Mengingat 17.

14.9K 2.4K 1K
                                    

Mengingat 17.

"It's not your fault if someone doesn't stay,

Sometimes life has different plans for us, sometimes people have their reasons to walk away."

- Dhiman

Rumi Brengsek, Sebuah Foto Waktu Ardan Tersenyum

❀❀❀❀

ARDAN

Rumi...

Gue gak tau apa yang bisa bikin seseorang nyangkut sama satu orang yang sama terus-menerus.

Gak ada yang istimewa dari dia. Dia cuma cewek ceria, yang selalu gampang dibikin ketawa dan seneng. Tapi dia juga gampang marah kalau gue gak tepatin janji. Dia orang yang gak pernah ragu ungkapin perasaannya, sampai gue tau kalau saat ini, mungkin... Dia udah di tahap yang lebih,

Lebih untuk menaruh perasaannya ke gue.

It's like in a blink of eye.

Gue bahkan gak inget bagaimana memulainya. Gimana caranya. Gue cuma inget pertemuan pertama kita di nikahannya Reyhan yang ternyata mantannya sendiri. Dan gue cuma inget gimana dia punya bound erat dengan Ravel yang gak bisa gue jelasin seperti apa dan... cuma mereka berdua yang bisa pahamin.

And then here we are.

"Kenapa?"

Dia selalu jalan mendahului gue dengan langkah-langkah kecilnya yang pasti. Tapi dia gak pernah jalan terlalu jauh untuk berhenti, sadar kalau dia gak boleh sendirian dan selalu menoleh untuk memanggil gue dan berkata, "Ayo."

Dan setiap dia melakukannya, gue selalu punya waktu beberapa detik untuk berhenti dengan langkah gue sendiri.

Cuma buat natap dia.

Cuma buat nunggu, apa dia akan terus berjalan menjauh dan ninggalin gue sama kayak yang dilakukan orang lain.

Bokap,

Nyokap,

Alisa.

Atau cuma buat sekedar yakinin diri gue sendiri.... Kalau gue akan tetep baik-baik aja meskipun dia jalan ke depan jauh lebih cepat, jauh lebih pasti dibanding gue yang cuma stuck di sini-sini aja.

"Dadan?" dia memanggil gue lagi karena gue cuma diam.

"Hmm," barulah gue berjalan mendekat ke arahnya, dan dia selalu menunggu gue datang.

"Kenapa?" ekspresinya khawatir. Semakin lama dia mengenal gue, semakin sering juga dia khawatir saat gue tiba-tiba diem dan gak ngomong apa-apa. That thing itself makes me think that she understands me better than my self.

"Udah nyampe kost-an lo."

Dia meminta gue memarkirkan mobil di depan rumah lama, seterusnya dia memilih buat jalan berdua sama gue sampai ke kostan Bu Heni.

"Iya, udah nyampe," bukan cuma tubuhnya yang jauh lebih kecil dari gue... Gue juga sering ngerasa sikapnya juga masih sama kecil. Kayak yang gue bilang, dia gak punya rasa takut. Dibanding punya sorot mata tajam, semua orang bisa tau kalau Rumi... mungkin gak pernah punya niat jahat sama siapapun lewat tatapan matanya. Bibir tipisnya selalu mengulas senyum, gak jarang juga nyengir diiringi suara tawa tanpa alasan yang malah bikin orang lain pengen ketawa juga. Rambutnya pendek tepat di atas pundak, selalu beterbangan ke sana kemari meskipun angin lagi gak bertiup kencang karena jalannya yang selalu lugas.

Layak DiingatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang