5. Hanya Soal Waktu

86.6K 6.4K 38
                                    

Bagian Lima

Ia melangkah di lantai keramik kamarnya sambil memengang sebuah cangkir berisi teh melati yang baru ia seduh, kakinya berhenti ketika matanya melihat sebuah dress berwarna putih dengan penutup renda berwarna cokelat senada dengan sepasang sepatu hak cokelat berada tidak jauh dari dress yang tergantung di gantungan dinding kamarnya itu.

Frella menghembuskan napas dalam, dress dan sepatu hak itu akan ia pakai nanti malam pada acara penggalangan dana untuk penderita kanker.

Tidak terlalu mencolok dan mewah malah terkesan sederhana tapi masih menampilkan sisi yang sesuai dengan kepribadian Frella yang tidak suka hal ribet.

Kakinya melangkah kembali menuju balkon di kamarnya. Sesampainya di sana, Frella langsung mendekat ke arah pembatas balkon yang merupakan pagar besi setinggi pinggangnya dengan cat berwarna hitam.

Sesesap teh melati meluncur dengan sempurna di kerongkongan Frella, rasanya yang begitu nikmat membuat Frella menjadi candu hingga ia menyesap kembali.

Pandangan matanya mengarah ke bawah dimana teras rumahnya yang dipenuhi rumput serta beberapa tanaman di dalam pot berada.

Untunglah hari sabtu ini, ia libur jadi setidaknya ia bisa menyengarkan otaknya.

Deruan mobil dari arah pagar membuat Frella mengalihkan pandangannya, ia mengerinyitkan dahi melihat mobil yang ia tahu pasti adalah kepunyaan adiknya berada di depan pagar.

Tampak pula Dristy, pacar adiknya yang tiba-tiba turun dari mobil dan membuka pagar untuk membuat mobil adiknya bisa masuk ke perkarangan rumah. Setelah pagar ditutup kembali oleh Dristy, ia tidak lagi naik ke dalam mobil. Gadis itu malah memilih untuk berjalan kaki menuju pintu rumahnya.

Frella tersenyum kecil dari pertama ia kenal dengan pacar adiknya itu, sekitar dua tahun yang lalu Frella sudah sangat menyukai Dristy. Pacar adiknya itu mudah sangat dekat dengannya, memilki hobi yang sama yaitu menonton pementasan teater dan yang terpenting Dristy belum pernah membuatnya menemukan celah kekurangan gadis tersebut.

Ah, ngomong-ngomong masalah nonton pementasan teater. Frella jadi kangen ingin menonton pentas teater yang sering diadakan di galeri budaya Jakabaring.

Biasanya SMA atau Universitas yang memiliki komunitas teater di instansinya akan menggelar pentas teater di sana. Biasanya, Frella menontonnya bersama ... Fahri.

"Ya Tuhan, mikir apa sih Frel." Frella menggelengkan kepalanya berulang kali, menyingkirkan pikirannya mengenai Fahri. Untuk apapula ia mengingat laki-laki itu.

Frella membuang nafas dalam, menyesap habis teh melatinya. Ia kemudian lebih memilih untuk melangkah pergi sambil membawa cangkir minumannya yang telah habis.

-Fall-

Laki-laki itu kembali menyesap isi cangkir minumannya yang berisi kopi luwak khas Indonesia. Ia jarang minum kopi, tapi entah mengapa kopi luwak seperti candu sendiri baginya.

Sekalipun beberapa orang mengatakan, kopi luwak itu tidak boleh diminum karena cara pembuatannya yang aneh.

Tetap saja, Farel sangat menyukai kopi luwak terlebih bila baru diseduh. Aromanya yang nikmat begitu sangat menggiurkan.

Pandangan Farel mengarah ke arah perkarangan samping rumahnya dimana sebuah kolam renang berada di sana dengan beberapa kursi.

Tidak beralih dari sana, ingatan Farel mendadak terusik dengan wajah gadis yang beberapa hari ini membuat ia sulit tidur sejak gadis itu memutuskan komunikasi sepihak.

Farel menyesap kembali kopi luwak tersebut, menenguknya dengan nikmat lalu mengulainya berulang kali hingga kopi luwak tersebut sudah tersisa setengah di dalma cangkir.

"Kadang seorang perempuan itu butuh kepastian, Rel." Ucapan tersebut masih saja terngiang di telinga Farel, merasa bersalah sendiri dengan apa yang ia lakukan kepada Brenda.

Farel tahu betul hubungannya dan Brenda bukan hubungan main-main, walaupun ia belum sejauh berhubungan badan masih hampir. Tetap saja, ia dengan Brenda harus punya tujuan untuk hubungannya ini.

Dia bukan ABG lagi, dimana hubungan itu hanya sekedar hubungan yang jalani saja. Usia matang seperti sekarang setiap hubungan harus memiliki ujung, entah itu pada pernikahan atau putus yang jelas harus ada ujungnya.

Farel menarik napas dalam-dalam, malam ini ia ada kesempatan untuk berbicara serius dengan mamanya dan Farel harap bahwa karang di dalam hati mamanya itu dapat luluh setelah percakapan nanti malam. Berharap betul Farel bahwa mamanya itu akan merestui hubungannya dan Brenda.

Ia janji setelah restu ia dapat, Farel akan langsung menikah dengan Brenda dan menjadikan perempuan itu sebagai pendamping hidupnya untuk selamanya.

-Fall-

Perempuan berambut sebahu itu terlihat fokus mengaduk masakan yang berada di hadapannya. Hingga sebuah suara membuatnya menoleh. "Hai Ty," sapa Frella. Dristy tersenyum lebar menatap kakak perempuan dari pacarnya itu berdiri di depan wastafel mencuci sebuah cangkir.

"Bertamu ke rumah bukannya duduk nyantai di ruang keluarga aja malah masak di sini," ungkap Frella setelah selesai menaruh cangkirnya tadi di kaitan cangkir.

Ia mendekat ke arah Dristy sambil menengok ke arah masakan yang sedang dimasak oleh Dristy

Dristy tertawa kecil. "Ah Kak kayak sama siapa aja. Ini Dristy cuma goreng pempek aja, semalam Dristy nyoba bikin pempek dari ikan kakap dan alhamdullilah jadi. Ini pempeknya yang Dristy goreng," balasnya.

Frella mengangguk kagum sekaligus malu. Kagum karena selain cantik satu fakta lain mengenai Dristy, perempuan itu pintar memasak. Malu karena Frella memiliki sifat yang urang-uringan urusan dapur berbeda dengan Dristy yang hobi sekali mencoba resep-resep masakan. Bisa dibayangkan, makmur sekali nanti adiknya jika memilki istri seperti Dristy.

"Mama kemana Ty?" tanya Frella menengok ke kanan dan ke kiri tidak menemukan mamanya.

Dristy menjawab segera. "Mama tadi pengen bantu Dristy tapi Dristy malah nyuruh mama ke ruang keluarga aja untuk temenin Brandon. Bentar lagi juga ini udah kelar, kakak ke ruang keluarga aja gabung sama tante dan Brandon," bujuk Dristy.

Frella tersenyum kecut, Dristy kembali mengalihkan pandangannya ke arah penggorengan. Frella belum mengalihkan pandangannya dari Dristy, matanya tanpa bisa dicegah malah berkaca-kaca.

Seandainya ia sudah menikah, pastilah sekarang Dristy juga sudah menikah pula dengan adiknya.

"Ty," panggil Frella pelan

Dristy menoleh kembali, cukup kaget melihat Frella yang tengah menatapnya dengan pandangan berkaca. "Kak," tegurnya.

"Maaf ya, gara-gara kakak kamu jadi belum bisa menikah dengan Brandon."

Dan tanpa sadar setelah mematikan kompornya, Dristy memeluk Frella dalam berusaha menenangkannya. Ia tidak menyalahkan Frella sama sekali atas semua yang terjadi.

Drsity percaya bahwa jodoh itu di tangan Tuhan, semua bukan kesalahan Frella. Ketika Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan sebenarnya bukan karena Tuhan tidak sayang dengan kita tapi melainkan Tuhan merencanakan sesuatu yang lebih indah dan baik dari apa yang kita inginkan.

Seperti itulah dan Dristy percaya bahwa jika dia memang berjodoh dengan Brandon hingga sampai pada mahligai pernikahan maka ada saja jalannya.

"Jodoh itu ditangan Tuhan kak. Kalau emang jodoh maka tidak kemana, kalau emang Dristy dan Brandon berjodoh maka sekalipun ada halang melintang itu akan bisa dilewati dan Dristy percaya pada akhirnya kakak akan menemukan sosok laki-laki terbaik yang diberikan Tuhan untuk mendampimgi kakak. Hanya soal waktu saja, semua pasti akan terwujud nanti."

Dristy tersenyum begitu juga Frella, dan tanpa mereka sdaari bahwa di atas sana Tuhan sedang tersenyum dengan keteguhan hati keduanya.

Bersambung...

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang