24| Unexpected Man Around Me

30.3K 4.8K 3.6K
                                    

Kalau mulai sedih, anggep aja character development atau manuskrip author.

Btw kalo baca cerita jangan diskip ke part bapernya aja jadi kasihan pembaca teliti yang harus jelasin berkali-kali. Kalau diskip tapi masih bingung, ya dibaca ulang toh. Kan partnya lengkap :-)

Aku bakal seneng banget kalau komennya banyak. Biar effortku ga berasa sendirian.

 Biar effortku ga berasa sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


__ __ __



Dalam waktu lama aku masih diam memandangi telapak tanganku. Aku masih ingat rasa genggaman Jeon menguat dan bergetar.

Han Taejoon... Aku berkedip dengan pandangan kosong. Masih belum ada petunjuk pasti siapa Han Taejoon selain bagian keluarga ini. Jeon sama sekali tidak menyebut Han Taejoon sebelumnya.

Dilihat dari berbagai sisi, pria itu atraktif. Badan Taejoon muskular. Tak berbeda dengan Jeon. Mata yang kecil memancarkan kelembutan.

Sejauh ini, dari semua yang ada pada Taejoon aku paling suka matanya. Matanya seolah berkata tak pernah melakukan kejahatan apa pun. Lalu, bagaimana bisa dia berlutut di kaki nenek Lucy sambil meminta maaf.

Siang itu aku menunggu di latar rumah dengan rasa penasaran. Mewanti-wanti dan menerka apa yang Jeon, nenek Lucy, dan Taejoon lakukan dengan beberapa anggota kepala keluarga. Tak ketinggalan Mama ada di sana.

Sementara aku digiring duduk di kursi batu sambil menatap Yoshio yang sedang menyombongkan Hot Wheels barunya pada para sepupu.

Tetapi pikiranku tidak di sini. Melainkan di ruangan Jeon berada sekarang.

"Bibi," tahu-tahu Yoshio muncul di depanku.

Tidak, jangan lagi. Aku berdoa anak ini tak cari perkara.

"Ada apa, Yoshio?"

"Tadi kenapa wajah paman J seperti itu?"

"Seperti apa?"

"Lebih, um, apa ya?" Ia mengetuk dagunya bermonolog. Nadanya terdengar lebih bersahabat. "Seperti melihat hantu."

Sebelum aku menjawab, Cecilia menyela galak, "Diam Yoshio!"

Yoshio merengut pada gadis itu dan menoleh lagi padaku. "Bibi, pagi ini aku kena omel ibu karena bibi."

Aku menunjuk dadaku. "Karenaku? Kenapa bisa karenaku."

"Ibu bilang ucapanku tidak bagus. Maaf atas cara bicaraku kemarin."

Kemudian dia merungkuk dalam-dalam. Kalau seperti ini Yoshio terlihat seperti anak manis.

"Hanya mengatakan itu?" Menggoda. Kedua alisku terangkat. Daguku naik beberapa senti. "Aku sudah memberimu hadiah spesial tadi malam. Benar tidak ada hal lain yang mau kau katakan?"

OcéanorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang