-I-

35K 829 10
                                    

Disclaimer by Asagiri Kafka and Harukawa Sango

"Kau baik?" aku tanya pada dia, dan dia hanya mendelikkan mata, memintaku memperjelas. "Dia menyentuhmu begitu saja, itu pelecehan."

Dia tertawa memamerkan gigi putihnya, "Kau pikir aku peduli dengan itu? Dan kenapa aku merasa kau peduli dengan itu? Kalau iya, lucu sekali."

"Bukan itu." kataku, "Bagaimanapun kau manusia."

"Sayang sekali.. manusia itu sudah hilang, sekarang tinggal barang rusak." tawanya diiringi mata yang mengarah ke luar jendela. Setelah itu aku hanya perhatikan dia terduduk di atas nakas, memandang jalan raya sepi di bawah sana.

"Kau mau aku bagaimana malam ini?" suaranya terdengar lagi, aku masih memandangnya.

Dia semakin menekuk kakinya, membiarkan paha yang putih dan penuh memar terlihat olehku. Kemeja kebesaran yang dikancing dari leher hingga perut menampakkan sebagian dada dan bahu kecilnya. Matanya merayu, begitupun bibir dengan lipstick merah pudar yang tersenyum menarikku untuk melangkah mendekat.

"Apa yang bisa kau lakukan untukku?" tanganku mengelus bahunya, dan dengan refleks dia memiringkan kepala untuk memerlebar daerah jamahanku.
Kakinya yang tadi ditekuk menumpu dagu, kini sudah terbuka mengapit pinggangku.

"Semua yang kau inginkan."

Kulit licinnya seakan menjatuhkan tanganku yang kini menangkup kedua paha yang berisi. Ia mendesah, namun tampak palsu. Kuturunkan lagi kemeja itu hingga semua badannya terekspos, hanya menyisakan kemaluan yang tertutup lipatan-lipatan kain.

Tangan kecilnya tidak bergerak, tetap menempel memegang nakas walau aku tidak mengikatnya seperti biasa. Seperti budak lainnya, tidak boleh bergerak jika tidak diperintah atau digerakkan.

Rambut sinoper halusnya melambai akibat gerakan kepala, beberapa helai menempel di leher terjebak oleh keringat. Dan bibirku segera menyisihkan rambut-rambut yang menempel itu. Tanganku masih menjelajah punggung kecilnya, memberi sentuhan seduktif, berharap sesuatu yang nyata namun ternyata desahnya masih sama.

"Ahnn!" dia memekik ketika kugigit sejumput kulit leher itu. Kutarik kepalaku menjauh, ingin menatapnya dan yang kudapat hanya mata biru kosong tanpa kehendak.

"Dasar penipu." aku menarik senyum, begitupun dia.

"Untuk orang yang hanya mencari tempat menancapkan penis, kau suka menuduh orang ya?" aku bisa lihat tatapan permusuhan itu, jauh di dalam matanya, penuh dengan kepedihan. Tapi tidak ada ikatan di antara kami yang membuatku peduli. Selama dia melayani hasratku, aku akan 'mengurusnya'.

---

Setelah kata-kata itu, ia mendorongku, memaksaku untuk merebah di atas peti kayu yang dingin ini. Yang kutatap hanya langit-langit ruangan kecil yang begitu gelap. Aku tau cahaya malam menimpaku dengan kejam, begitupun dia yang sedari tadi meremas pahaku dengan tangan-tangan besarnya itu.

Beberapa lenguh kulepaskan, untuk memuaskannya, karena itulah yang mereka ajarkan sebelum aku diperdagangkan. Semua kulitku masih penuh dengan lebam, beberapa sayatan dari cambuk yang diberikan para pemilik. Tapi pria ini tidak peduli, begitupun aku. Dia bilang bahwa luka itu membuat kesan yang merangsang, terserah saja.

"Ahh ah— Hngh!" sekali lagi aku menjadi seorang profesional. Mengeluarkan suara menjijikkan yang disukai semua bajingan. Aku tau dia hampir menggila. Dia melepas dasi hitamnya, membuka beberapa kancing kemeja hingga tampak dada bidang yang berbalut perban. Rambut coklatnya ia sisir ke belakang telinga dengan jari sebelum membuka tali pinggang.

Tu m'appartiensWhere stories live. Discover now