05 - I

2.5K 297 11
                                    

Sepulang sekolah, Lizz dan Ryan berjalan keluar gerbang sekolah. Begitu sampai di depan gerbang sekolah, Lizz dipanggil oleh Ray.

"Lizz!" Panggil Ray.

"Hey, long time no see, Ray." Sapa Lizz.

"Kenapa kau tidak pernah main ke tempat kami lagi?" Tanya Ray.

Lizz menjawab dengan wajah datar, "Aku sibuk."

"Padahal aku mempunyai misi untukmu." Ray pura-pura terlihat sedih.

Lizz baru saja ingin merespon perkataan Ray saat lengannya ditarik oleh Ryan. Lizz mau tidak mau mengikuti Ryan berjalan pergi meninggalkan Ray karena tidak mau berdebat dengan Ryan di depan Ray.

Ray hanya menatap Ryan dari atas ke bawah dengan pandangan sengit, tetapi dia tidak menahan Lizz untuk pergi.

Setelah mereka berjalan ke tempat parkir sekolah dan masuk ke dalam mobil Lizz, Lizz langsung mencecar Ryan dengan perkataan ketus.

"Kenapa kau melakukan itu? Bukankah sudah kubilang bahwa jangan bersikap seolah-olah kau mengenalku? Bagaimana kalau mereka jadi curiga tentang hubungan kita?"

"Aku hanya tidak suka dengan tatapan anak itu padamu. Dia melihatmu dengan tatapan aneh. Maafkan aku, aku hanya khawatir padamu." Kata Ray dengan nada menyesal.

"Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, Ray." Nada bicara Lizz melembut. Lizz tahu bahwa Ryan hanya mengkhawatirkannya. Selain itu, perkataan Ryan juga ada benarnya.

Saat tadi berbicara dengan Ray, Lizz merasa bahwa Ryan memiliki maksud tertentu terhadapnya. Namun, ia tidak tahu hal apa itu.

Di sisi lain, Ray masih mengawasi Lizz dan Ryan dari kejauhan. Tangannya merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Kemudian ia menelpon temannya yang bernama Kenneth.

"Ken, rencana berubah. Lizz tidak akan ikut dalam misi kita kali ini." Ujar Ray begitu teleponnya diangkat.

Suara Kenneth mendadak naik dua oktaf, "Apa?! Apa kau sudah bilang padanya kalau kita ada misi? Misi ini bukan misi sembarang, Ray. Kau tahu kan kalau kali ini kita tidak bisa main-main. Jika kita tidak berhasil membujuk Lizz, kau tahu apa yang terjadi."

"Ya, aku tahu itu. Oleh karena itu aku butuh bantuanmu. Ada laki-laki yang menginterupsi pembicaraanku dengan Lizz tadi. Dia penghalang Lizz untuk terlibat dalam misi kita."

"Berikan namanya padaku. Aku akan berdiskusi dengan para anggota Rocky Rock untuk menyingkirkannya secepatnya." Kenneth tersenyum miring di seberang telepon.

"Aku menunggu kabar baik darimu. Kuharap kau bisa menyingkirkannya sebelum misi kita dimulai."

Ray menunggu beberapa saat di depan sekolah. Setelah murid-murid dan para guru sudah pulang dan suasana sekolah berubah sepi barulah Ray melangkahkan kakinya ke dalam sekolah.

Matanya melirik keadaan kiri kanan sebelum masuk ke ruang tata usaha sekolah. Begitu keadaan benar-benar sepi, Ray langsung masuk ke dalam ruangan itu. Matanya terfokus pada tumpukan kertas yang berisi data-data siswa.

Ray memeriksa tumpukan kertas dengan teliti. Matanya menyusuri tulisan dan foto di setiap lembar berkas-berkas itu tanpa terkecuali.

Untung saja berkas data Ryan berada di tumpukan atas sehingga Ray tidak perlu memeriksa seluruh tumpukan berkas yang setinggi hampir satu meter itu.

"Yes, gotcha!" Sudut bibir Ray tertarik ke atas.

Dia membaca data diri Ryan dengan seksama.

Nama.                   : Ryan Miller
Tempat/tgl lahir : Ohio, 20 Mei 2003
Alamat                 : Jl. Garuda II no. 46
Asal sekolah       : Ohio High School
Orangtua            : Alan Miller
                               Diana Williams Miller
Pekerjaan ayah : Duta besar
Pekerjaan ibu    : Ibu rumah tangga

Ray mengeluarkan ponselnya dan memotret kertas yang berisi data-data Ryan tersebut. Kemudian Ryan meletakkan kertas itu di posisi sebelumnya.

Ray keluar dari ruang tata usaha dan berjalan menuju tempat parkir. Sebelum naik ke motor, Ray mengirimkan foto tadi kepada Kenneth melalui ponselnya. Lalu Ray menyalakan mesin motornya.

Kemudian Ray memacu motornya dengan kecepatan tinggi membelah padatnya jalan raya di sore hari. Motornya meliuk-liuk di antara mobil-mobil. Jarum spidometer motor Ray terus bergerak naik.

Motor Ray berhenti di depan sebuah bangunan kusam berlantai tiga yang terletak di pinggir kota. Tempat itu bukan markas dari Rocky Rock. Tempat itu adalah gudang senjata milik mafia yang bekerja sama dengan Rocky Rock.

Tok Tok Tok

Ray mengetuk pintu bangunan itu. Pintu di depannya tidak terbuka. Hanya terdengar ketukan balasan dari dalam bangunan.

Ray mendekatkan wajahnya ke pintu dan berbisik, "Coloca un diamante en nuestra mano y te daremos las armas."

Hanya selang beberapa detik, pintu di depannya langsung terbuka. Seorang laki-laki berbadan besar dengan wajah seram membukakan pintu dan menyuruh Ray masuk. Di dalam ruangan gudang itu terdapat sebuah meja yang dikelilingi banyak kursi.

Ray duduk di salah satu kursi itu.

"Bagaimana kelanjutan rencana kita?" Tanya laki-laki berambut putih yang berusia sekitar 50-an.

Ray menelan ludah sebelum berkata, "Ada pengganggu. Aku tidak bisa merekrut Lizz oleh karenanya."

Laki-laki tua itu menggebrak meja dan membentak Ray, "Apa kau tahu sudah berapa rencana kita yang gagal karena Lizz itu?"

"Aku tidak tahu dia berasal dari organisasi apa, tapi dia harus berada di sisi kita jika kita ingin rencana kita berjalan lancar." Putusnya.

Semua orang di sana setuju atas usul itu. Hal itu sebenarnya membuat Ray merasa ada beban tidak terlihat yang berada di bahunya. Ray tahu benar bahwa sekali ia tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan dianggap tidak berguna, ia akan disingkirkan tanpa ampun.

"Coba katakan, siapa pengganggu yang kau maksud tadi!"

Ray menunjukkan foto berkas data Ryan yang tadi diambilnya. Beberapa pimpinan mafia itu memperhatikan foto yang diberikan Ray. Lalu mereka mulai berbisik-bisik dengan bahasa asing yang tidak dimengerti Ray.

"Data ini fiktif." Kata salah seorang dari mereka.

Ray bangkit berdiri dari kursinya dan mengelak, "Tidak mungkin! Aku sendiri yang mengambil data itu dari tata usaha di sekolah."

Mendengar hal itu, orang-orang di sekelilingnya malah terkekeh menatap Ray.

"Isi dari data itu sungguh menggelikan. Ryan Miller? Itu jelas-jelas nama palsu." Ujar mereka.

Ray mengangkat alisnya tidak mengerti. Dia duduk kembali di kursinya lalu menatap orang di sekelilingnya dengan bingung namun tidak berani bertanya.

"Apa kau tidak merasa ada yang aneh saat bertemu dengannya?" Tanya mereka.

Ray mengingat-ngingat kejadian tadi siang dimana Ryan menarik Lizz saat sedang berbicara dengannya. Saat itu dia tidak terlalu memperhatikan Ryan. Namun setelah diingat-ingat lagi, Ray ingat bahwa dia melihat bekas luka di leher Ryan. Luka itu tidak tampak seperti luka biasa. Luka itu kelihatan seperti bekas luka sayatan yang cukup dalam sehingga menarik perhatian Ray.

"Kami tahu identitas sebenarnya dari Ryan ini." Kata pimpinan mafia itu sambil tersenyum miring.

To be continue

Nah lohh kok mereka bisa tahu Ryan itu siapa? Menurut kalian gimana?

Tungguin update selanjutnya ya. Author usahain secepatnya update lagi.

Don't forget to follow, vote, comment, and share!

HEROIC GIRLWhere stories live. Discover now