali Farel menghubungi Brenda, cukup lama sampai akhirnya pada percobaan ke empat panggil tersebut tersambung. Senyum Farel merekah lebar saat mendengar suara Brenda yang begitu ia rindukan terdengar di seberang sana.

"Halo." Walaupun terdengar agak ketus tapi Farel sangat merindukan sara Brenda, seperti mendapatkan suntikan semangat sendiri bagi Farel saat mendengrakan suara Brenda.

"Brenda," sapa Farel. Di seberang sana, gadis yang tengah berjalan sambil memengang handphone di tangan kirinya itu memutar bola matanya ke atas dengan malas saat mendengar suara tersebut. Sepatu haknya beradu di lantai keramik apartemennya, ia baru saja pulang dari pemotretan dan sangat lelah sebenarnya. Ia masih kesal dengan Farel, ini kali pertama Brenda dan Farel berbicara setlah kejadian anniversary Beberapa waktu lalu.

Brenda menaruh tasnya di atas meja lantas duduk di sofa apartemennya. "Syukurlah kamu akhirnya mau bicara sama aku, aku kangen banget sama kamu sayang." Suara Farel terdengar parau, sontak itu membuat Brenda tertengun. "Brenda... mama kena musibah, sekarang mama di rumah sakit sama aku. Mama belum juga sadarkan diri, Brenda aku butuh kamu di sini."

Terpaku dan tidak mampu berkata-kata adalah dua hal yang menyelimuti Brenda saat mengetahui hal tersebut. Farel di ujung sana melanjutkan. "Aku minta maaf untuk yang sudah-sudah, aku serius Bren sama kamu. Sejak awal kita jadian, aku sudah bilang kalau aku serius dan ini hanya soal waktu."

Pengakuan Farel membuat Brenda merasakan suatu kesedihan di dalam hatinya, ia mengerti bahwa sekarang Farel sedang butuh seseorang untuk bersandar. Malam itu, Brenda akhirnya mencoba menghilangkan ego dan amarahnya untuk memaafkan Farel. Ia setuju dengan Farel bahwa ini hanya soal waktu. Waktu pasti bisa mencairkan hati mama Farel dan Brenda harus percayab bahwa suatu hari Farel pasti akan menjadi miliknya. Seutuhnya.

"Aku besok akan datang berkunjung, kamu yang sabar. Aku minta maaf juga denga tindakan akuyang terkesan seperti anak kecil dengan ngejauhin kamu, itu semua sebagai bentuk bentuk ketidakpuasaan aku dengan kamu yang seperti tidak mau berkomitmen dengan aku. I Love you, Farel."

"I Love you too, Brenda."

Bersambung.

73

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang