8. Bom Waktu

76K 5.5K 102
                                    

Bagian Delapan

Ujung Heelsnya yang runcing mengetuk-ngetuk keramik Rumah Sakit berwarna putih mengkilap senada dengan warna dindingnya yang juga berwarna putih meskipun di beberapa bagian ada seperti ukiran bunga-bunga. Tangan kanannya menenteng sebuah keranjang berisi buah-buahan lengkap yang baru saja ia beli dari toko buah sekitar satu jam yang lalu. Kepercayaan dirinya meningkat tak kala beberapa orang yang berpapasan dengannya di lorong Rumah Sakit tersenyum kepadanya dengan tatapan kagum, bahkan ada yang terang-terangan memujinya cantik.

"Aku yakin kali ini Tante Fenita tidak akan menolakku." Senyum secerah mentari selalu menghiasi wajahnya yang mengiringi langkahnya. Ah, bayang-bayang mimpinya semalam mengenai pernikahannya dengan Farel mendadak teringat kembali, ia terkekeh geli sambil terus saja melangkah.

Hingga heels berwarna merah yang senada sekali dengan dress selututnya serta tas tenteng bermerknya berhenti tepat di sebuah ruangan rawat inap VIP. Ia mengintip lewat jendela di samping pintu, punggung seorang laki-laki memakai kaus berwarna putih serta jeans berwarna dongker terlihat. Jam tangan laki-laki itu mampu dengan mudah ia tebak kalau itu pasti Farel. Ia menatap laki-laki itu lekat, ternyata Farel sedang menyuapi Fenita.

Lantas, Brenda menarik napas dalam sambil menatap pintu di hadapannya. Ia mematut senyumnya, segera mengetuk pintu berwarna cokelat itu. Brenda melangkahkan kakinya setelah membuka pintu tersebut. "Selamat siang," sapanya hangat. Ia berjalan dengan langkah anggun. Farel segera berdiri menyambut ketika Brenda telah menaruh rak berisi buah-buahan di atas meja di samping ranjang Fenita. Fenita memandangnya dengan tatapan datar. Farel tersenyum kepada Brenda, lantas memeluk singkat gadisnya tersebut. Saat melakukannya Fenita tampak membuang muka.

Brenda jadi tidak enak. Ia mencium tangan Fenita, untung saja impus yang berada di tangan Fenita itu berada di tangan kiri. "Apa kabar Te?" tegur Brenda. Fenita menoleh dan tersenyum miring. "Baik," singkat sekali.

Farel berdehem sejenak, berusaha mencairkan suasana. Ia lantas mendekat ke arah Brenda dan melingkarkan tangannya pada pinggang Brenda yang langsing. "Ma, Brenda datang untuk menjenguk mama. Ia khawatir sekali dengan mama," ungkap Farel.

"Oh, terima kasih telah khawatir," balas Fenita. Tatapannya mengarah kepada Brenda. Brenda mengangguk, lantas Farel beranjak mengambil nampan piring berisi makanan yang tadi Farel suapi kepada mamanya. Ia memberikannya kepada Brenda. "Kamu suapi mama ya," ucap Farel. Ia mengedipkan matanya sebelah, pertanda bahwa ini adalah cara untuk mengambil restu Fenita. Brenda tentu saja menerimanya. Ia segera duduk pada kursi di dekat Fenita. "Tante, maaf ya jika Brenda lancang. Brenda mau suapi tante." Fenita hanya berekspresi datar tidak menerima maupun tidak menolak.

Brenda melirik kepada Farel, Farel mengangguk dan menyuruh Brenda untuk mencoba saja. Tangan Brenda sedik gemetar ketika menyendokan nasi ke dalam piring lantas mengacungkannya tepat di depan mulut Fenita. Fenita menatap Brenda datar. Lama, Fenita belum juga membuka mulutya. Namun setelah melihat Brenda ingin menjauhkan tangannya, Fenita menariknya mendekat dan membuka mulutnya. Sontak, hal itu membuat Farel dan Brenda tersenyum senang. Ini seperti pertanda baik bahwa Fenita akan menerima Brenda.

Farel memberikan kode lagi kepada Brenda agar segera menyendokan sesuap nasi lagi untuk Fenita, tepat ketika seorang perawat masuk. Brenda menunda dulu apa yang ingin ia lakukan tadi. Perawat itu masuk, meminta maaf terlebih dahulu karena telah menganggu. "Sebelumnya maaf, keluarga pasien nyonya Fenita dipanggil ke ruang adminsitrasi untuk menebus resep baru dari dokter untuk Nyona Fenita."Farel menganguk, ia segera berdiri untuk mengikuti perawat. Ia berbisik pelan kepad Brenda.

"Yakin saja mama pasti akhirnya luluh sama kamu, aku tinggal bentar ya. Kamu tolong jagain mama." Brenda mengangguk tersenyum kepada Farel. Lantas kini di dalam ruangan hanya tinggal Brenda dan Fenita saja. Brenda mengacungkan kembali sesedok nasi kepada Fenita. Namun Fenita mengunci mulutnya dan malah menunjuk sesuatu pada meja. Brenda menoleh segera ke arah meja tepat ke arah telunjuk Fenita menunjuk. Tahu bahwa Fenita menunjuk kotak tisu, Brenda segera mengambilkan dua lembar tisu untuk Fenita. Fenita menyambarnya, lantas Fenita langsung memuntahan apa yang berada di dalam mulutnya.

FallWhere stories live. Discover now