08 - I

1K 111 11
                                    

Camille menghela napas dan berkata, "Lizz, ini hadiah dariku. Kau bisa menggunakannya sesukamu." Camille meraih sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Lizz.

*****

Lizz memandangi sebuah kartu kredit berwarna hitam dan sebuah USB kecil.

"Aku tidak perlu semua ini. Aku bukan lagi agen organisasi." Lizz menjauhkan kartu kredit dan USB itu ke arah Camille.

Raut wajah Camille terlihat sedih, dia membuka bibirnya seperti akan mengutarakan sesuatu. Namun, bibirnya kembali terkatup rapat. Keduanya terjebak dalam kesunyian selama beberapa waktu. Keduanya terdiam tanpa ada yang berbicara, mereka tampak tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Pelayan restoran menghampiri Camille dan Lizz untuk membawa pesanan Camille. Greek salad dan watermelon juice dihidangkan di depan meja. Setelah pelayan itu pergi, akhirnya Lizz membuka suara.

"Jika tidak ada yang perlu kau bicarakan lagi, aku pamit."

"Tidak perlu terburu-buru, Lizz. Aku sebenarnya punya pekerjaan untukmu." Setelahnya, Camille menyantap hidangan di depannya dengan anggun. Lizz yang tadinya hendak beranjak pergi akhirnya membatalkan niatnya. Kata-kata pekerjaan menarik minatnya. Berhubung sekarang dirinya pengangguran, Lizz ingin tahu apakah penawaran Camille cocok untuknya.

"Pekerjaan seperti apa?" tanya Lizz.

"Seperti yang biasa kau lakukan. Hanya saja kali ini perintahnya tidak datang dari organisasi, tetapi dariku langsung." jelas Camille.

"Tapi apakah pekerjaanku ini masih terkait dengan organisasi?" Lizz mencoba memastikan dugaannya.

"Ya, kau tetap mengerjakan misi organisasi. Perbedaannya hanyalah aku yang memutuskan semua pekerjaanmu."

"Apakah kau yang membuatku dipecat sebelumnya?" Tanya Lizz tanpa basa-basi.

Camille tidak mengiyakan ataupun menyangkal. Dia hanya meminum watermelon juice-nya dan mengabaikan pertanyaan Lizz.

"Apa kau setuju bekerja untukku? Kalau kau setuju, kau akan memerlukan ini." Camille menunjuk kartu kredit dan USB di atas meja.

"Kenapa kau perlu membuatku dipecat, lalu merekrutku lagi? Bukankah sebelumnya kau juga bisa memberikan perintah padaku? Sebagai eksekutif organisasi, aku tentu akan menurutimu sebelumnya." Lizz masih menuntut penjelasan. Dia merasa bahwa kejadian ini sangat aneh.

"Percayalah, aku sama sekali tidak berniat buruk padamu. Aku tidak akan menjebakmu dalam penawaranku ini. Kau bisa pegang kata-kataku."

"Aku tidak perlu janji seperti itu. Ingat saja bahwa siapapun yang mengkhianatiku tidak pernah menjalani hidup damai setelahnya. Untuk sekarang, aku menerima penawaranmu." Lizz mengambil kartu kredit dan USB itu ke dalam kantong jaketnya.

"Kau sudah tahu nomor teleponku. Jika ada pekerjaan, kirim pesan saja tanggal, waktu, dan targetnya." Lizz berdiri dari kursi, dan melenggang pergi keluar dari restoran.

Sepeninggal Lizz, Camille menghabiskan hidangan makanan yang dipesannya. Lewat sudut matanya, dia melihat ada salah satu pelayan restoran yang kelihatan berbeda. Mungkin sekilas perempuan itu tidak berbeda dengan pelayan lainnya. Namun, Camille jelas tahu gerak-gerik mencurigakan dari perempuan itu.

Dari sejak berbicara dengan Lizz, Camille merasa ada yang mengawasi. Hanya saja dia tidak mau mengambil tindakan karena dia merasa bahwa orang itu tidak berbahaya dan hanya mengawasi. Terlebih Camille merasa kewaspadaan Lizz padanya sangat tinggi. Jika Camille ketahuan mencuri pandang pada pelayan restoran itu, bisa-bisa Lizz berspekulasi dia dan pelayan itu berkonspirasi menjebaknya.

HEROIC GIRLWhere stories live. Discover now