7. Tidak Peduli

187K 18.3K 1.1K
                                    

Bagian Tujuh

"Jomblo itu butuh pasangan, bukan butuh quote penghibur diri."

"Reina sekolah dulu, Ma."

"Iya. Pulang nanti, mama kabarin bisa jemput atau nggak. Kalau nggak bisa jemput, nanti mama kabarin."

Reina mengangguk lalu mencium tangan Irene, mamanya. Tersenyum singkat lalu mengambil goodie bag berisi seragam batik sekolahnya. Hari ini adalah hari kamis, hari dimana kelas XI IPA 2 ada jam olahraga di jam pertama sampai jam ke empat. Karena itu dari rumah Reina sudah memakai seragam olahraga.

Ia keluar dari dalam mobil yang dikemudikan oleh mamanya sekolahnya. Mobil yang dikemudikan oleh Irene melaju kembali membelah jalanan kota Palembang setela sempat mengelakson kepada Reina.

"Da!" Reina melambaikan tangan.

Rena lalu memilih masuk ke area sekolah, ia tidak langsung ke kelas melainkan melangkah menuju kordidor loker kelas sebelas dulu, tempat dimana semua loker siswa-siswi berada. Setiap siswa-siswi mendapat jatah satu loker sesuai kelas untuk menaruh barang-barang. Reina menaruh seragam batik dan sepatu sekolahnya di sana.

Reina menarik nafas dalam sebelum membuka loker milikinya. Segera saja ia menaruh goodie bag yang ia bawa tadi. Kebetulan juga lorong loker berdekatan dengan ruang ganti. Sehingga setelah pelajaran olahraga usai Reina bisa langsung sekaligus mengambil goodie bag berisi seragam lalu pergi ke ruang ganti. Beberapa teman sekelasnya juga berada di koridor loker. Melakukan hal yang sama dengannya.

Mereka berceloteh ria sambil memasukan seragam masing-masing dari mereka ke dalam loker, sedangkan Reina hanya diam saja.

Reina membuka lokernya, matanya menyipit melihat ada beberapa surat berwarna-warni yang berada di dalam loker. Kebetulan loker miliknya sangat sulit untuk dijebol jadi yang bisa orang lakukan hanyalah memasukkan surat saja dari celah. Reina mengambilnya segera ada sekitar dua puluh lebih surat berwana-warni yang ia pegang.

"Kayak masih jaman dahulu kala aja pakai surat-suratan," gerutunya pelan.

Reina lalu memasukkan surat-surat tersebut ke dalam tas punggungnya. Tangannya lalu terarah memasukkan goodie bag yang ia bawa tadi ke dalam koridor.

"Wah banyak banget dapat surat warna-warni, kayak ayam-ayaman depan sd aja." Ucapan itu membuat Reina hampir saja menjerit kaget.

ia menoleh ke arah sumber suara melihat Frans yang menyender di loker sebelahnya. Senyum mengejek laki-laki itu terbit pada wajahnya yang tidak seberapa.

Reina diam saja tidak membalas. Ia malas pagi-pagi berurusan dengan manusia kurang kerjaan macam Frans.

Merasa diabaikan Frans memilih untuk membuka lokernya karena tujuan dia ke koridor loker adalah menaruh seragam batiknya, kebetulan memang loker yang berada di sebelah Reina kelang tiga kolom memang loker kepunyaan Frans. Satu-satuya loker yang ditempelin banyak stiker gosok dari ciki dan sosis.

Bahkan saking gregetnya, takut kalau lokernya tiba-tiba lari kalau ada satpol PP. Frans menulis namanya besar-besar untuk menamani lokernya tersebut. PUNYA FRANS XI IPA 2. Memang kurang segaris sekali Tuhan memberi otak untuk Frans. Gara-gara itulah banyak guru yang menegurnya karena dibilang merusak fasilitas sekolah, namun bukan Frans namanya kalau tidak berhasil memenangkan apa yang ia inginkan.

"Frans, kamu itu merusak fasilitas sekolah." Omelan itu didapatkan Frans untuk yang ke sepuluh kalinya dari guru berkumis tipis seperi Iis Dahlia yang kebetulan juga adalah guru bimbingan konserling di sekolahnya. Namanya Ibu Setiana, atau lebih singkat sering Frans panggil Buset.

Flesh OutWhere stories live. Discover now