^06 : The Safest Place^

1.9K 220 37
                                    


Vincenzo memperkirakan ada dua orang yang menghujani tembakan ke ruang kerja ini dilihat dari pola tembakan, bisa jadi dua orang yang ia lawan di kantor polisi, mereka sama seperti dirinya yang juga menggunakan pistol beserta peredam suara. 

Hujan tembakan berhenti. Chayoung perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Vincenzo, lelaki itu menatapnya balik. Chayoung mengerti langkah selanjutnya, hal yang paling ia khawatirkan, tetapi ia juga tak bisa mencegahnya. 

"Hubungi Pak Ahn sekarang juga.. dan--" Ada jeda sejenak, tatapan mereka berdua seakan tahu apa yang akan dikatakan Vincenzo selanjutnya. "Jika aku tidak kembali dalam lima menit.. larilah sejauh mungkin dan sembunyi hingga Pak Ahn datang, mengerti?" 

Chayoung tidak memberikan jawaban ataupun anggukan, ia hanya menatapnya khawatir dalam keremangan. Khawatir Vincenzo akan membunuh, namun lebih takut lagi jika lelaki itu terluka, atau skenario terburuknya adalah -yang berusaha tidak ia pikirkan. 

"Kembalilah dalam lima menit, atau aku sendiri yang akan menghabisimu." Ujar Chayoung dengan maksud bercanda, tetapi siapapun tahu bahwa kalimat itu adalah bentuk kekhawatiran. Vincenzo memandanginya sejenak, Kemudian tersenyum dan mengangguk. 

Vincenzo mengecup singkat puncak kepala Chayoung, lalu berdiri dan bersiap untuk keluar dari ruangan. Mereka saling menatap sejenak. Tidak hari ini, pikir Vincenzo. Ia tak akan berbuat kesalahan atau membuat dirinya terbunuh, ia baru saja bertemu dan memiliki waktu dengan Chayoung, ia belum membalaskan dendam kepada iblis yang melukai keluarganya, ia punya banyak alasan untuk tidak mati hari ini. Selanjutnya, pintu dibuka dan ia keluar dari ruangan itu. 

Chayoung masih memandangi pintu itu dengan perasaan cemas, belum ada suara tanda perkelahian, serta keheningan disekitarnya menambah deguban di jantungnya. Ia menelpon Pak Ahn, mengatakan segala yang terjadi dengan suara pelan tapi jelas, lalu meminta Pak Ahn untuk membawa serta beberapa orang dan menyarankannya untuk membawa senjata pula, setelah selesai Chayoung menutup panggilannya. Kemudian suara tembakan terdengar, saling bersautan memecah kesunyian. Terdengar beberapa barang keramik atau kaca pecah terkena tembakan, selanjutnya intensitas suara tembakan mulai berkurang, berganti dengan suara erangan dan desisan, suara memukul dan dipukul.

Chayoung merangkak pelan ke meja kerja, ia harus mencari alat yang bisa digunakan sebagai senjata, setidaknya jaga-jaga bila diperlukan untuk pertahanan diri. Dengan senter ponsel, ia segera membuka kembali laci meja di sebelah kanan dan tidak menemukan apapun selain benda-benda tumpul, lalu ia membuka laci sebelah kiri, mengutak-atik tumpukan kertas dan heran menemukan sebuah kertas hitam dengan tulisan tangan huruf latin merah bertuliskan 'Il Mietitore'. Sempat Chayoung perhatikan, namun detik selanjutnya ia taruh kembali dan sekarang membuka laci ke kedua. Chayoung menemukan gunting berukuran sedang di dalamnya, ia mengambilnya, lalu sudut matanya tak sengaja melihat sebuah pistol tertempel tepat di bawah meja. Perlahan ia mencabut pistol itu dari sarungnya, sebuah revolver, percuma ia tak tahu cara menggunakannya jadi tidak tahu apakah pistol ini terisi atau tidak. Mungkin akan berguna, ia memutuskan untuk membawanya.

Chayoung beberapa kali memperhatikan waktu di jam tangannya, ia mematikan senter ponsel dan menunggu dengan cemas, suara-suara pukulan dan benda-benda berjatuhan masih terdengar, sudah lebih satu menit dari lima menit yang dijanjikan Vincenzo tetapi pria itu belum kembali. Ia juga sama sekali tak punya niatan untuk meninggalkan Vincenzo dalam keadaan apapun. 

"Chayoung-ah"

Itu suara Vincenzo. Chayoung langsung berdiri dan berlari menghampiri Vincenzo yang berada di ambang pintu dengan napas yang masih terengah-engah, ia langsung mengamati dari ujung kepala hingga ujung kaki lelaki itu, memastikan tidak ada luka parah. Ada kelegaan di raut wajah mereka setelah mengecek satu sama lain.

One Soul || [Vincenzo]✔Where stories live. Discover now