32| All You Needed Was Boldness

29.1K 4.1K 1.9K
                                    

Astaga, maaf ya aku telat update beberapa menit harusnya kan sebelum senin karena fokusnya kebagi sama kerjaan. Maafin aku ya.

Aku tau part ini komennya ga akan banyak karena bab terpendek oceanor haha. Tapi semoga aja ochild mau tetap ramaikan

 Tapi semoga aja ochild mau tetap ramaikan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

__ __ __

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


__ __ __

Aku meninggalkan penginapan ketika jalanan masih diselubungi kabut tipis. Teman Jeon, yang ternyata merupakan teman semasa SMA sudah mengatakan padaku agar sebaiknya menunggu satu jam atau paling tidak sampai matahari terbit. Tetapi aku berkata dengan nada sabar, bahwa aku handal dalam berkendara saat gelap.

Sebelum meninggalkan kawasan Pohang langit menjadi sedikit lebih terang sehingga di sisi kiri jalan bisa kulihat pemandangan laut, rumah-rumah kecil, dan bandar kapal tangkapan laut, sementara sawah terbentang luas di sisi kanan.

Rasanya aku ingin kembali lagi ke sini bersama Jeon.

Aku tiba di Seoul sebelum jam makan siang. Karena terlanjur lapar dan merasa punggung pegal, aku mampir ke warung jjigae yang letaknya hanya perlu berjalan kaki dari kantor utama Jves & Koch. Aku memesan semangkuk sundubu dan segelas air. Jeon tidak salah, dia pernah memintaku sesekali makan di sini. Ternyata rasanya luar biasa. Dia bilang kedai ini sudah ada sejak puluhan tahun.

Usai makan aku kembali memperhatikan barisan foto di dinding. Banyak sekali wajah artis dan idola di sini. Mereka mengambil foto di dalam restoran ini. Tidak heran mengapa Jeon merekomendasikan tempat ini.

Selain itu ada wajah suamiku yang di dalam bingkai kaca bersama seorang nenek yang tadi mengantarkan pesanan. Meski wajahnya telah dimakan usia, aku masih bisa melihat dia adalah wanita cantik semasa muda.

"Orang itu tampan kan?"

Nenek itu menarikku dari lamunan dan menoleh padanya yang tengah merapikan meja bekas pelanggan yang baru pergi.

Aku menoleh lagi pada Jeon yang mengenakan sweater abu-abu berlengan panjang. "Iya. Tampan," gumamku, lalu membaca tulisan di bawah foto 'pendiri perusahaan Jves & Koch' yang membuatku tersenyum.

OcéanorWhere stories live. Discover now