27| He Never Fails to Surprise Me

38.5K 5.1K 6.9K
                                    

Hello! Ochild!

Gimana kabar hari ini?

Kali ini aku buat challenge 4k komen, boleh? No spam bc all of feedback will be much appreciated 🥰

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kali ini aku buat challenge 4k komen, boleh? No spam bc all of feedback will be much appreciated 🥰

— — —





Pergulatan batin itu masih berlanjut sampai esok harinya. Ketakutanku berubah menjadi kegelisahan yang memicu kurangnya tidur.

Terus kupandangi wajah Jeon yang tertidur pulas sambil memupuk ribuan pertanyaan, praduga acak, dan klausa mengerikan.

Bulu mata, alis, hidung, bibir—pandanganku mengurutkan apa yang bisa kujajaki di wajahnya, lalu berasak dari selimut, berhati-hati melangkah turun dari kasur untuk mengambil amplop putih.

Tertera nama instansi rumah sakit bertinta hijau pudar di bagian kanan atas. Aku membaca ulang hasil pemeriksaanku dan semua yang ada di dalamnya kurasa cukup jelas. Begitu melihatnya, Aku yakin Jeon akan langsung mengerti.

Subuh itu napasku sedikit lebih pendek saat menyimpan kembali amplopnya. Aku ingin membuat kejutan sekali lagi. Ini agak menyakitkan untukku atau mungkin bagi kami. Namun mengingat cara Jeon selama ini memperlakukanku, aku yakin Jeon punya alasan mutlak untuk membuatku pulih.

Pada hakikatnya aku masih percaya Jeon adalah pria yang sama seperti pria yang berani menuntunku keluar dari rumah.

Bukankah Jeon memang seperti itu? Seolah ditakdirkan meringankan kepedihanku. Dia datang padaku bagaikan malaikat yang bertugas melimpahkan banyak cinta sebagai jaminan agar aku tak bisa pergi ke mana-mana. Seperti lentera dalam lorong gelap tiada ujung. Seperti penawar mujarab penghapus luka.

Jeon masih seperti itu, kan?

Aku masih ingin melihat Jeon yang sama. Jeon yang kemarin masih menghubungiku melalui sambungan video ketika rindu atau Jeon yang jago membuatku memendam rindu dan tak tahu kapan aku bisa menyentuhnya.

Bagaimanapun aku ingin rasa penasaran ini meninggalkan hatiku secepatnya. Dan sudah kubilang, pura-pura atau tidak tahu sama sekali akan jauh lebih melegakkan untukku.

Aku mengedip-edipkan mataku dan menarik napas dari mulut, mencegah agar air mataku tak tumpah. Kami harus baik-baik saja. Sumpahku dalam hati.

Pagi itu aku kembali ke kasur, mengambil waktu berbaring sampai alarm berbunyi. Tidak tertidur.

"Tanganku gemetaran sejak bangun tidur," ucapku pada Jeon yang sedang mengancingi lengan kemeja.

"Kenapa?" Dia mengangkat pandangannya padaku dan kembali beralih pada kancing lengan lainnya.

"Entahlah. Mungkin karena aku baru dapat pesan dari sutradara." Aku meletakkan satu stel jas kerja biru tua dan dasi yang kuambil dari ruang ganti, lalu meletakkan di tepi kasur yang sudah rapi. "Bagaimana menurutmu? Aku gugup sekali. Aku harus bicara lagi di muka publik. Ada banyak reporter berita dan kamera."

OcéanorWhere stories live. Discover now