^18 : Black Fire^

1.7K 190 55
                                    


Carmela perlahan mulai sadar, meski pandangannya masih buram, dia mencium aroma obat yang kuat yang membuatnya pening dan langsung tahu kalau dia sekarang berada di rumah sakit. Ketika sepenuhnya fokus kembali, ia menyadari telah mengenakan baju pasien, lengan kirinya dipasang infus, tangan kanannya terborgol pada pembatas ranjang, dan terlihat dari jendela kamar, dua polisi sedang berjaga di depan ruangannya.

Seusai 'memindai' kamar yang ia tempati ini, Carmela meraih klip kertas kecil yang ada diatas nakas di samping tempat tidurnya, memasukkannya kedalam mulut dan meluruskan besi kecil itu dengan lidahnya. Kemudian menggunakannya untuk melepas kunci borgol.

Tak butuh waktu lama untuknya lepas dari borgol, setelah itu ia mencabut jarum infus di lengannya. Carmela turun dari ranjang dan segera berganti pakaian miliknya yang tersimpan di lemari dekat nakas. Lalu ia mengintip dari jendela, satu polisi pergi meninggalkan polisi lainnya untuk berjaga. Carmela lantas menutup gorden, dan membuat suara dengan menjatuhkan benda untuk memancing polisi tersebut masuk ruangan selagi ia bersembunyi dibalik pintu.

Saat polisi itu masuk dan terkejut karena ranjang yang kosong, ia langsung mengunci pintu, kemudian menendang sendi belakang kaki polisi tersebut hingga membuatnya tersungkur, lalu dengan cepat Carmela mengunci lengan polisi itu ke belakang punggung dan menggunakan berat tubuhnya untuk mencegah orang itu bangun, kemudian memposisikan jarum infus tepat di lehernya.

"Jarum ini akan menusuk arteri karotis yang bisa menghentikan suplai darah ke otak, lalu kau akan mengalami henti napas dan kemudian meninggal. Kita memang berada di rumah sakit, tapi kupastikan tidak ada dokter yang masuk ke ruangan ini jika kau terus melawan." Ucapannya membuat polisi tersebut berhenti bergerak, dia mengerti maksud ancaman Carmela.

"Nah sekarang, katakan dimana ponselku."

"Di kursi depan, di dalam tas berwarna coklat." Kata polisi itu dengan ekspresi ketakutan dan badan yang gemetar.

Carmela membuat orang itu pingsan dengan memutar sendi lehernya, lalu ia berjalan meninggalkan ruangan tersebut dan dengan santai mengambil tas coklat yang dimaksud, merogoh isinya, dan menemukan ponsel miliknya yang terbungkus plastik layaknya barang bukti. Setelah membuang tas dan mengeluarkannya dari plastik, ia menyalakan ponsel tersebut.

"Damn it." Hanya satu panggilan tak terjawab enam jam yang lalu dari Vincenzo, dirinya terlalu lama berada di rumah sakit.

Hari mulai petang ketika ia keluar dari pintu utama rumah sakit, dan bertemu dengan Eliza, seorang gadis yang merupakan salah satu anak buah Adrian, sedang menunggunya di depan mobil. Mereka saling menatap sejenak seakan Eliza memberikan jawaban kepada Carmela, dan ia menghela napas besar. Kemudian mereka berdua masuk kedalam mobil, meninggalkan rumah sakit.

"Bagaimana?"

"Don sudah memerintahkan pencarian di seluruh kota. Menggeledah kediaman Salvatore Ranovese dan antek-anteknya di kota ini, tetapi mereka semua menghilang, bahkan Luciano. Mobil yang mereka gunakan tidak memiliki plat nomer, dan mereka sudah mengatur cctv lalu lintas. Mulus, tidak meninggalkan jejak." Lapor Eliza.

"Bandara, Stasiun, Pelabuhan?" Tanya Carmela.

"Cek, cek, cek. Nihil." Kata Eliza sambil tetap melihat kedepan. "Ouh, hampir lupa. Don juga memanggil Dante dan Raymond. Mereka sekarang ada di mansion."

Adrian, Dante, dan Raymond adalah Capo yang berbasis di New York, tetapi bukan itu yang membuat Carmela saat ini mendesah cemas.

"Bagaimana dengan Don sendiri?" Ia sebenarnya tidak perlu menanyakan hal ini.

"Dia terlihat .. tenang." Jawab Eliza yang juga agak bingung.

"Oke." Sikap yang ia takuti, terlalu tenang karena lelaki itu sedang menumpuk amarahnya hingga siap menjadi senjata.

One Soul || [Vincenzo]✔Where stories live. Discover now