-X-

4.9K 321 30
                                    

Disclaimer by Asagiri Kafka and Harukawa Sango


Sekali lagi aku mengubur cemas dengan pikiran bahwa meninggalkan Chuuya di sana adalah pilihan terbaik. Hal yang kulakukan bukanlah sesuatu semudah membasmi satuan kepolisian, atau menghilangkan bekas-bekas perkara. Aku ingin menghilangkan semuanya. Jejakku, ingatan orang-orang tentangku.

Ini hari ketiga. Aku telah melakukan hal terbaik untuk menghilangkan kedengkian dari para Dewan, beserta nyawa mereka dan jejakku. Hanya ada satu orang yang tidak bisa kutaklukkan. Dia yang berada di puncak dan tertutup kabut.

Bos Mafia.

"Aku mencemaskanmu, Dazai-kun." Dia melipat tangan di balik meja kokoh. Berkata dengan nada dan senyum yang sama-sama santai, mengabaikan niat membunuh yang keluar dari tiap pori-pori hidupku.

"Mori-san, aku ingin keluar."

"Kenapa?" dia tidak terlihat terkejut sama sekali. "Karena kau menemukan sebuah makna hidup?"

Orang ini benar-benar menyebalkan. Setiap detik di ruangan ini hanya menyugestiku untuk menarik pelatuk ke kepalanya, namun yang bisa dilakukan menahan diri dengan mencari sebuah rencana di genangan mata anggurnya.

"Sulit juga yaa..." ia berucap, "tapi aku tidak ingin kau keluar."

Aku diam. Membiarkannya memimpin keadaan tanpa celah untuk meremehkanku.

"Sebenarnya, Dazai-kun aku ingin memberi sedikit penghargaan padamu. Tindakan yang kau lakukan untuk menghapus Dewan benar-benar menakjubkan."

Apa katanya? Aku tidak terkejut karena dia tahu, tapi kata 'menakjubkan' itu sungguh ironis.

Tangannya mengangkat sebuah kertas bewarna hitam, aku maju untuk melihat. Surat izin legalitas, tapi bukan untuk negeri ini. "Apa maksudnya ini Mori-san?"

"Aku berencana membuat cabang di luar negeri, mulai dari Italia." Dia mau membuat cabang di negara kelahiran Mafia. Bodoh? "Dan aku secara pribadi memerintahkanmu untuk menjadi pemimpin disana. Yah tidak harus Italia, kau bisa saja ke Belanda sekaligus bersenang-senang dengan pacar budakmu."

Matanya menyala, dia tahu tatapanku menggelap ketika kata budak terdengar, tapi pria ini tidak mundur. Masih dengan senyum santainya.

"Membunuh para Dewan memang sudah ingin kulakukan dari dulu tapi terhalang posisiku sebagai bos. Mereka memang memegang saham, tapi aku yang memimpin. Menghapus Dewan sama seperti Presiden yang membantai menteri-menterinya, dan itu bisa menimbulkan pemberontakan."

"Jadi kau memang merencanakan agar seseorang, yaitu aku, yang melakukannya. Kemudian mengusirku untuk menjadi contoh kepemimpinan yang baik, begitu?"

"Mengusir?" alisnya naik. "Bukan begitu. Aku ingin memberimu kebebasan sekaligus tugas. Aku menjamin keselamatanmu dan budak itu, kau tau, dari dulu."

Aku menegang.

"Aku sudah mengamankan jenazah Yosano-sensei, jadi kau tidak perlu khawatir dengan polisi lagi. Aku memberimu pilihan, Dazai-kun. Dikejar mafia, atau membuat cabang mafia. Yah, kau sama-sama bisa pergi keluar negeri."

Aku mengambil napas berat tanpa ia sadari, menjaga detak jantung agar tidak berdegup seperti petir. "Apa yang kau lakukan pada Chuuya?"

"Seram sekali.." Senyum itu, aku benar-benar ingin menembak orang ini, sekarang juga. "Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya melihatnya di suatu hari yang cerah, sedang dirawat di klinik Yosano-sensei. Lalu Yosano-sensei mengatakan kalau itu budakmu, aku hanya berniat mengawasi kalian berdua dan sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia lakukan di dalam sebuah hutan sekarang."

Tu m'appartiensWhere stories live. Discover now