17. Takdir Tuhan

69.4K 5.2K 97
                                    

Bagian Tujuh Belas

Fenita jelas kaget dengan perkataan Farel dua jam yang lalu, tiba-tiba saja saat anak laki-laki bungsunya itu pulang ke rumah lalu mengatakan bahwa ia ingin menikah dengan Frella dan Fenita tentu tidak percaya begitu saja. Fenita segera menghubungi Frella untuk menanyakan apa kabar ini hanya sebuah kebohongan saja sebab Fenita ingat betul bahwa baru beberapa hari yang lalu, Farel marah-marah ketika dia dan ketiga anaknya bahkan para menantunya menasehati Farel untuk menikah saja dengan Frella.

Kabar ini disambut sangat bahagia oleh Fenita bahkan ia segera menghubungi seluruh anak dan menantunya untuk berkumpul di rumah. Dan hal itulah yang kini membuat ruang keluarga Guntoro menjadi ramai, sofa-sofa penuh diduki anggota keluarga Guntoro yang jika ditotal berjumlah sebelas orang.

"Farel, apa kamu yakin mau menikah dengan Ara?" Farel menarik napas dalam setelah mendengar pertanyaan apa kamu yakin yang entahlah sudah puluhan kali ia terima. Farel mengangguk, matanya menjelajahi seisi ruangan. "Farel yakin, kami berdua sudah berbicara tadi dan Frella juga sudah setuju bahkan tadi mama sudah mengonfirmasinya sendiri ke Ara."

"Sudah-sudah, Farel sudah bilang begitu puluhan kali. Mama percaya, ini bukan main-main." Fenita menengahi, raut wajahnya sarat sekali akan kebahagian. "Jadi kita sekarang ini tidak perlu membahas meminta cerita kenapa sampai bisa Farel dan Ara sepakat ingin menikah, biarlah itu jadi cerita mereka berdua. Sekarang yang perlu kita pikirkan adalah tentang prosesi lamaran, karena Farel sudah meminta Ara untuk menikah dengannya dan Ara setuju sekarang adalah waktunya kita sebagai keluarga yang meminta restu dan kesepakatan dengan keluarga Ara," putus Fenita.

Farel mengangguk membenarkan. "Untuk tanggal, nanti Farel akan bicarakan lagi dengan Frella. Dia juga sedang membicarakan ini dengan keluarganya."

Fabian dan Fatir saling menatap Farel mencari kebohongan di wajah adik bungsunya itu, jelas mereka belum percaya perkataan Farel ini sepenuhnya. Mereka bahkan mengira saat mamanya tadi menelpon mereka untuk berkumpul ke rumah karena ulah Farel yang mabuk-mabukan dan mengamuk, tidak ada pikiran bahwa kumpul keluarga ini untuk membahas pernikahan Farel dengan Frella. Jauh panggang dari api.

Dua tatapan yang terlalu intens memperhatikan dirinya membuat Farel merasa agak gugup, tahu percis dirinya manusia seperti apa kakak pertama dan kakak keduanya itu. Bahkan datang ke rumah tadi pun, kakaknya langsung berniat memukul dirinya sebab berprasangka bahwa lagi dan lagi dirinya mengamuk. Namun dengan segera mamanya menahan dan mengatakan bahwa dirinya bukan mengamuk atau apapun melainkan ingin menikah.

Jelas Fabian dan Fatir yang terlihat seperti manusia kembar kaget dan sampai detik ini belum percaya, mungkin karena sebelum ini Farel pernah berbicara dengan Fabian dan mngucap sumpah bahwa ia tidak akan mau menuruti saran dari kakaknya itu untuk menikah dengan Frella, bodohnya ia makan sumpah sendiri.

Mengabaikan kedua kakaknya itu, Farel malah terfokus pada mamanya yang sedang berbicara dengan ketiga kakak iparnya itu. Berulang kali mengatakan betapa besar kebahagiannya karena sebentar lagi akan memiliki menantu seperti Frella. Tidak hanya Fenita saja yang bahagia, ketiga kakak iparnya juga turut bahagia bahkan mereka mendukung sekali niat Farel itu.

Lain halnya dengan Fabian dan Fatir yang masih saja belum sepenuhnya yakin, Fero malah yang menjadi pengolok kedua kakaknya itu untuk mendukung saja keputusan Farel dan turut bahagia. Feno bahagia sekali mendengar kabar Farel tadi sebab jika mendengar nama Frella, ia langsung teringat wajah Harti. Ibu dari Frella sekaligus guru favoritnya jaman Sekolah Dasar dulu. Terang-terangan ia heboh saat tahu bahwa ia akan berkeluarga dengan Harti, jika nanti benar Farel menikah dengan Frella.

Farel terus mengamati wajah-wajah di ruang keluarga itu, bibirnya menyungingkan senyuman tipis. Hatinya bergejolak melihat tanggapan seluruh anggota keluarganya. Ia tahu bahwa ia tidak menikah dengan Frella atas dasar cinta melainkan atas dasar sakit hati, itu yang Frella katakan tadi. Mereka sama-sama sakit hati dan memilih untuk berkomiten dalam hubungan sembari mengobati rasa sakit hati itu. Yah seperti itulah.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang