Artikel 14: "Kisah Nyata: Dihantui Oleh Hantu Belanda"

247 77 2
                                    

SATYA KURANG AJAR!

Sambil memainkan sedotan di gelas Ice Caramel Latte pikiranku menerawang jauh—meratapi ponselku yang cicilannya masih tersisa tiga bulan itu. Salah, tepatnya, bekas ponselku.

Gara-gara teori Satya, aku jadi terprovokasi untuk merusak ponselku. Ponsel itu sengaja kucelupkan ke ember berisi air yang ada di kamar mandi, dan kartu SIM-nya kugunting-gunting. Saat melakukan itu sih aku merasa telah melakukan hal yang benar. Namun, seperti biasa, penyesalan selalu datang terlambat. Setelah bisa asupan kafeinku siang ini tercukupi, aku mulai bisa berpikir jernih—dan seketika menyesali kebodohanku semalam, hiks.... Bagaimana tidak? Setelah ponsel dan nomorku rusak, sekarang praktis aku tidak punya alat komunikasi lagi. Bagus sekali, kan?

Sambil kembali mengembuskan napas panjang bercampur penyesalan, pikiran gabutku pun memikirkan sebuah kemungkinan yang tidak terpikirkan di malam sebelumnya. Oke, semalam Pieter memang tidak mendatangiku. Aku bisa tidur cukup nyenyak sekalipun harus rebahan di pojok ruangan berbantalkan tas dan berselimut jaket.

Hanya saja, aku tidak yakin.

Betulkah teori Satya itu berhasil menghapus gangguan Pieter?

Seketika insting jurnalis magangku pun mulai beraksi. Tahu-tahu aku sudah mengeluarkan buku jurnal dan mulai mencoret-coret sesuatu.

Semua keanehan ini dimulai sejak aku menghubungi nomor telepon hantu sialan itu. Jadi aku mulai menuliskan dua kata itu di jurnal dan melingkarinya dengan spidol warna merah: TELEPON HANTU. Setelah itu aku mencoba mengingat-ingat apa yang dikatakan oleh hantu bernama Pieter di ujung telepon:

"Halo, Cantik! Saya cinta kamu. Saya akan temui kamu, malam ketujuh, dengan membawa mawar merah. Sampai jumpa!"

Ugh! Membayangkan suara kering itu membuat bulu kudukku merinding lagi dan aku bergidik ngeri. Namun kali ini kukesampingkan perasaan takutku dan mencatat beberapa hal yang kuanggap penting.

TELEPON HANTU

PIETER

MALAM KETUJUH

MAWAR MERAH

Ya! Mawar merah!

Mataku membulat.

Sudah beberapa hari ini aku mencurigai sesuatu, tapi sebagian logikaku masih menganggap itu tidak mungkin terjadi. Namun, kalau aku ingat-ingat lagi peristiwa yang terjadi beberapa hari ini, semua selalu ditandai dengan keberadaan mawar merah.

Kelopak mawar di depan pintu kamarku.

Kelopak mawar di tas.

Dan....

Aku langsung menutup mulut saat teringat kalau Satya bilang di tubuh Randu bertabur kelopak mawar merah. Padahal di mobilnya tidak ada tangkai bunga sama sekali, dan tidak ada tanda-tanda Randu membawa bunga. Dan tiba-tiba suara di telepon kemarin terngiang lagi di telingaku.

"Jangan main-main, Cantik. Kamu milikku."

Jangan main-main.

Kamu milikku.

Seketika aku menggigil. Wajahku memucat. Gemetar, kubaca lagi kata-kata yang sudah kutulis sebelumnya, dan menambahkan dua kalimat dari telepon kemarin.

TELEPON HANTU

PIETER

MALAM KETUJUH

MAWAR MERAH

JANGAN MAIN-MAIN.

KAMU MILIKKU.

"Halo, Cantik!" [COMPLETED]Where stories live. Discover now