Bab 6 - Depresi

10.4K 942 15
                                    


Bab 6 – Depresi

-Author POV-

Setelah kejadian aneh yang menimpanya bertubi-tubi membuat Lucita depresi, ia selalu was-was jika tengah sendirian. Baik itu di rumah maupun sedang berada di radio untuk siaran. Lucita terbaring di kasur, ia memiringkan tubuhnya ke samping kanan dan memeluk lututnya hingga menempel kedada. Pandangannya terlihat kosong padahal didalam pikirannya kini, tengah memikirkan kata-kata Pak Ogah yang menasihatinya.

"Apa yang dikatakan Pak Ogah itu benar?" gumam Lucita pelan.

*Flasback on

"Pak Ogah!" teriak Lucita berlari menuju warung yang berada di samping gedung radio, Pak Ogah yang tengah merapikan dagangannya melirik Lucita sambil tersenyum. "Pak Ogah, aku mau--"

"Mau Aqua?" sela Pak Ogah, ia tak mau dikejai lagi oleh seorang Lucita.

Lucita mendengus, "Bukan! Aku mau ngobrol bentar boleh?" tanya Lucita dengan wajah serius membuat Pak Ogah heran. Ia duduk lalu menepuk-nepuk bangku di sebelahnya mengisyaratkan agar Pak Ogah segera duduk.

"Kenapa neng? Serius banget kayanya ..." ujar Pak Ogah menuruti Lucita untuk duduk di sebelahnya.

"Pak, kalo misalnya aku bilang kalo aku bisa lihat hantu ... apa bapak percaya?" tanya Lucita, Pak Ogah tertawa. "Aku serius ini, Pak" Lucita menjambak rambutnya frustasi.

Pak Ogah terdiam, kini ia baru benar-benar yakin jika Lucita tidak sedang bercanda. "Maksud neng Luci ini kejadiannya tiba-tiba? Atau memang dari awal neng Luci bisa liat hantu?"

Lucita mengambil sebotol air mineral yang berada di hadapannya lalu meneguknya rakus, "Kayanya aku korban malpraktek, soalnya semenjak kecelakaan ... tiba-tiba mataku ini bisa lihat apa yang orang lain gak bisa lihat! Apa mungkin dokter di rumah sakit menukar bola mataku dengan orang yang mempunyai indra ke-enam? Atau malah ada orang yang kirim santet sama aku?" celoteh Lucita tanpa jeda.

Pak Ogah tersenyum, "Gak usah berpikiran macam-macam neng ... setiap manusia diberikan kelebihan sama Tuhan pasti ada maksud dan gunanya" ujar Pak Ogah bijaksana.

"Tapi aku sama sekali gak tau gunanya dimana? Malah sekarang aku hampir gila gara-gara selalu liat sosok yang tiba-tiba ada di hadapanku" Lucita menundukan kepalanya. "Bapak tau orang pinter yang bisa ngilangin kelebihan aku ini gak?" tanya Lucita yang akhirnya mengungkapkan tujuan utamanya.

"Duh neng, kalo soal itu bapak gak tahu ... gini aja, mungkin neng masih kaget sama perubahan yang ada di diri neng sekarang, tapi siapa tau kelebihan ini berguna atau bisa jadi buat nolong orang lain gitu misalnya?" pesan Pak Ogah menepuk-nepuk pundak Lucita. "Sudah malam, sebaiknya neng cepat pulang" perintah Pak Ogah di angguk Lucita.

***

Lucita berjalan sendirian menuju halte, hari ini ia harus rela untuk naik kendaraan umum karena mobilnya masih berada di bengkel, sedangkan Bunga masih harus menjadi operator untuk siaran jam sembilan malam. Dengan langkah gontai akhirnya Lucita tiba di halte, syukurlah kondisi halte itu cukup ramai, membuat Lucita sedikit tenang.

Kini ia harus menunggu angkutan umum berwarna biru kuning untuk membawanya sampai di depan komplek rumah. Lucita berdiri di samping tiang karena tempat duduk sudah terisi penuh.

Tiba-tiba ada seorang wanita setengah baya berlari terburu-buru menuju halte tempat Lucita tengah menunggu angkutan umum, kening Lucita mengekerut melihat kondisi wanita itu yang basah kuyup seperti baru saja kehujanan.

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang