-IX-

6.1K 382 21
                                    

Disclaimer by Asagiri Kafka and Harukawa Sango


Keheningan itu hanya diisi isak tangis sebelum Dazai menarikku ke pelukannya. Entah itu tubuhku atau tubuhnya yang bergetar, tapi aroma yang menguar sangat mirip dengan masa laluku. Sebuah rasa putus asa yang sangat dalam dan baru terasa darinya. Ada apa dengannya? Apa yang kulakukan padanya?

"Aku bukan orang yang bisa mewujudkan ketakutanmu, Chuuya."

Takut? Sejak kapan aku kenal dengan rasa itu lagi?

"Percaya padaku." Konyol. Sampai kapan dia akan mengatakan kebohongan? Seharusnya dia sadar kalau orang yang coba dia pinta untuk percaya adalah aku. Seorang yang sudah membangun sebuah tembok terkuat. Tidak ada yang bisa merobohkan tembok itu kecuali aku yang membiarkannya runtuh. Apa yang coba kau lakukan Dazai?

"Jangan bercanda lagi. Aku lelah..."

Ah, akhirnya aku mengatakannya. Aku mengatakannya. Siapa dia sampai bisa membuatku mengatakan hal yang kukubur di bawah semua penderitaan hitam itu?

"Kau bisa istirahat." Dia melepas pelukannya, melihat wajahku dengan mata iba. Punggung jarinya di pipi kuabaikan. "Untuk pertama kali?"

"Aku benar-benar lelah denganmu.." ucapku, jujur. Aku tidak peduli dia akan menampar atau apa. Aku tidak tahan lagi! "Kau aneh! Kau membuatku aneh.. Aku seharusnya tetap menjadi aku.. Tetap menjadi budak. Jangan buat aku berharap...."

Aku menangis, lagi. Setelah bertahun-tahun air mata terkunci dalam kekuatan palsu yang membuatku bertahan. Dan dengan sesuka hatinya, pria ini, membuat rahasia itu terbongkar dan jatuh berkali-kali.

"Kau tidak akan mati sendirian, aku akan melakukan sesuatu agar itu tidak terjadi."

"Kau mau kemana? Memangnya ada hal apa?" aku memberanikan diri. Entahlah. Banyak sekali hal yang terjadi sampai warasku berubah menjadi secuil keberanian untuk bertanya. Tapi kali ini tidak ada jawaban. Ia meninggalkan tatapan kelam ketika beranjak ke tempat tidur dan merebahkan diri.

"Apa menurutmu?"

Aku benar-benar jengah dengan permainannya. Kenapa tidak dia katakan saja secara jelas kalau ingin menghancurkan kepolisian? Kenapa dia tidak jujur saja kalau aku memang akan dibuang? Kenapa harus membuatku berpikir sesuatu yang membosankan?

"Aku tau polisi mengejar kita.. Tapi kita sudah lari cukup jauh... Itu saja kan?"

----

Jujur saja aku bukan pria yang mahir menghibur lara hati. Air mata yang telah jatuh, aku tau bagaimana keras ia menahannya. Tidak terbayang kekacauan apa yang kusebabkan sampai dia kehilangan kontrol dan mulai meracaukan sesuatu yang tidak khas budak. Ia kembali pada manusia lemah yang mengatakan segala hal dalam benaknya.

'Aku takut.'

'Aku lelah.'

Akhirnya kotak pandora terbuka. Memancing kutukan di seluruh duniaku karena ingin melindunginya.

Tidak salah kalau kukatakan Chuuya lebih cerdik dari orang-orang sejenis dirinya. Maksudku, korban penculikan, perbudakan, burung-burung putih yang ternodai kebengisan.

Memang setelah pembunuhan itu, walau Yosano-sensei adalah dokter dunia bawah, pasti polisi akan mencari kami. Terlepas dari keberadaan yang mungkin akan sulit ditemukan karena mayatnya ada dalam kabin di pantai terpencil, tetap saja, mau tidak mau keadaan akan berubah menjadi lebih berbahaya. Untukku, juga untuk makhluk rapuh ini.

"Banyak hal terjadi lebih dari yang kau tahu."

Aku memanggil, mengabaikan biru manar yang kecewa. Ia ikut berbaring di sampingku dengan enggan dan wajah sakit. Kubelai puncak kepalanya, berharap mengundang ketenangan. Ia menelan isak, merapat padaku. Kurva tubuhnya kutelusuri dengan ibu jari, begitu molek, berlekuk indah. Aku mengecupnya, menciptakan ciuman dalam.

Tu m'appartiensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang