-V-

9.2K 522 53
                                    

Disclaimer by Asagiri Kafka and Harukawa Sango


Yosano-sensei memberi seorang budak menggantikan Chuuya. Mata biru dan rambut jingga, tapi dia bukan Chuuya. Bibirnya mungil dan begitu manis, tapi dia bukan Chuuya. Desahnya hebat dan tubuh menggairahkan, tapi dia bukan Chuuya. Dia bukan Chuuya.

Ketika kutelepon, nomor Yosano-sensei tidak aktif. Setengah jam setelahnya dia bilang baru selesai melakukan operasi aborsi. Kutanya kabar Chuuya, "masih tidur", katanya. Kapan aku bisa menjemput, "minggu depan", jawabnya.

Budak ini, siapa namanya, aku meletakkan dia di basement seperti Chuuya, memberinya perawatan seperti Chuuya, tapi dia tidak membalas seperti Chuuya. Tidak berbicara seperti Chuuya, tidak melempar tatapan putus asa dan menyerah seperti Chuuya. Budak ini, dalam dirinya, masih berharap sebuah belas kasih. Dari siapa? Entah.

Mata biru yang aku sukai selalu mengatakan, "Aku tidak berharap apa-apa. Dari Tuhan, darimu, bahkan dari iblis sekalipun." Dan itu yang membuatku menyukainya.

Aku ingin dia.

Bukan yang lain, hanya dia.


---

Asma yang dideritanya tidak membahayakan. Ketika kumat, dia akan baik-baik saja setelah diberi pertolongan. Tapi perlakuan Dazai Osamu yang terlalu brutal membuatnya semakin rusak. Menidurinya tanpa memikirkan apa-apa, bahkan mencoba membunuhnya.

Huh.. Apa yang kuharapkan dari seorang pria bipolar saat aku memberinya seorang budak seks? Berharap dia sembuh? Tidak. Aku hanya memberi mainan baru yang lebih aman dan mudah dicari gantinya. Tidak merepotkan ketika sakit jiwanya kambuh dan jikalau ia kembali membunuh. Hanya itu.

Tapi karena sebuah telepon, sedikit harapan muncul di benakku. "Tolong sembuhkan dia," yang terdengar begitu tulus seperti guncangan di kepalaku.

Pertolongan dapat datang dari mana saja bukan? Bahkan dari seorang budak yang tidak bermoral seperti yang dirawat di balik pintu ini.

"Astaga!"

Aku mencoba tidak panik ketika pintu ruangan ICU kubuka dan ranjang itu kosong. Selang infus menggantung dan selimutnya hilang. Itu dia! Pasti dia! Aku sudah mengira dia pasti akan mengambil budak itu lebih awal dari waktu yang kutetapkan, tapi tidak kusangka dia akan menculiknya seperti ini. Ini baru enam hari!

Segera aku berlari ke garasi. Memacu mobilku menuju mansion Dazai Osamu. Dia tidak ada. Rumah megah itu kosong. Mobilnya tidak ada, bahkan semua lampu mati. Kemana? Kemana dia membawa budak itu?

Ah, budak! Budak pengganti yang aku beri padanya sehari setelah percobaan pembunuhan itu.

Dengan kunci cadangan aku membuka pintu. Masuk, berlari ke basemant. Pintu besi itu terbuka, dan yang tersaji di sana adalah sebuah mayat.

Dia mati dengan tangan dan kaki terikat di sudut tempat tidur. Kukunya terlepas dan darah masih mengalir dari luka itu. Cairan merah itu juga mengalir dari mata tepejam menutupi rongga kosong yang seharusnya diisi bola mata. Budak ini mati karena shock dan stress akan penyiksaan. Tapi dia masih mengenakan terusan merah bening sepaha. Ah, itu berarti Dazai Osamu tidak melakukan seks dengannya dan hanya menyiksanya begitu? Sama seperti wanita-wanita sebelumnya walau lebih mengerikan.

Tidak, tidak. Sekarang bukan waktunya memikirkan itu. Budak yang dia culik masih dalam kondisi renta. Jika itu adalah kunci untuk menyembuhkan Dazai Osamu dari sakitnya, maka aku harus menyelamatkannya. Tidak ada yang tau apa yang akan dilakukan Dazai Osamu di masa depan. Bahkan sekarang, aku tidak bisa menjamin kalau budak itu masih bernapas. Ya ampun!


Tu m'appartiensWhere stories live. Discover now