-II-

20.9K 623 66
                                    

Disclaimer by Asagiri Kafka and Harukawa Sango


Batuknya tidak berhenti dari tadi. Sesekali aku lihat mulut kecilnya tergesa-gesa menarik napas. Tidak tau apa sebabnya tapi aku sudah menghubungi Yosano-sensei untuk datang dan memeriksa. Sekarang, yang bisa kulakukan hanya mengelus punggung kecilnya dengan lembut.

---

Sejujurnya, dari pada paru paru yang sesak dan jantung yang berpacu tidak normal ini, aku lebih takut pada dia yang akan membuangku. Menganggapku tidak berguna, barang rusak. Sedari semalam memang rasanya sulit untuk bernapas, tapi bertambah parah seiring naiknya matahari.

Aku sudah memikirkan segala kemungkinan terburuk saat dia melihat kondisiku yang tidak bagus ini ketika membuka pintu. Terduduk di bawah tempat tidur, meremas besi dinginnya sekaligus dada tempat jantungku berdetak.

Tapi aneh. Dia malah berlari panik ke arahku. Bertanya "Kenapa kau?" seraya memapahku kembali ke atas tempat tidur.

Aneh. Bukannya menyiramku dengan air dingin seperti yang majikan-majikanku dulu lakukan, Dia malah memberiku segelas air hangat. Walau aku muntahkan kembali karena tersedak, dia tetap menepuk nepuk punggungku dengan perlahan.

Setelah memutus panggilan telepon, dia kembali membawa sebaskom air hangat yang segera dikompreskan di tengkukku.

Aku ingin bertanya kenapa- untuk apa, tapi batuk dan sesak napas ini lebih menyita perhatian. Aku tidak bisa berbicara.

"Bagaimana kondisinya?"

Suara wanita terdengar di ujung tangga ruang bawah tanah. Dokter pribadi, Yosano Akiko kalau tidak salah- datang mengenakan jas dokternya yang sangat cocok dengan rambut hitam lurus. Wanita yang terkadang membuatku iri karena ia bisa menjalani hidup cerah seperti itu.

Dia memberiku alat bantu pernapasan yang kuhirup dengan rakus dan berhasil menetralkan degup jantung. Kemudian menyuruhku membuka baju, tidak meminta pria itu keluar, lagipula dia tidak akan mau.

Aku lakukan. Begitu kemeja itu turun, aku bisa lihat wajah wanita itu sedikit termenung. Mungkin terkejut dengan bekas cambukan di punggung yang baru aku terima semalam.

Tapi entahlah..

"Kau lebih berisi dari terakhir kali aku melihatmu yah? Itu sebuah prestasi. Kau merawatnya dengan baik."

Dazai menggedikkan bahu di kalimat terakhir Yosano.

Tidak lama sejak Yosano memulai pemeriksaannya, ia mengajak Dazai untuk keluar dari ruangan itu. Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan, tapi aku sudah menebak, aku sudah pasrah.

Aku mainan rusak milik Dazai Osamu yang akan dibuang segera.

---

"Dia punya asma tingkat awal. Tidak parah namun bisa kumat seperti tadi."
"Asma?" aku bertanya memastikan dan mendapat anggukan dari Yosano-sensei.

"Kau selalu memakaikannya pakaian itu? Mungkin dia masuk angin. Udara di ruangan itu dingin saat malam. Ditambah luka yang baru, yah.. Itu pemicu asmanya kumat."

"Kau masih mau memeliharanya?" Yosano bertanya karena tidak mendapat respon dariku. Pertanyaan yang aku sendiri ragu jawabannya.
Kulirik Chuuya. Ia menatap tangannya yang penuh sayatan pisau dengan gamang. Pasrah. Di mata birunya terbaca jelas, sebuah niat bunuh diri saat keluar dari rumah ini.

"Dia bisa dilatih." aku menjawab dengan senyum.

Sejenak Yosano terdiam, tampak terkejut. Kemudian ia berkata kembali, "Kalau begitu, saranku, pindahkan dia ke ruang yang lebih hangat. Jangan buat dia terlalu lelah untuk beberapa waktu ke depan. Kondisinya masih terlalu lemah. Aku tidak tau pasti, tapi percayalah, kalau kau mengerti sedikit saja dunia kedokteran, kau akan tau bagaimana buruk kondisi fisiknya, mentalnya."

Tu m'appartiensWhere stories live. Discover now