Artikel 6: "Beberapa Tanda Kalau Kamu Punya Pengagum Rahasia"

297 91 5
                                    

Aku menggigil.
Otakku menolak untuk mempercayai apa yang baru kulihat tadi.

*
*
*
*
*

BURUK. Pagi ini suasana hatiku memburuk dengan sempurna. Suara bisikan itu terlalu nyata untuk kuabaikan, sampai-sampai aku kembali terjaga dan tak bisa tidur semalaman. Alhasil pagi ini kepalaku terasa berat, mataku berair, dan semua agendaku berantakan.

"Nggak mungkin... Semalam pasti cuma mimpi aja..." Aku mengusap wajah dan lanjut mengacak rambutku dengan frustasi sambil mengerang jengkel. Sebisa mungkin aku mencoba meyakinkan diri kalau suara bisikan semalam hanya halusinasi belaka.

Ya, benar.

Bisa jadi itu halusinasiku saja. Mungkin aku terlalu ketakutan karena suara ketukan di pintu kamar—sementara anggap saja itu suara rampok—dan itu membuat pikiranku melantur ke mana-mana. Mungkin gara-gara itu imajinasiku jadi terlalu liar hingga membayangkan lagi suara telepon hantu yang kudengar pada siang harinya.

Telepon hantu.

Dua kata itu auto membuatku bergidik, antara geli dan merinding. Namun pemikiran kalau aku hanya berimajinasi saja membuatku sedikit lebih baik. Setidaknya itu lebih masuk akal dibanding membayangkan kalau ada sesuatu yang tak kasat mata masuk ke kamar kosku, kemudian membisikkan sesuatu di telinga, dan....

"WAAA! WAAA!" Frustrasi, aku menjerit kesal dan menggelengkan kepala untuk membuyarkan imajinasi yang nyaris kembali liar. Sebelum kembali berpikiran aneh-aneh, sebaiknya aku mulai mandi, trus lanjut mencari sarapan, dan kembali mengerjakan artikel untuk Natasha!

Sambil menguap tertahan, aku menyambar handuk pink yang tergantung di tembok, kemudian melenggang ke kamar mandi mungil yang posisinya lebih dekat ke pintu kamar. Sesaat sebelum masuk ke kamar mandi, tiba-tiba saja aku tergelitik untuk melihat keluar.

Jika semalam itu beneran rampok, siapa tahu ada jejak yang tertinggal. Oke, mungkin aku terlalu banyak melihat cerita detektif. Namun wajar kalau aku berharap akan menemukan sesuatu—jejak sepatu, kek, atau apalah—kan? Apalagi kemarin hujan turun cukup lama, jadi besar kemungkinan akan ada jejak kaki yang tertinggal. Sedangkan jika tidak ada apa pun, berarti kemungkinan yang tersisa cuma dua.

Pertama, rampoknya lihai dalam menyembunyikan jejak.

Dan kedua, bisa jadi suara ketukan itu cuma imajinasiku.

Atau mungkin.... ada 'sesuatu' yang mengetuk pintu kamarku?

Tidak, tidak!

Nggak ada kemungkinan ketiga!

Aku menggeleng panik. Lagi-lagi pikiranku melantur ke mana-mana. Sebelum kembali membayangkan yang aneh-aneh, aku langsung saja membuka pintu kamar untuk membuktikan mana yang benar dari tiga, tidak, dua teoriku tadi. Namun, begitu pintu itu terbuka, aku langsung membanting dan menguncinya.

Aku menggigil.

Otakku menolak untuk mempercayai apa yang baru kulihat tadi.

Di depan kamar ada jejak sepatu yang cukup jelas tercetak.

Hanya di depan kamarku, tapi tidak di koridor itu.

Jejak sepatu laki-laki....

...dan sehelai kelopak mawar.... []

"Halo, Cantik!" [COMPLETED]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ