^22 : Death as an Old Friend^

1.4K 158 48
                                    

Ketika Vincenzo dan pasukannya datang malam itu, bukan hanya berhasil menghabisi para tentara bayaran yang menyerang Carmela dan Chayoung, tetapi dengan kecerdasan dan intuisinya, mereka juga berhasil menangkap Salvatore yang hendak meninggalkan Tuscany. Consigliere Ranovese itu sempat datang ke eksekusi Paolo, berada di bangku penonton di antara para Capo.

Ada alasan mengapa Salvatore dapat di tangkap saat itu juga, karena dia bertindak gegabah. Untuk seseorang yang telah merencanakan segalanya sejak menyabotase postcard yang Vincenzo kirim ke Chayoung, hingga mendapatkan apa yang dia inginkan yaitu Pandora. Serangan brutal malam itu adalah celah yang selanjutnya dapat dibaca oleh Vincenzo, lagipula bukankah itu sama saja mengusik teritori para serigala yang sedang berkumpul. Dan tentu dengan harga tinggi yang harus di bayar. 


Cuaca begitu bersahabat hari ini untuk mengantarkan kepergian Carmela, dingin dan kelam, awan menutupi sinar mentari, angin berhembus selembut sutra, dan salju menyelimuti tanah begitu tipis. Chayoung turun dari mobil dan berjalan sendirian memasuki rumah duka, memakai dress serba hitam, coat selutut, sarung tangan hitam, dan aksesoris kecil di kepala yang memiliki jaring lembut untuk menutupi matanya yang sedikit sembab.

Dua pengawal yang mengikuti Chayoung berhenti di depan pintu masuk ketika ia memasuki rumah duka. Ruangan luas itu penuh dengan orang-orang berpakaian serba hitam, dan bergantian memandangi Chayoung ketika gadis itu lewat di dekat mereka. Ia tak bisa membedakan tatapan mereka untuknya sebagai kekasih Vincenzo atau hal lain yang tidak ia mengerti, terutama seorang perempuan bernama Isabel yang cukup lama menatapnya. Begitu juga Vincenzo, meski dikelilingi oleh para petinggi Mávri Fortiá yang sepertinya sedang mendiskusikan sesuatu, mata lelaki itu terus memperhatikannya sejak masuk ruangan hingga ke ruangan yang lebih kecil dimana peti itu berada.

Chayoung mendekat, melihat foto Carmela yang dikelilingi bunga-bunga segar berwarna putih, tanda salib, dan papan nama bertuliskan Carmela Cassano. Baik Chayoung maupun Vincenzo menginginkan pemakan yang layak dan penghormatan terakhir kali untuk orang yang begitu setia pada keluarga, teman, dan kelompok.

"Kau begitu cantik .. tentu karena kau akan bertemu dengan kekasihmu." Gumam Chayoung yang juga tersenyum pahit, melihat Carmela terbaring mengenakan gaun putih panjang, rambut pirang emasnya yang terurai rapih, dan wajah yang terasa damai.

Chayoung sangat berterima kasih dan bersyukur, Carmela hadir membantunya banyak hal termasuk ia bisa beradaptasi dengan cepat di dunia mafia, gadis itu selalu melindunginya bahkan dengan taruhan nyawa, dan selalu ada untuk menemaninya. Ia akan merindukan momen-momen itu, apalagi ketika sedang cekcok tentang hal kecil.

"Selamat tinggal." Ucap pelan Chayoung. 

.

.

.

Setelah berbagai proses selanjutnya termasuk ceramah dari pendeta yang di lakukan di rumah duka, kemudian nantinya peti Carmela akan di kirim ke Pagliuzza untuk dimakamkan di samping makam Enzo. Chayoung dan Vincenzo jalan-jalan santai di taman yang tak jauh dari pusat kota, dengan Vincenzo menceritakan kejadian malam itu termasuk bagaimana dia berhasil menangkap Salvatore dan sekarang menahannya di suatu tempat. Chayoung hanya mendengarkan lelaki itu tanpa merespon apapun, ekspresinya datar dan masih diselimuti duka. Ia telah kehilangan janinnya dan selang 10 hari ia kehilangan teman yang seharusnya bersama mendekorasi pohon natal hari ini.

"Kau pasti sudah terbiasa .. dengan ini, entah berapa anggota yang sudah gugur." Ujar Chayoung memecah diamnya.

Vincenzo mengangguk, menyetujui pernyataan gadis itu. "Apa kau percaya jika aku bilang .. sejak menjadi mafioso, aku menghadiri lebih banyak pemakaman daripada pernikahan."

One Soul || [Vincenzo]✔Where stories live. Discover now