17| He Makes Me Laugh

32.8K 4.7K 5K
                                    

Halo!

"Rindu koch."
Kalian aja rindu apalagi Runa.

Ga bisa istirahat lama-lama. Tersadar, rinduku ke Océanor kecepetan. Tahun ini juga bakal padet banget. Mau tuntasin semua cerita. Semoga aku mampu selesain tahun ini. Jangan lupa baca cerita idybooks yg lain.

Oh, ya. Kalau part ini menyentuh 3k komen sebelum next week akan aku update malem minggu atau hari minggu. Selagi penulis semangat ngedit pembaca semangat komen ;)

 Selagi penulis semangat ngedit pembaca semangat komen ;)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Penampilan Jeon K. Kalinsky belum mandi)

— — —




Paduan harum garam laut dan hutan membelai hidungku.

Bau tubuh Jeon meruap sebelum aku membuka mata. Wanginya berada di luar kepalaku namun melekat diingatan. Tetapi aku tak mengerti mengapa aromanya begitu pekat. Padahal tadi malam kami tidur terpisah.

Aku memilih tidak tidur bersamanya—di kamarnya, dan aku tahu inilah kesepakatan terbaik saat kembali ke kamarku. Kamar yang kupakai sebelum semuanya berbeda untuk kami. Kamar ini baru kutinggal dua malam, tapi rasanya sudah sangat lama. Toh, pakaian dan segala perlengkapanku masih tertinggal di kamar ini.

Infantil; terlalu kekanakan. Kusadari sikapku tadi malam agak menyebalkan. Tetapi Jeon dan segala pekerjaan sialannya lebih menyebalkan. Oh, apa barusan aku mengumpat?

Sialnya, aroma menyenangkan ini belum kunjung pergi. Aku masih bertahan menutup mata. Kepalaku lebih ringan setelah menangis semalaman. Entah jam berapa aku terjaga hingga lelah. Selain itu, aku terlalu ngeri membayangkan kasurku kosong tanpa Jeon.

Baru dua kali, tapi pelukan Jeon di ranjangnya membuatku kecanduan.

Aku menarik napas tersumbat dan meluruskan punggungku di kasur. Mataku berhasil terbuka dan langsung memusatkanku pada langit kamar. Sejenak aku menutup mata dan ketika badanku berbalik betapa terkejutnya aku.

Jeon tertidur pulas di samping kiriku. Dia berbaring miring. Siku kanannya dipakai sebagai penyangga. Sangat lama, kuperhatikan wajahnya dengan muka syok.

Mengangkat sedikit kepala dari bantal, kulihat pintu yang tertutup rapat, dan meletakkan kembali kepalaku pelan-pelan.

Apakah kemunculan Jeon di kasurku kesalahan proyeksi mata akibat terlalu rindu?

Kapan Jeon masuk?

Tetapi kemarahanku tidak seburuk semalam. Aku membuka selimut dan membagi ke tubuhnya. Kepalaku beringsut mendekat tanpa menimbulkan banyak gerakan. Aku terdiam menikmati bunyi napasnya. Tarikan dan embusan napas Jeon serupa desingan orang pilek. Aku menerka-nerka hidungnya tersumbat. Mungkin pilek sakit atau bisa jadi pilek sehabis menangis.

OcéanorWhere stories live. Discover now