13. Teman Lama

74.9K 5.2K 109
                                    

Bagian Tiga Belas

Di dalam mobil berwarna abu-abu gelap itu, laki-laki yang berada di belakang setir berulang kali membagi pandangannya antara ke depan dan ke sampingnya. Terjadi kebisuan di antara mereka, sampai laki-laki yang berada di tempat duduk di samping kemudi itu kembali meracau tak jelas.

"Apa bagusnya duda dua kali itu jika dibandingkan gue. Dia sudah tua, wajah pas-pasan, dapat uang modal menipu. Benarkan Leon kalau gue lebih segala-galanya dibadingkan bangsat satu itu! gue tampan, gue mapan dengan cara benar, gue setia, dan gue juga muda. Sebutkan alasan kenapa Brenda lebih memilih bangsat satu itu ketimbang gue," ungkap Farel.

Leon menoleh kembali ke arah Farel, ia mengaruk kepalanya yang tidak gatal dengan racauan Farel tadi.

Belum sempat ia berkomentar, Farel telah menguncang tubuhnya untuk meminta jawabannya. "Leon, jawab."

Hal itu sontak membuat Leon harus kehilangan kendali dalam membawa mobil selama beberapa saar, segera Leon mendorong Farel untuk berhenti melakukan aksi nekat tadi.

"Sinting ya lo, kalau bukan teman dari jaman orok. Gue mana sudi jemput orang mabuk kayak lo ini."

Farel menarik napas dalam, ia tidak mempedulikan ucapan Leon tadi sebab kesadarannya mulai semakin menipis tidak lama ia sudah tidak sadarkan diri.

Leon menoleh kembali ke arah Farel saat tidak mendengar suara frustrasi laki-laki itu lagi. Helaan napas legah keluar saat Leon tahu jika Farel sudah tidak sadarkan diri, itu lebih baik daripada laki-laki itu meracau dan bertindak nekat seperti tadi.

Kadang Leon tidak suka dengan kebiasaan Farel yang satu ini, jika laki-laki itu ada masalah pasti selalu melarikan semua masalahnya ke minuman dan ujung-ujungnya yang susah pasti dirinya. Leon juga sudah tahu kalau penyebab Farel seperti ini karena Brenda memutuskan untuk menikah dan putus dengan Farel, jujur Leon tidak pernah kepikiran jika ujungnya seperti ini. Satu hal yang Leon sesali bahwa dirinyalah yang membuat Farel bertemu dengan Brenda.

Tiba-tiba saja, sambil menyetir pikiran Leon terarah menuju malam itu. Saat semuanya dimulai, tiga tahun lebih yang lalu.

Leon berjalan di depan Farel sambil terus menarik tangan laki-laki itu untuk masuk ke dalam. "Sudah, masih aja mikirin nggak dapat proyek. Sudah malam ini kita senang-senang aja, mumpung Gaby juga lagi sibuk jadi gue bisa datang di acara beginian dengan sok-sok lajang. Sudah nurut aja, lupain dulu masalah kerjaan."

Farel dengan sungkan mendongkak untuk melihat café tempat diadakannya pesta topeng para lajang, entahlah menurutnya pesta seperti ini tidak ada gunanya. Semua yang datang harus lajang, padahal dengan jelas laki-laki yang mengajaknya ke sini sudah berpacaran hampir enam bulan dengan seorang pns dinas peternakan.

"Gue laporin Gaby, nyaho loh."

Kekeh geli diberikan oleh Leon. "Kalau lo ngelaporin ke Gaby, usai sudah persahabatan kita delapan belas tahun ini," ancam Leon dengan telunjuk yang mengacung ke wajah Farel. Tak butuh waktu alam akhirnya keduanya sudah sampai di depan café, setelah Leon menunjukan kartu undangan keduanya diberi masing-masing sebuah topeng.

Leon memakai segera topeng tersebut ketika melihat sahabatnya tak kunjung memakai topeng ia segera menyindir Farel. "Ini pesta topeng bukan pesta muka masam, sudah pakai aja." Tak ada pilihan lain bagi Farel, ia akhirn memakai topeng itu. Setelahnya, Leon merangkul bahu Farel untuk masuk lebih dalam ke pesta lajang itu.

Musik mengalun denga kencang, banyak orang berada di tengah-tengah pesta sambil menari. Farel menarik dirinya untuk tidak berada di sana, ia lebih memilih untuk duduk pada salah satu kursi di depan meja bar. Beda halnya dengan Leon yang sudah tancap gas mencari mangsa. "Tuh anak kalau dilaporin sama Gaby pasti entar disodok Gaby pakai babi," gumam Farel.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang