Mirality

86.6K 8.4K 1.8K
                                    

Mirality

Miracle and Reality

Everything will change, Nothing stays the same
Nobody here's perfect, But everyone's to blame
All that you rely on, And all that you can save
Will leave you in the morning, And find you in the day

You're in my veins
And I cannot get you out

In My Veins by Andre Belle

**

Theala

"Ela...," suaranya serak, dan mungkin dia berpikir kalau gue tidur.

"Maafin gue ya..."

Gue dengan susah payah menelan ludah, meskipun sesak di dada gue akhirnya hilang, berganti dengan perasaan lega, hangat, waktu gue rasain keberadaan dia disini.

Yang harusnya minta maaf gue, bukan lo, Ga.

And also, this mouth of mind should apologize to me since it makes me hard to say that to you. I always am. Gue gak tidur semalaman, dan di saat seharusnya hari ini gak bisa tidur karena kesenengan akhirnya bisa jalan sama Trian, gue malah gak bisa tidur karena lo.

Karena lo marah sama gue.

Sejak kapan gue peduli sama orang lain? Mau mereka marah kayak apapun, gue gak pernah peduli. Terserah mau suka atau gak sama gue. Tapi kenapa waktu kemarin gue cuma bisa liat mobil lo pergi, dan bahkan lo gak sama sekali maksa-maksa buat makan di rumah gue kayak yang biasa lo lakuin, kaki gue rasanya kaku. Gue gak bisa jalan kemana-mana, dan tiba-tiba kepala gue dingin, tangan gue basah, dada gue sesak.

Mata lo seakan-akan berbicara kalau lo teramat sangat kecewa sama gue, seperti gue buat satu kesalahan besar yang gue sendiripun gak tau itu apa. Masalah lo nungguin di parkiran? Gue rasa ada hal lain.

Dan lagi, sebawel-bawelnya lo, gue selalu merasa ada banyak hal -terlalu banyak hal yang gak pernah gue tau tentang lo.

Gue gak sengaja menggerakkan tangan gue untuk megang tangan dia, i just want to do it though, dan dia mempererat pelukannya. Gue sering insomnia, gak bisa tidur hanya untuk wondering things, this and that, here and there. Tapi setiap kali ada Dirga, gak perlu sedeket ini, cukup dia tidur di lantai, atau di sofa, gue selalu membuang pikiran-pikiran itu, gue bisa tidur dengan tenang tanpa harus berandai-andai apakah besok akan jadi hari yang lebih baik buat gue. Gue bisa rasain ada yang bergerak di leher belakang gue -bibir dia, dan gue sedikit membuka mata.

Dirga once said that he likes the smell of my hair that he likes to kiss it everytime he wants to, and he added that i have no right to protest.

Screw you, bastard, that's my hair after all.

But again, since it's him, it's Audirga, i don't mind.


Dirga bau, gak wangi kayak biasanya. Gue bisa cium bau rokok, bau keringat, baru alkohol, dan itu buat gue gigit bibir gue sendiri. Apa karena gue? Apa lo semarah itu sama gue sampe lo mabok-mabok lagi? Tapi kenapa?

Semenjak kenal dia dengan cara super aneh dan kontroversial dulu, gue tau dia berusaha sebaik mungkin untuk mengerti gue, mencoba menyamakan perbedaan yang kita punya satu sama lain, disaat gue ngerasa mungkin gak ada satu orangpun selain dia yang mau lakuin itu, hanya untuk bisa berteman sama gue.

Gue bisa ngomong hal apapun ke dia. Ini, itu. Gue bisa ketawa, gue bisa nangis, hal yang gak pernah mau gue lakuin ke orang lain, and that's how Dirga means a lot to me, meskipun kadang gue gak pernah bisa ngakuin itu, gue gak bisa bilang itu langsung ke dia.

NonversationWhere stories live. Discover now