Bait Pertama (A Novel)

Treasure #04

Satpam Arkana: 08.38pm
Kepada tetangga saya yang terhormat diberitahukan bahwa besok adalah pertandingan final saya. Dimohon dengan sangat kehadirannya. Mengingat saudara sudah tidak datang untuk kesekian kalinya dalam pertandingan saya. Cukup sekian, saya tidak membutuhkan jawaban pesan, cukup datang saja. Terimakasih.

Arkana mengirimi Amelia sebuah pesan singkat melalui WhatsApp karena tidak ada cara lain untuk saling bertukar kabar dengan sahabatnya itu. Walaupun rumah mereka berdekatan, bukan menjadi alasan yang mudah untuk dirinya bisa bertemu Amelia saat ini. Ia dan Amelia seperti sudah memiliki dua dunia yang berbeda.

Arkana semakin merasa kehilangan sosok Amelia yang ia kenal. Amelia yang ia kenal akan selalu ada cara untuk bisa menepati janjinya, namun kini janji Amelia hanyalah sebuah janji. Entah kapan Amelia bisa menepati janjinya itu.

Pertandingan Arkana kini sudah memasuki babak final, itu berarti sudah tiga kali Amelia tidak menyaksikan langsung sahabatnya berjuang memperoleh tiket kemenangan. Kecewa? Tentu dalam hati kecil Arkana sungguh kecewa. Namun kembali lagi, apapun yang Amelia lakukan kepadanya, Arkana akan selalu memberikan maaf bagi sahabat kecilnya itu.

Amelia: 09.00pm
Iya, gue usahain ya.

Amelia menjawab pesan dari Arkana secara singkat. Tanpa ocehan dan seperti bukan khas Amelia. Amelia selalu ekspresif menjawab pesan-pesan Arkana, namun berbeda dengan kali ini, sangat datar. Bahkan Arkana sudah berusaha mengirim pesan dengan bentuk yang berbeda agar gadis itu bisa meresponsnya dengan baik. Mel, lo kenapa? Siapa yang udah ngebuat lo berubah?

Satpam Arkana: 09.00pm
Are you okay, Mel?

Pesan yang dikirimkan Arkana sama sekali tidak mendapatkan balasan. Entah apa yang sedang terjadi pada Amelia, Arkana pun tidak tahu.

Esok hari—hari minggu—hari terakhir Arkana harus berjuang untuk mendapatkan predikat juara. Babak final turnamen basket tinggal tersisa hitungan jam, Arkana mencoba menenangkan diri agar permainnya tetap konsisten dan fokus.

Arkana harus mengatur dirinya agar tidak terlalu nervous, disaat-saat seperti ini selalu ada Amelia yang mencoba menenangkan Arkana dengan segala tingkah konyolnya. Namun saat ini, malaikat kecilnya—life saver-nya—tidak lagi berada di sampingnya.

Maudy: 10.00pm
I hope you’ll win the champion tomorrow. I give all of my prayers for you guys.
Let’s take a deep breath and rest! You’ll get a lucky tomorrow!
Chaiyoo!

Hanya pesan dari Maudy yang senantiasa masuk dalam notifikasi Arkana. Malam sebelum Arkana bertanding, Maudy tak henti mengiriminya sebuah kata-kata penyemangat. Tak hanya itu, Maudy pun juga sering menemaninya berlatih basket hingga larut malam. Meskipun Maudy juga harus menjalankan kewajibannya sebagai tim jurnalistik, namun Arkana mengapresiasi Maudy yang setia menungguinya latihan hingga ia benar-benar selesai.

Apa yang Maudy lakukan selalu mengingatkan Arkana pada Amelia. Kedua gadis itu memiliki banyak sekali kemiripan, hingga membuat Arkana merasa bahwa Amelia selalu berada di sampingnya, mendukungnya. Walaupun kenyataannya itu adalah Maudy, bukan Amelia.

Minggu pagi langit nampak begitu cerah, berwarna biru dengan barisan awan yang menghiasinya. Seakan semesta berseru untuk Arkana, mendukung Arkana membawa pulang piala penghargaan turnamen basket yang telah ia perjuangkan selama ini.

Pagi itu, Arkana bergegas berangkat menuju GOR tempat dilaksanakannya pertandingan final basket. Ditemani oleh sang Papa yang juga mantan atlet basket saat ia duduk di bangku SMU hingga pertengahan masa kuliah, karena pada akhirnya ia harus lebih fokus ke ranah bisnis untuk meneruskan bisnis keluarganya. Ibunda Arkana berhalangan hadir untuk menemani putranya memperebutkan posisi juara, karena sedang berada di Bali untuk urusan bisnis yang tidak bisa ia tinggalkan.
 
“Wah asik nih jagoan papa udah rapih. Gimana udah siap bawa pulang piala hari ini kan Jagoan?” ucap Papa dengan semangat saat mendapati Arkana tiba menghampirinya di ruang makan.