^Epilog^

1.7K 163 67
                                    


Tanpa membuang waktu, Vincenzo langsung berlari seusai turun dari mobil dan menuju ruang operasi secepat mungkin dengan diikuti tiga pengawal di belakangnya. Sesampainya di depan OR, ia berpapasan dengan beberapa orang dengan raut cemas dan tegang.

"Akhirnya kau datang, byeohonsanim!" Ujar Miri terlihat gelisah.

"Kau kemana saja?"

"Cepat masuk sebelum terlambat!"

Vincenzo di cecar oleh kepanikan Bu Kwak dan Bu Jang, kemudian lelaki itu bergegas melewati pintu pertama sebelum benar-benar memasuki area steril. Ia bertemu seorang perempuan memakai pakaian operasi, bukan dokter atau staff rumah sakit, tetapi perempuan bernama Ilsa yang hendak keluar tetapi langsung berbalik mengikutinya.

"Bagaimana?" Tanya Vincenzo sambil bergerak cepat mencuci tangannya.

"Sudah dua puluh menit berada di OR, dokter bilang sekarang telah memasuki pembukaan tahap akhir tetapi bayinya belum keluar. Dan signora mulai kelelahan." Ujar perempuan itu. Setelah selesai melakukan sterilisasi sesuai prosedur, seorang suster mengantarkan Vincenzo memasuki ruang operasi. Ia bergegas mengampiri Chayoung dan langsung menggenggam tangan perempuan itu.

"Hei .. Aku datang." Ucap Vincenzo dengan lembut, kemudian mengusap kepala Chayoung yang tertutup penutup rambut

Ia tak tega melihat Chayoung yang berusaha berbicara tetapi hanya bisa mendesah kelelahan, wajahnya di banjiri keringat, genggamannya melemah, dan mata yang berkali-kali mengerjap meskipun berusaha menatap suaminya. Para dokter dan perawat sibuk di bawah sana, sementara Vincenzo hanya ingin fokus kepada Chayoung.

"Tambah epidural." Pinta dokter utama kepada dokter anestesi.

"Signora. Kumpulkan tenagamu sekali lagi oke? Aku ingin kau mengejan dua kali."

Chayoung mengangguk lemah akan instruksi dokter.

"Sekarang, dorong."

Dalam satu tarikan napas Chayoung mendorong sekuat tenaga perut bawahnya hingga suara kesakitan memenuhi ruangan, sambil meremas tangan Vincenzo begitu kuat.

"Bagus signora, kepalanya sudah keluar."

Setelah dorongan pertama, seketika Chayoung melemas dan terengah-engah. Seorang perawat dengan sigap langsung memberikan masker oksigen pada perempuan itu.

"Karina! Tidak bisakah kau percepat? Dia sangat kesakitan." Protes Vincenzo kepada dokter obgyn yang memang sudah ia kenal sebelumnya.

Dokter bernama Karina yang saat ini menangani persalinan Chayoung itu hanya memutar bola matanya sebagai respon dari suami pasien, yang tak tahu cara kerja tapi melupakan bagian dimana ia bilang kepala bayi sudah keluar, hal yang biasa untuknya dan ingin sekali menceramahi secara rinci mengenai prosesnya tetapi sekarang bukan waktu yang tepat. Ia kembali memonitoring detak jantung kedua pasien yang nampak di EKG.

"Satu dorongan lagi signora! Ayo .. kau pasti bisa."

Chayoung melepaskan satu dorongan sekali lagi, benar-benar mengerahkan seluruh energinya meskipun pinggang terasa nyeri luar biasa bagai dihantam benda keras hingga remuk, dan wajahnya mulai merah semerah delima. Vincenzo khawatir melihat Chayoung bertaruh nyawa di depan matanya, menanggung rasa sakit sendirian, dan ia tak bisa melakukan apapun selain berdoa serta menguatkan istrinya itu.

Dan semua berakhir ketika mendengar tangisan bayi yang menggema di seluruh ruangan. Chayoung terkulai lemas, setengah sadar tetapi masih bisa tersenyum samar dan mendengar tangisan keras anaknya.

"Selamat Tuan dan Nyonya Cassano. Anak kalian laki-laki." Ucap Karina mengumumkan sembari bersiap memotong tali pusar sang bayi.

Chayoung meneteskan air mata bahagia, sementara Vincenzo menciumi kening dan pipi istrinya sambil mengucapkan terima kasih telah bertahan dan melahirkan seorang putra. Setelah di bersihkan, di selimuti, dan di cek segala macam, Karina membawa bayi baru lahir ke pasangan tersebut. Vincenzo hendak menerima anaknya, tetapi langsung ditolak oleh Karina. "Ibunya dahulu." Ucap dokter itu, dan Vincenzo setuju mengalah.

Chayoung perlahan menggendong anaknya dengan rasa haru, lalu suaminya mendekat merangkulnya dan menyangga lengannya yang tengah menggendong bayi. Mereka berdua memandangi wajah mungil yang tertidur pulas yang sesekali menggerakkan bibir kecil itu.

"Dia sangat tampan." Gumam Chayoung.

Vincenzo tersenyum mengangguk, dan kemudian berkata. "Selamat datang, Kaylo Cassano."










♧♧♧♧♧




Waah, akhirnya selesai.

🙏PLEASE READ🙏

Terima kasih untuk para readers yang baca cerita ini 💛
Terima kasih banyak untuk yg sudah vote💓
Terima kasih banyak bagi yg sudah komentar💕
Terima kasih atas apresiasinya😊

Akhirnya aku bisa mulai baca fanfic cencha lain. Dan kemungkinan aku akan lanjut buat one/two shot cerita cencha, tp masih d seputaran konsep cerita ini. Jadi setting waktu acak, bisa 'selama' cerita utama berlangsung (saat Carmela masih hidup) atau 'setelah' cerita utama. Dan yang paling ingin ku tulis pertama kali adalah The Wedding 🤭.

Maaf jika selama ini ada kata2 yg gk enak dan maaf bgt kalau gak bisa balas komen satu per satu 😣 Kadang aku sendiri gak tahu harus respon gimana atau nemu kata2 yg pas.. hehe.. 😁

Tapi beneran aku seneng baca setiap komentar kalian di kolom komen maupun di pesan, memberikan dorongan utk ttp nulis 🤗

Jadi, bolehkah utk pertama dan terakhir kali, aku minta komentar ttg cerita ini 😬🙏?? Ayo sekalian yg belum pernah komentar, aku ingin dengar opini2 kalian 😊

Mungkin ttg momen favorit dr fanfic cencha 'One Soul' ini .. ya meskipun kalian agak lupa cerita2 di chapter sebelumnya wkwk, tp kalau semisal, semisal nih kalian baca ulang dr awal, please tinggalkan komentar d bagian akhir chapter/epilog ini ttg apa aja, bisa jg termasuk momen yg gk suka atau kritik atau yang lain. Karena seperti kalian yg suka baca, aku jg suka baca opini2 kalian 😁.

Sekali lagi terima kasih sudah membaca cerita ini hingga selesai 😊

Sincerely,

Karika V

Karika V

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
One Soul || [Vincenzo]✔Where stories live. Discover now