21. Marah

127K 12K 586
                                    

Bagian Dua Puluh Satu

Ada sekat yang kamu buat dengan rasa angkuhmu, namun diam-diam aku menemukan bahwa di balik sekat itu kamu menyimpan rasa peduli- Frans Guntoro

Kamu seperti banteng yang terus saja berusaha untuk menyeruduk benteng pertahananku, sedang aku mulai kelelahan untuk menahanmu.-Reina Pamela

-Flesh Out-

Setelah minggu malam kemarin Reina memarahi Frans, Reina sudah berpikir bahwa kemungkinan Frans akan menjauhinya dan memilih mengakhiri saja beberapa hari yang masih tersisa lima hari lagi. Namun semuanya salah, saat Reina malah menemukan Frans menjemputnya di senin pagi untuk sekolah.

Wajah laki-laki itu sebenarnya masih lebam tapi kini sudah lumayan baikan. Dengan lagak songongnya, tadi pagi Frans menjemputnya dengan mobil karena Otong masih di bengkel. Kata Frans ada untung dan ada ruginya dengan kejadian kemarin. Untungnya, ia naik kasta setingkat bawa mobil ke sekolah.

Hari ini upacara senin, karena Frans dan Reina agak telatan sedikit. Mereka berbaris di belakang sekali. Frans tanpa berjinjit bisa melihat upacara yang sedang berlangsung, begitu juga dengan Reina. Namun karena tinggi, ketika matahari mulai menanjak naik. Keduanya dengan mudah terkena sorot matahari.

Reina menunduk ketika matahari perlahan membakar kulitnya. Ia tahu ini panas pagi, baik untuk kulit menurut buku-bukunya tapi tetap saja bagi Reina, panas ya tetap panas.

Frans menoleh untuk terkekeh tanpa suara melihat Reina yang terus-terusan menunduk. Ia berdiri di samping perempuan itu saat upacara. Keringat menyucur di dahi Reina saat upacara baru memasuki amanat Pembina upacara.

Tangan Frans terulur mengusap keringat Reina menggunakan tisu yang tadi ia minta dari teman perempuan sekelasnya.

Reina perlahan menoleh lalu menatap Frans dengan tatapan memicing. "Nggak usah sok romantis, gue nggak akan cinta sama lo."

Frans tersenyum geli, seolah malam kemarin tak ada pembicaraan serius keduanya yang berakibat untuk memberi sekat bagi Frans mendekati Reina. "Iya gue juga nggak berharap kok lo cinta, kalau berharap tinggi-tinggi entar pas tahunya nggak sampai kan bakalan jatuh, sakit."

Reina hanya membalasnya dengan dengusan dan menarik tisu yang masih dipegang Frans untuk mengusap keringatnya sendiri.

-Flesh Out-

"Kak Gatra." Koridor mulai sepi karena banyak siswa-siswi yang mulai masuk ke dalam kelas, sedangkan Reina menunggu waktu yang pas untuk berbicara dengan Gatra.

Senyum Gatra merekah lebar saat mendengar Reina memanggil namanya dan ia sangat bersyukur karena hari ini Reina tidak datang bersama kurcaci bedebahnya itu.

"Apa Reina?" Tanya Gatra seolah tidak terjadi apa-apa yang membuat Reina bersedia berbicara seperti ini dengan Gatra.

Keduanya saling berhadapan dan Reina menatap Gatra dengan tatapan tidak suka. "Lo boleh lakuin apa aja ke semua orang, asal bukan Frans. Lo itu sudah gila."

Gatra terdiam lalu ia tertawa di detik selanjutnya. Tangannya terjulur untuk melepas kuncir Reina dan membuat rambut perempuan itu terurai. "Gue sudah bilang kan kalau gue sukanya rambut lo diurai, kenapa akhir-akhir ini malah dikuncir terus." Gatra mengalihkan pembicaraan. Ia menyimpan kuncir Reina ke dalam saku seragamnya. Senyumnya terus merekah saat menatap wajah Reina.

"Kak, gue ke sini bukan untuk bahas itu,"peringat Reina.

"Wah terus apa? Oh iya gue ingat, lo ngajak gue ketemu cuma buat ngancam gue buat nggak ngelakuin apapun sama sialan satu ini. Siapa dia buat lo?" Gatra tersenyum miring. "Oh gue baru ingat, pacar lo? Iya benar."

Flesh OutWhere stories live. Discover now